BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkiraan seandainya anaknya perempuan, maka anaknya

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

Veronica Sovita Sari 1, Suwarsito 2, Mustolikh 3

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). 1. kekerasan yang menimpa kaum perempuan (istri) 3

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. 1 Disamping itu pencatatan. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm. 18.

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Dengan dilaksanakannya Pernikahan diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi kestabilan dan ketentraman masyarakat, karena kaum pria dan wanita dapat memenuhi naluri seksualnya secara benar dan sah. 1 Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia (Surabaya: Arkola),h.6 1

2 Salah satu tujuan perkawinan dapat terpenuhi yakni memperoleh keturunan yang baik. Namun apabila terjadi perkawinan pada usia yang terlalu muda akan mustahil memperoleh keturunan yang berkualitas. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Selain mempengaruhi aspek fisik, umur ibu juga mempengaruhi aspek psikologi anak, ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya. 2 Seperti yang dipaparkan oleh Zakiyah Daradjat bahwa remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. Sifat-sifat keremajaan ini (seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial. 3 2 Abdul Manan dan M. Fauzan.Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.7 3 Zakiah Daradjat. Remaja Harapan Bangsa Dan Tantangan. (Jakarta : RUHAMA, 1995), h.8

3 Di Indonesia fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru, khususnya di daerah pedesaan. Umumnya mereka menikah pada usia 16-17 tahun atau kurang dari itu. Karena pada usia 16-17 tahun pertumbuhan remaja telah dianggap selesai, dalam arti bahwa semua anggota tubuhnya telah dapat berfungsi. Karena itulah pada masyarakat desa, mereka telah mampu melaksanakan pekerjaan yang mendapatkan penghasilan untuk membiayai kehidupannya dan dapat pula memenuhi kebutuhan seksualnya. Pada zaman dulu, pernikahan di usia matang bisa menimbulkan image buruk di mata masyarakat. Perempuan yang tidak segera menikah sering mendapat tanggapan negatif atau lazim disebut perawan kaseb. Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia dini dianggap tabu dan dianggap bisa menghancurkan masa depan wanita, memberangus kreativitas dan menghalangi wanita untuk mendapatkan pengetahuan serta wawasan yang lebih luas. 4 Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, yang disebut anak adalah jika ia belum mencapai umur 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 5 Dengan dicantumkannya secara eksplisit batasan umur, menunjukkan apa yang disebut oleh Yahya Harahap yaitu exepressip verbis yaitu langkah penerobosan hukum adat dan kebiasaan yang dijumpai di dalam masyarakat Indonesia. 6 Sedangkan 4 Zakiah Daradjat. Remaja Harapan Bangsa Dan Tantangan. (Jakarta : RUHAMA, 1995), h.82 5 Undang-Undang Perlindungan Anak (Bandung : Fokus Media, 2010), h.3 6 Amiur Nuruddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Studi kritis perkembangan hukum Islamdari fiqih, Undang-Undang No 1 Tahun 1974, sampai KHI. (Jakarta : Kencana, 2004), h.68

4 pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-UndangNo. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan, mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak. Pasal 26 ayat (1) ini mengatur kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak yang meliputi mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat anak serta mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak. Anak juga mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat. Tetapi hal ini sering diabaikan para orang tua, mereka sering memaksakan kehendak terhadap anak dengan dalih demi kepentingan anak. Sebagai contoh dengan menikahkan anak pada usia dini. Berbagai alasan dilontarkan orang tua untuk melegalkan perbuatan mereka dengan menikahkan anaknya di usia muda, diantaranya karena lilitan ekonomi. Dengan menikahkan anak maka lepaslah tanggung jawab orang tua untuk menafkahi anaknya.kemudian karena faktor adat yang mengharuskan anak khususnya anak perempuan untuk segera dinikahkan agar tidak terkesan menjadi perawan tua. Dari sini bisa dipahami bahwa orang tua kurang memahami dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan di usia anak-anak yang tidak sesuai ketentuan pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 7 Adapun isu perlindungan hak-hak anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia (human rights).indonesia telah 7 Jurnal Konstitusi,perlindungan terhadap Hak Asasi Anak.(Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tahun 2002

5 meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990. Sebagai konsekuensinya, pemerintah Indonesia berkewajiban melaksanakan kesepakatan-kesepakatan tindak lanjut dan memenuhi hak-hak anak sesuai butir-butir konvensi. Undang-Undang Perlindungan Anak dipandang lebih komprehensif memberikan perlindungan anak-anak, dibandingkan dengan pengaturan mengenai hak anak yang sebelumnya tersebar di berbagai undang-undang, yang justru banyak merugikan hak anak seperti UU No 4 tahun 1997 tentang Kesejahteraan Anak. Pasal 1 ayat 2 menyatakan anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. Hal ini berarti anak yang berumur 17 tahun dan sudah kawin, misalnya berubah status menjadi dewasa berdasarkan hukum.akibatnya diakehilangan haknya untuk dilindungi secara hukum. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh UU no 23 tahun 2002 adalah berupa ketentuan usia anak adalah yang belum berumur 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Juga mencegah perkawinan di usia anak-anak seperti yang tercantum dalam pasal 26 ayat (1) huruf C Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung. 8 Sedangkan seperti yang terpapar Didalam KHI bahwasanya pasangan menikah 21 bagi seorang pria dan 19 bagi seorang wanita sedangkan di dalam undang-undang ayat 1 tahun 1974 tentang pernikahan 8 Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom.Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. (PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.122

6 seorang yang menikah laki-laki harus 19 dan wanita 16,akan tetapi hal itu bersebrangan dengan apa yang telah di atur pada pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwasanya mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak. Berdasarkan pemaparan diatas bahwa di Indonesia terjadinya pernikahan dini bukan hal baru yang wah hebohnya terjadi pada masa sekarang, contoh kecil penulis memprosentasikan di lokasi yakni di desa taman sari kecamatan dringu kabupaten probolinggo tepatnya pada KUA di peroleh prosentase terjadi pernikahan dini sebanyak 70% pada tahun 2000-2003 yang dominasi oleh wanita berusia 15-19 tahun 9. Namun dengan meningginya pernikahan dini itu KUA berhasil mengatur strategi untuk mengurangi penurunan pernikahan dini Di desa tamansari dengan berbagi upaya sehingga pernikahan dini mengalami penurunan yakni pada tahun 2003-2004 yang awalnya pelaku pernikahan dini berjumlah 28 orang menjadi 23 orang yangmana penurunan itu 5 orang dan sedangkan pada tahun 2009-2011 jumlah yang melakukan pernikahan dini sebayak 7 orang pada tahun 2009 sedangkan 2010 sebanyak 4 dan 2011 tidak ada ynag malakukan pernikahan dini yang mana penurunan itu berjalan hingga tahun 2011. adapun dampak pernikahan dini yang sering dirasakan oleh pelaku pernikahan dini yakni pertengkaran yang tidak bisa dilepaskan setiap harinya,penyesalan melakukan pernikahan dini yang disebabkan perselisihan antara suami dan istri,dan juga perceraiaan yang disebabkan 9 Hasil penelitian yang dilakukan di Taman Sari Kabupaten Probolinggo pada tanggal 18 juni 2013 jam 11.00 WIB

7 tiada salah satu dari pelaku pernikahan dini untuk mengalah dan selalu mementingkan egonya masing-masing.maka dari itu penulis mengangkat judul Peran kantor urusan agama (KUA) dan Tokoh Masyarakat dalam MencegahPernikahan Dini,studi kasus desa Taman Sari Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Strategi Kantor Urusan Agama (KUA) Dan Tokoh Masyarakat dalam Mencegah Pernikahan Dini Di Desa Taman Sari Kabupaten Probolinggo? 2. Bagaimana hasil dan hambatan Kantor Urusan Agama serta tokoh masyarakat dalam mencegah perinkahan dini? C. Batasan Masalah Batasan masalah dibutuhkan untuk memberi batasan pembahasan dalam penelitian, sehingga objek tertentu akan dapat diteliti secara lebih spesifik dan mengena. Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh dan jelas, serta terhindar dari interpretasi yang meluas dan tidak fokus, maka batasan masalah dari penelitian ini adalah Kantor Urusan Agama (KUA) Dan Tokoh Masyarakat Di Desa Taman Sari Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo D. Definisi Operasional KUA : Kantor Urusan Agama merupakan bagian dari sistem Kementerian Agama. Sedangkan Kementerian Agama mempunyai tugas

8 yaitu menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang Agama 10 Pernikahan Dini : suatu perkawinan yang terjadi dimana pihak mempelai atau salah satunya belum mencapai umur yang sudah diisyaratkan oleh Undang-undang yang telah berlaku, yaitu jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahunundang-undang yang telah berlaku, yaitu jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mendiskripsikan dan menganalisa bagaimana strategi KUA dan tokoh masyarakat dalam upayanya Mencegah Pernikahan Dini Di Taman Sari Kabupaten Probolinggo. 2. Untuk mengetahui hasil dan hambatan Kantor Urusan Agama dan tokoh masyarakat dalam mencegah perinkahan dini. F. Manfaat penelitian Adapaun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah diharapkan penulis bisa memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi semua pihak. 10 Keputusan Menteri Agama No. 517 tahun 2001

9 1. Kegunaan secara teoritis a. Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai masalah yang diteliti. b. Bisa melengkapi khazanah keilmuan atas penelitian terdahulu mengenai masalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. c. Bisa digunakan sebagai salah satu rujukan bagi penulis mendatang atas objek penelitian yang berdekatan dengan masalah pernikahan dini. 2. Kegunaan Secara Praktis a. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S1. b. Bagi masyarakat atau bagi pembaca dapat memberikan kontribusi pemahaman tentang pernikahan dini. G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut; Pertama, pendahuluan. Kedua pembahasan kajian teori. Ketiga, menguraikan pemaparan hasil penelitian yang berada di lapangan (field). Keempat, adalah analisa dan pembahasan, dan Kelima adalah penutup. Kelima bagian tersebut selanjutnya akan disistematisasikan ke dalam lima bab. BAB I : Pendahuluan, yang berisi secara global keseluruhan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yang terdiri dari latar belakang, rumusan

10 masalah, batasan masalah,definisi operasional, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II : Merupakan tinjauan pustaka yang didalamnya memuat akar pengertian dan bangunan teori yang terdiri dari: kajian teori dan penelitian terdahulu. BAB III : Berisi tentang metode penelitian yang akan digunakan dalam menulis skripsi ini, meliputi: jenis dan pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data. BAB IV : Adalah hasil penelitian dan pembahasan, yang merupakan papara dan analisis data, yang diambil dari realita-realita obyek, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan merupakan ulasan dari kajian teori. BAB V : kesimpulan dan saran-saran, yang merupakan bab terakhir dalam penyusuna skripsi ini. Maka bahasan di dalamnya menyimpulkan secara keseluruhan, menjawab dari rumusan masalah dan dilanjutkan dengan saran-saran serta penutup