5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Dalam kajian teori akan disajikan teori tentang variable X yaitu model pembelajaran kooperatif tipe think pair square dan teori tentang variable Y yaitu hasil belajar. 2.1.1. Hasil belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar Sudjana (2004: 22) mengatakan Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatankegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Sejalan dengan Sujdana, Winkel (1999:53), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Atau usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Penekanan dari pendapat Winkel ini yaitu hasil belajar adalah bukti keberhasilan setelah kegiatan belajar. Sedangkan Hamzah B Uno (2008: 39), hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relative menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum merajuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk 5
6 mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. 2.1.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam menyampaikan materi pelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor hasil belajar, sebagai berikut: a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. 2.1.1.3. Penilaian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002; 120-121) mengungkapkan,bahwa untuk mengukur dan memgevaluasi hasil belajar siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes evaluasi. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes evaluasi ini dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut: a. Tes formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu. b. Tes subsuatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar atau hasil belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor. c. Tes sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes
7 sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah. 2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Menurut Sugiyanto (2010;37) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sedikit berbeda dengan Sugiyanto, menurut Slavin dalam (Solihatin, 2008;4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran tersebut siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggota dari kelompok tersebut terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Sedangkan Roger dan David Johnson (1994) dalam Anita Lie (2005;31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, lima unsur tersebut adalah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa ruang kelas merupakan suatu tempat yang bagus untuk pembelajaran kooperatif, karena siswa diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah. Para siswa juga berkesempatan untuk mendiskusikan strategi pemecahan masalah maupun berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari. Model ini dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain dan merangkum sendiri maupun orang lain dalam bentuk tulisan atau lisan. Dalam pembelajaran IPS dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif serta membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah.
8 Pembelajarn kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pengajaran kooperatif memiliki ciri ciri sebagai berikut (Soli Abimanyu, 2009: 52) 1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif. 2) Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok pun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. 4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Pada model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama, dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun individu. 2.1.2.2. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kooperatif Dalam menggunakan model belajar pembelajaran kooperatif didalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran, dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar dasar konseptual dalam penggunaan pembelajaran kooperatif. Adapun prinsip prinsip dasar tersebut menurut Stahl dalam (Sholihati,2005: 26 ), meliputi sebagai berikut : 1) Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas. 2) penerimaan yang menyentuh oleh siswa tentang tujuan belajar. 3) ketergantungan yang bersifat positif. 4) interaksi yang bersifat terbuka. 5)tanggung jawab individu. 6) kelompok bersifat heterogen. 7) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif. 8) tindak lanjut (follow up). 9) kepuasan dalam mengajar. Metode pembelajaran kooperatif adalah sebuah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur (Anita Lie, 2002: 54). Dalam metode pembelajaran ini terdapat 5 unsur pokok, antara lain: 1) Saling ketergantungan positif, keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
9 kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga tiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar dapat mencapai tujuan belajar. 2) tanggung jawab perorangan, tiap siswa memiliki tanggung jawab atas kelompoknya, melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya. 3) tatap muka, tiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan sinergi yang menguntungkan semua anggotanya. 4) komunikasi antar anggota, unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. 5) evaluasi proses kelompok, guru perlu memberikan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka dapat lebih efektif. 2.1.3. Think Pair Square 2.1.3.1. Pengertiam Think Pair Square Pembelajran kooperatif dengan pendekatan struktural lebih menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu struktur yang terkenal adalah Think Pair Share yang dikenalkan oleh Frank Lyman dan Think Pair Square ( berpikir berpasangan berempat) yang merupakan modifikasi dari tipe Think Pair Share, dan dikembangkan oleh Spencer Kangan pada tahun 1933. Menurut Frank Lyman dkk sesuai yang dikutip dari Arends (1997) dalam Trianto (2011;61) menyatakan bahwa Think Pair Square merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Square dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya. Think Pair Square juga dikemukakan oleh Anita Lie (2002;57) menyatakan bahwa, Think Pair Square adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam Think Pair Square siswa dituntut untuk berfikir secara individu ketika mendapatkan pertanyaan dari guru, tetapi setelah itu mereka harus berdiskusi secara berpasangan untuk menjawab pertanyaan dari guru.
10 Sedangkan menurut Endang Mulyatiningsih (2011;233) mengatakan bahwa Think Pair Square merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa. Metode ini dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian menyuruh dua orang peserta didik untuk duduk berpasangan dan saling berdiskusi membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik saling mengkoreksi kesalahan masing masing dan menjelaskan hasil diskusinya di kelas. Guru menambah materi yang belum dikuasai peserta didik berdasarkan penyajian hasil diskusi. Dari beberapa pendapat yang sudah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan siswa berfikir sendiri, kemudian berfikir dengan teman sebelah (metode diskusi berpasangan) selanjutnya diskusi bersama kelompok dan diskusi dalam kelas yang diadakan oleh guru. 2.1.3.2. Keungulan dan Kelemahan Think Pair Square Teknik ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, ternik ini memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Anita Lie, 2007: 57) Dapat diuraikan pula kelebihan dari Think Pair Square adalah dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas. Karena siswa akan berdiskusi dengan pasanganya (pairs) untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, kemudian siswa juga berbagi (square) kepada teman-teman sekelasnya dengan mempresentasikan hasil diskusinya dengan pasangannya. Selain itu dengan penerapan metode ini siswa akan lebih menguasai materi, karena siswa harus berpikir (think) untuk menyelasaikan masalah yang ditugaskan kepadanya.
11 Dalam berpikir berpasangan berempat ini akan dibentuk kelompokkelompok berpasangan (beranggotakan 2 siswa). Dari pembentukan kelompok berpasangan tersebut Anita Lie (2007: 46) memaparkan beberapa kelebihan dan juga kekurangannya. Berikut ini kelebihan dari kelompok berpasangan: a. Meningkatkan partisipasi siswa b. Cocok untuk tugas sedarhana c. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing angota kelompok d. Interaksi lebih mudah e. Lebih mudah dan cepat membentuknya Sedangkan kekurangannya antara lain: a. Butuh banyak waktu b. Butuh sosialisasi yang baik c. Siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan dan tidak memperhatikan 2.1.3.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square guru membagi siswa dalam kolompok heterogen yang beranggotakan empat atau enam orang. Sebagai kegiatan awal adalah Think atau tahap berpikir, setiap siswa diberi kesempatan untuk membaca, memahami, memikirkan kemungkinan jawaban, dan membuat catatan tentang hal-hal yang tidak dipahami atau informasi yang berhubungan dengan tugas. Kegiatan ini bertujuan agar setiap siswa dapat memberikan respon terhadap ide-ide yang terdapat pada LKS, untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri. Selanjutnya tahap Pair atau tahap berpasangan. Pada tahap ini, siswa diminta untuk berpasangan dengan salah seorang teman dalam kelompoknya untuk mendiskusikan kemungkinan jawaban atau hal-hal yang telah diperoleh dalam tahap Think. dengan berpasangan, partisipasi aktif siswa dalam kelompok dapat lebih dioptimalkan sehingga kemampuan siswa dapat lebih ditingkatkan. Setelah tahap Pair atau berpasangan, kemudian tahap Square dimana pasangan bergabung dengan pasangan yang lain dalam kelompoknya untuk membentuk kelompok berempat. Kemudian kelompok ini mendiskusikan tugas-tugas yang belum diselesaikan atau hal-hal yang belum dipahami ketika diskusi, kemudian menetapkan hasil akhir jawaban kelompoknya.
12 Dengan adanya tahap Pair dan Square, terjadi lebih banyak diskusi sehingga dapat lebih meningkatkan dan mengoptimalkan partisipasi aktif siswa dalam kelompok. Selain itu, siswa juga akan memilih lebih banyak kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompoknya, dan interaksi antara siswa juga lebih mudah (Anita Lie, 2007: 57). Lebih rinci langkah-langkah pembelajarannya disajikan pada tabel 1. Langkahlangkah Tahap 1 Pendahuluan Tahap 2 Think Tahap 3 Pair Tahap 4 Square Tahap 5 Diskusi Kelas Tahap 6 Penghargaan Tabel 1 Langkah-Langkah pembelajaran Think Pair Square Kegiatan Pembelajaran o Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah o Guru membagi kelompok yang terdiri dari empat siswa o Guru membentuk pasangan diskusi siswa o Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa o Guru menggali pengetahuan awal siswa o Guru memberikan lembar kerja siswa (LKS) kepada seluruh siswa o Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu o Siswa berpasangan dengan salah satu teman dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya mengenai tugas-tugas yang telah dikerjakan secara individu o Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengambil kesimpulan mengenai tugas-tugas yang telah dikerjakan o Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil percobaan dan tugas-tugas yang telah dikerjakan o Siswa dinilai secara individu dan kelompok 2.1.4. Pembelajaran IPS 2.1.4.1. Latar Belakang Pembelajaran IPS IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).
13 Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006) 2.1.4.2. Ruang Lingkup IPS di SD Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006). a) Manusia, Tempat, dan Lingkungan b) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan c) Sistem Sosial dan Budaya d) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. 2.1.4.3. Tujuan Pelajaran IPS di SD Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006). a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
14 2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian oleh Luluk Umiatun, 2010 yang berjudul Penerapan Think Pair Square Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Segaran 03 Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPS materi keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hasil Pre test siswa rata-rata adalah 48,2 atau 48,2%, siklus I mengalami peningkatan yaitu menjadi 69,8 atau 69,8% dan siklus II terus mengalami peningkatan menjadi 81,8 atau 81,8%. Hasil belajar siswa dikatakan naik 12% persiklus. Sedangkan untuk aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di siklus II. Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini adalah keberhasilan yang dicapai untuk melatih siswa dapat bekerjasama dengan temannya, terutama dengan teman pasangannya. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya penguasaan kelas yang baik oleh guru agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan kondusif, serta waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru. Oleh karena itu dalam penelitian ini penguasaan kelas oleh guru dan waktunya akan di atur dengan baik, supaya penelitian ini berjalan sesuai dengan harapan. Penelitian oleh Putri Rachmadyanti, 2011yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square Siswa Kelas IV SDN Kendalrejo 01 Kabupaten Blitar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran think pair square pada IPS di kelas IV sudah sangat baik. Hal ini didukung dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada kegiatan think pair share. Hasil belajar siswa meliputi aspek aktivitas belajar siswa dan nilai akhir siswa. Prosentase aktivitas belajar siswa pada tahap pra tindakan mencapai 57,09%. Prosentase aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sejumlah 65,4%, pertemuan 2 sejumlah 66,71%, dan pada pertemuan 3 sejumlah 67,95%. Sehingga dari pra tindakan sampai siklus 1 mengalami peningkatan prosentase aktivitas siswa sejumlah 10,86%. Pada siklus II pertemuan 1, prosentase aktivitas siswa mencapai 71,85%, pertemuan 2 mencapai 74%, pertemuan 3 mencapai 76,80%. Sehingga terjadi peningkatan prosentase aktivitas siswa dari siklus 1 ke
15 siklus 2, sejumlah 8,85%. Secara keseluruhan terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dari pra tindakan sampai siklus II sebanyak 19,71%.Pada aspek nilai akhir siswa pada pratindakan mencapai 58,8%, siklus 1 pertemuan 1 mencapai 57%, pertemuan 2 mencapai 62%, dan pada pertemuan 3 mencapai 81%. Sehingga dari pratindakan ke siklus 1 mengalami peningkatan prosentase nilai akhir siswa sejumlah 22,2%. Pada siklus II pertemuan 2 mencapai 85%, pada pertemuan 2 mencapai 95%, dan pada pertemuan 3 mencapai 100%. Hal ini menunjukkan peningkatan siklus 1 ke siklus II sejumlah 19%. Sehingga terjadi peningkatan nilai siswa dari pratindakan sampai siklus II sejumlah 41,42%. Dalam penelitian ini kelebihan yang terdapat didalamnya adalah keberhasilan siswa dalam mengembangkan kerjasama, keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat, serta melatih siswa untuk berpikir dan kritis dalam menanggapi permasalahan yang diberikan guru. Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perlunya pengawasan guru terhadap proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan kondusif, perlunya bimbingan yang diberikan guru baik bimbingan perseorangan maupun bimbingan pada kelompok. Oleh karena itu dalam penelitian ini peran guru dalam membimbing dan mengawasi siswa akan diupayakan dengan baik supaya penelitian ini akan berjalan dengan baik. Penelitian oleh Wuryanti S.A.Sumpeno, 2012 yang berjudul Peningkatan Aktivitas Pembelajaran IPA melalui Model Kooperatif tipe Think-Pair-Square Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Sampangan 02 Semarang menyimpulkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe think-pair-square pada kelas 3 SD Sampangan 02 Semarang berpengaruh terhadap aktifitas pembelajaran IPA. Melalui penelitian ini, model kooperatif tipe think-pair-square telah terbukti efektif untuk diterapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan meningkatnya keterampilan guru, aktifitas siswa dan hasil belajar siswa. 2.3. Kerangka Berpikir Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan menyampaikan materi IPS melalui ceramah. Kadang-kadang saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa.
16 Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, adalah mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain, sehingga siswa cenderung untuk pasif saja. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh rendah. Kondisi yang demikian bisa diatasi dengan cara menumbuhkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Merancang pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bermakna. Salah satunya merancang pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe berpikir berpasangan berempat. Dengan menerapkan metode ini, maka siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga kebosanan akan berkurang dan siswa tidak lagi mengantuk, karena siswa menjadi lebih aktif bekerja secara mendiri maupun bekerja sama dalam kelompok sehingga terjadi interaksi yang positif antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dan diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.
17 PBM IPS Pembelajaran konvensional Guru: mendominasi pembelajaran dengan ceramah, pembelajaran monoton dan tidak membuat siswa untuk aktif dalam pembelajaran Siswa: berbicara sendiri, mengantuk, tidak pernah mngemukakan pendapat saat pembelajaran. Guru : sebagai fasilitator dan pendamping siswa, membantu siswa yg kurang paham Pembelajaran kooperatif TPSq (Think, Pairs, Square) Siswa menyimak materi Hasil belajar rendah Siswa secara individu berfikir (Think) untuk menjawab pertanyaan Siswa berpasangan (Pairs) untuk menjawab pertanyaan Penilaian proses belajar Siswa berkelompok berempat (Square)menyimpulkan jawaban Siswa (kelompok) lain memberi tanggapan Siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan bimbingan dari guru Tes formatif Penilaian hasil belajar Hasil belajar meningkat Gambar 1 Bagan kerangka berpikir penggunaan metode cooperatif learning
18 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka pikir dapat ditarik kesimpulan bahwa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe berpikir berpasangan berempat diduga dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPS kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.