Executive Summary Laporan Penelitian ASEAN Study Center Universitas Indonesia bekerja sama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Tim Peneliti: Makmur Keliat, Ph.D Asra Virgianita, MA Shofwan Al Banna Choiruzzad, Ph.D Agus Catur Aryanto Putro, S.Sos Sektor jasa adalah sektor yang semakin penting bagi perekonomian Indonesia, baik dari segi kontribusinya terhadap pendapatan nasional maupun dari segi penyerapan tenaga kerja. Dalam konteks ini, berlakunya Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan liberalisasi sektor jasa yang menjadi salah satu elemen penting di dalamnya diharapkan dapat mendorong tumbuhnya sektor jasa dan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, kita juga menyaksikan bahwa banyak pihak masih meragukan bahwa liberalisasi sektor jasa ASEAN seiring diterapkannya Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 akan menguntungkan Indonesia, khususnya para pekerja Indonesia. Para pelaku sektor jasa yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi profesi yang diundang dalam focus group discussion (FGD) untuk penelitian ini secara umum menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa liberalisasi sektor jasa akan menimbulkan dampak negatif bagi pelaku sektor jasa di dalam negeri. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Jika kita melihat neraca perdagangan jasa, Indonesia terus menerus mengalami defisit yang besar. Nilai impor jasa kita sekira dua kali lipat dari ekspor jasa kita, sehingga defisit kita mencapai lebih dari 10 milyar USD. Defisit ini terjadi secara konsisten hingga tahun 2012. Di sisi lain, di banyak sektor, kehadiran penyedia jasa dari luar Indonesia dianggap perlu karena adanya kesenjangan antara kebutuhan tenaga profesional di sektor tersebut yang tidak mampu dicukupi oleh tenaga profesional dari dalam negeri. Dalam konteks inilah, penting untuk memahami kondisi daya saing tenaga terampil dan profesional Indonesia di berbagai sektor jasa, supaya liberalisasi sektor jasa dapat bermanfaat bagi Indonesia tanpa memberikan dampak negatif yang dapat mengganggu para profesional Indonesia di sektor jasa. Penelitian yang berfokus pada delapan sektor yang disepakati dalam perjanjian MRA dan MRA Framework ini menemukan gambar yang beragam, namun juga memiliki beberapa keseragaman. Secara umum, dari segi kuantitas sumber daya manusia, hampir semua sektor (insinyur, arsitektur, perawat, dokter, dokter gigi, dan akuntan) memiliki kekurangan jumlah tenaga profesional di bidang tersebut. Di sektor pariwisata, karakter sektor pariwisata yang terbuka membuat kita sulit memberikan penilaian terhadap Executive Summary 1
kesenjangan antara kebutuhan ketersediaan. Meskipun demikian, kita mengetahui bahwa banyak pelaku tidak memandang penting sertifikasi, sehingga hal ini juga dapat mengurangi daya saing, setidaknya secara formal, di dalam penerapan MRA. Di bidang surveying, tidak tersedia data yang memadai. Dalam hal kuantitas ini, aspek distribusi juga menjadi masalah yang penting. Di hampir semua sektor, mayoritas SDM yang tersedia terkonsentrasi di Jawa. Di sisi lain, kehadiran tenaga asing juga belum tentu menyelesaikan masalah ini karena justru akan menambah persaingan di tempat yang persaingannya sudah ketat seperti di Jawa atau khususnya Jakarta. Di sektor akuntansi misalnya, jumlah pasar begitu besar namun KAP Indonesia harus berebut di antara mereka sendiri karena mayoritas bagian dari pasar itu sudah didominasi oleh KAP yang berafiliasi The Big 4. Dari sisi kualitas, gambar yang didapatkan beragam kekhasan masingmasing, mulai dari sektor surveying yang dianggap menjadi salah satu yang terbaik di kawasan (bahkan untuk pemetaan pesisir termasuk terbaik di dunia), sampai perawat yang kekacauan tata kelolanya berpengaruh pada kualitas sumber daya manusianya yang membutuhkan banyak peningkatan. Dalam aspek tata kelola, gambar yang didapatkan pun beragam. Ada sektorsektor yang relatif mapan seperti dokter, dokter gigi, dan akuntansi. Namun, ada juga sektor yang tata kelolanya masih dipenuhi masalah seperti tumpang tindih peraturan atau koordinasi antar lembaga yang kurang baik seperti sektor jasa keperawatan. Ada pula yang belum memiliki UU khusus seperti sektor jasa insinyur. Salah satu yang menjadi benang merah adalah kurangnya koordinasi di antara pelaku sektor jasa tersebut pihak-pihak yang menjadi motor di dalam liberalisasi sektor jasa ASEAN dan tiadanya satu strategi bersama untuk memanfaatkan liberalisasi jasa ASEAN untuk kepentingan Indonesia. Dalam aspek infrastruktur, keberagaman juga muncul. Meskipun demikian, secara umum hampir semua sektor memiliki kekurangan dalam hal infrastruktur derajat yang berbeda-beda. Hal penting lain yang ditemukan dala penelitian ini adalah bahwa permasalahan di satu sektor berkaitan berbagai faktor lain yang terkait. Sebagai contoh, lambatnya pertumbuhan insinyur di Indonesia berkaitan strategi pembangunan nasional yang tidak mendorong profesi insinyur Indonesia untuk berkembang. Gambar yang beragam itu dapat dirangkum ke dalam peta berbentuk tabel berikut ini: Executive Summary 2
Tabel 1. Pemetaan Nilai Strategis dan Daya Saing Tenaga Terampil Indonesia di 8 Sektor MRA dan MRA Framework Sektor Nilai Strategis SDM Tata Kelola Infrastruktur Insinyur Sektor yang memberikan nilai tambah pada industri ekstraksi sumber daya alam. Berperan penting dalam pembangunan fisik negara. Kuantitas sangat kurang, idealnya ada 2 juta insinyur di Indonesia, namun saat ini hanya tersedia 600-700 ribu. Belum ada undangundang yang mengatur keinsinyuran secara khusus, sehingga belum ada kejelasan tata kelola profesi Terbatas dan pendidikan masih tertinggal dibanding beberapa negara ASEAN lainnya. Arsitektur Perawat Dokter Bagian dari pengembangan fisik negara, seperti untuk infrastruktur. Bagian dari total Health Expenditure yang merupakan 2,7 persen dari total GDP. Berkaitan pembangunan manusia. Semakin penting seiring pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Bagian dari total Health Kualitas cukup memadai. Kuantitas masih kurang memadai. Hanya ada 45 Arsitektur ASEAN di Indonesia. Kekurangan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, termasuk dalam aspek bahasa. Ada kesenjangan antara insinyur Sudah cukup baik, tapi perlu penyesuaian standar ASEAN (mis: pendidikan arsitektur di ASEAN membutuhkan 5 tahun, di Indonesia 4 tahun) Banyak tumpang tindih peraturan. Nomenklatur tidak jelas. Koordinasi antar lembaga kurang baik (Kementrian Kesehatan, Kementrian Pendidikan, Kementrian Tenaga Kerja). Cukup mapan. Perlu Terbatas dan pendidikan masih tertinggal dibanding beberapa negara ASEAN lainnya. Terbatas, masih terpusat di Jawa Infrastruktur dan pendidikan Executive Summary 3
Dokter Gigi Pariwisata Surveying Expenditure yang merupakan 2,7 persen dari total GDP. Berkaitan pembangunan manusia. Semakin penting seiring pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Bagian dari total Health Expenditure yang merupakan 2,7 persen dari total GDP. Berkaitan pembangunan manusia. Semakin penting seiring pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Pendapatan dari wisatawan asing mencapai 7,952 miliar USD atau 1,1% dari total GDP Indonesia. Sektor yang terbuka, sehingga dapat mendorong kesejahteraan masyarakat luas, termasuk di daerah. Berkaitan kebutuhan dan ketersediaan. Distribusi jasa dokter masih terpusat di Pulau Jawa dan Sumatera. Standar kompetensi yang berbeda negara ASEAN lainnya. Dari segi kualitas dapat bersaing. Dari segi kuantitas, masih ada kesenjangan antara kebutuhan jumlah yang ada. Distribusi juga belum merata. Dari segi kualitas, dapat bersaing. Karena sifatnya yang cenderung tidak mementingkan administrasi, data jumlah tidak tersedia. Dari segi kualitas, dukungan pemerintah untuk mendorong keunggulan dokter Indonesia. Cukup mapan dan berjalan baik. Desentralisasi menciptakan peluang namun juga memunculkan masalah tata kelola. Peraturan tidak terlalu diperhatikan di lapangan. Tata kelola di masing-masing masih tertinggal dari beberapa negara ASEAN. Terkonsentrasi di Pulau Jawa. Indonesia cukup tertinggal dibandingkan negara ASEAN yang lain. Tidak ada data. Namun, secara Executive Summary 4
Akuntan integritas wilayah Indonesia. Berperan penting dalam produksi barang dan jasa yang lain; penting bagi implementasi dan penegakan peraturanperaturan yang berkaitan keuangan. termasuk yang terbaik di dunia. Namun, pendataan kurang baik sehingga sulit menilai kecukupan jumlah. Jumlah Akuntan Publik tertinggal jika dibandingkan beberapa negara ASEAN; jumlah Akuntan Publik di Indonesia tidak bertambah secara signifikan dari tahun ke tahun; ROSC dari World Bank mencatat bahwa masih banyak kelemahan auditor Indonesia; Telur-Ayam ada dalam kualitas, karena pasar dikuasai KAP asing, KAP Indonesia tidak bisa mengembangkan kualitas dan karena tidak bisa mengembangkan kualitas, pasar lebih menyukai subsektor di dalamnya cukup baik, namun koordinasi di antara subsektor yang berbeda-beda masih harus diperbaiki. Ada beberapa tumpang tindih, misalnya antara BIG BPN. Cukup mapan dan semakin membaik. Upaya konvergensi di standar global. umum dipercaya bahwa karena produknya baik, maka infrastrukturnya cukup memadai. Jumlah program studi akuntan cukup banyak, namun tidak semua lulusannya menjadi akuntan. Kurangnya pelatihan profesional. Executive Summary 5
jasa KAP global yang dianggap lebih memenuhi standar internasional. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan temuan-temuan tersebut, penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah berikut ini: 1. Penguatan koordinasi antarinstitusi pemerintah yang terkait memperkuat Sekretariat Nasional ASEAN, salah satu fokus konkretnya adalah membangun strategi untuk memperkuat daya saing di 8 sektor yang telah disepakati dalam MRA dan MRA Framework, termasuk memetakan peluang di dalam negeri dan di negara-negara ASEAN. 2. Menggalakkan upaya mendorong daya saing di 8 sektor yang telah disepakati dalam MRA dan MRA Framework sesuai keadaan di masing-masing sektor tersebut. Rekomendasi spesifik akan ditambahkan di bagian selanjutnya dari bagian ini. 3. Mendorong pemerintah dan para pemangku kepentingan yang lain untuk memprakarsai pertemuan rutin yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Ada gagasan untuk membuat Masyarakat Profesional Indonesia, khususnya yang melibatkan 8 sektor tersebut. 4. Pemerintah harus bertindak proaktif mendorong berbagai inisiatif untuk menjangkau para pelaku di sektor jasa tersebut di Indonesia dan membangun kesiapan mereka. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pembuatan mekanisme yang dapat memberikan insentif yang lebih nyata jika seorang insinyur, arsitek, akuntan atau yang lain memiliki sertifikasi ASEAN. Berikut ini adalah daftar rekomendasi yang bersifat spesifik di masing-masing sektor: Tabel 2. Rekomendasi Spesifik untuk Masing-Masing Sektor Sektor Rekomendasi Insinyur 1. Adanya keperluan mendesak untuk segera mengesahkan RUU Keinsinyuran agar peraturan mengenai profesi insinyur lebih memiliki kualifikasi dibanding sebelumnya yang belum ada UU yang mengaturnya. 2. Koordinasi pemerintah dalam hal pendidikan agar kuantitas dan kualitas sarjana Executive Summary 6
teknik bisa meningkat, seiring peningkatan kualitas perguruan tinggi penyelenggara pendidikan teknik. 3. Kebijakan pemerintah untuk tidak berorientasi pada penjualan hasil mentah atas sumber daya alam yang diperoleh dari bumi Indonesia tujuan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi sarjana teknik. 4. Perlu adanya insentif dari pemerintah kepada profesi insinyur yang telah memperoleh sertifikat ASEAN. Sebab jika insinyur telah memperoleh sertifikat ASEAN namun tidak ada penghargaan lebih atau insentif dari pemerintah, maka dorongan bagi insinyur untuk mengambil sertifikasi ASEAN tidak akan terwujud. Arsitektur 1. Menyesuaikan durasi pendidikan arsitektur nasional supaya kompatibel standar ASEAN. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan arsitektur. 3. Memberikan persyaratan tambahan dalam praktik arsitektur lintas negara ASEAN seperti regulasi tentang kandungan lokal dalam setiap karya yang dihasilkan sesuai karakter khas budaya yang ada di wilayah Indonesia. 4. Mempromosikan budaya nasional yang beridentitas, termasuk dalam pilihan gaya arsitekturtur. Perawat 1. Mengkaji kembali beberapa kebijakan di sector jasa keperawatan terkait misalnya definisi tentang profesi perawat, proses sertifikasi yang tumpang tindih, dan jenjang kependidikan keperawatan. Regulasi Pendidikan Perawat terutama pada jalur pendidikan vokasi masih terdapat kebijakan ganda antara Kemenkes dan Kemendiknas. 2. Menyiapkan skenario atau perencanaan penempatan tanaga perawat Indonesia secara strategis. Hal ini perlu dilakukan mengingat persoalan kebutuhan tenaga perawat juga menjadi persoalan domestik. Strategi untuk menyelaraskan antara kepentingan domestic dan komitmen pasar bebas yang sudah disepakati mendesak untuk segera dilakukan. 3. Mengupayakan agar RUU keperawatan dapat segera disahkan, sehingga dapat berfungsi sebagai badan regulator keperawatan yang Executive Summary 7
mandiri di Indonesia untuk menata sistem kredensial bagi perawat. Dokter 1. Perlunya meningkatkan daya saing tenaga dokter Indonesia melalui peningkatan standar kompetensi, sambil mengupayakan untuk mengejar kseragaman kompetensi bersama di antara negara-negara ASEAN. 2. Mereview secara rutin standar kompetensi yang sudah dibuat untuk bisa mengikuti perkembangan standar kompetensi di negara lainnya; 3. Memperbanyak jumlah dokter cara memperbanyak institusi pendidikan kedokteran. Selain itu, perlu memetakan kembali distribusi dokter dan intitusi kedokteran yang selama ini bertumpuk di Pulau Jawa. 4. Memperkuat infrastruktur pendukung dalam hal ini teknologi kedokteran dan institusi pendidikan kedokteran yang memadai. 5. Terkait praktek dokter asing, pemerintah perlu memikirkan untuk menggunakan celah dalam MRA untuk memposisikan dokter Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan dokter asing, misalnya melalui persyaratan penguasaan bahasa setempat. Dokter Gigi 1. Memperkuat koordinasi antara PDGI, Kementrian Kesehatan, dan KKI Kementrian Perdagangan melalui pelibatan perwakilan dari dokter gigi di dalam prosesproses yang berkaitan liberalisasi sektor jasa ASEAN. 2. Meningkatkan kualitas dan jumlah lembaga pendidikan tinggi yang menyediakan program pendidikan kedokteran gigi mempertimbangkan distribusi wilayah. 3. Menegaskan bahwa sektor kesehatan, termasuk kesehatan gigi, bukanlah semata-mata bersifat ekonomi. Ia harus dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi pembangunan manusia sehingga harus ada perhatian khusus untuk menjamin bahwa liberalisasi tidak akan memberikan dampak negatif pada masyarakat. Profesional Pariwisata 1. Harmonisasi tata kelola kepariwisataan di Indonesia, misalnya membentuk layanan satu pintu untuk lisensi/perizinan di level nasional melibatkan pemerintah daerah. Executive Summary 8
2. Para profesional pariwisata Indonesia sebenarnya berpeluang meningkatkan daya saing mereka jika mereka mampu memanfaatkan infrastruktur pariwisata dan pendukung pariwisata di negara lain baik, seperti misalnya membuka bisnis pariwisata di Singapura atau Malaysia yang peringkatnya lebih baik, lalu diintegrasikan pariwisata Indonesia (misalnya: Paket Wisata ASEAN). Untuk itu, perlu dukungan pemerintah untuk memetakan peluang di sektor ini di berbagai negara ASEAN yang lain. 3. Perbaikan infrastruktur pariwisata dan infrastruktur pendukung seperti infrastruktur transportasi darat dan udara. 4. Mendorong tenaga profesional pariwisata di Indonesia untuk memiliki sertifikasi. Karena banyak pelakunya saat ini masih tidak memandang hal tersebut penting, pemerintah harus proaktif tidak menunggu para profesional ini datang untuk diuji. Pemerintah bisa mendatangi tempat-tempat di mana banyak profesional ini berkumpul dan melakukan proses sertifikasi di tempat tersebut (semacam Sertifikasi Profesional Pariwisata Keliling ). Surveying Akuntansi 1. Memperjelas koordinasi intra-sektor. 2. Menetapkan asosiasi yang memiliki legitimasi penuh sebagai asosiasi profesi di tingkat nasional. 3. Dalam hal pemanfaatan sumber daya manusia, penyerapan lulusan perguruan tinggi atas sederajat dalam bidang kebumian, geografi, geologi, dan sejenisnya perlu ditingkatkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas. 1. Menyempurnakan sistem pendidikan profesional akuntan melakukan beberapa perubahan dalam regulasi (misal: akuntan sebagai profesi, tidak sekedar gelar ). Contoh lainnya adalah mendorong penerapan Chartered Accountant. 2. Konvergensi IFRS harus dilakukan cermat sesuai kebutuhan nasional. 3. Berkaitan nilai strategis suatu sektor, perlu ada pembatasan bahwa hanya akuntan Indonesialah yang dapat terlibat di dalam pelayanan jasa akuntansi di sektor tersebut. Sebagai contoh, lembaga pemerintah di tingkat Executive Summary 9
pusat maupun daerah seharusnya diaudit oleh KAP Indonesia. 4. Melakukan pemetaan potensi pasar jasa akuntan di dalam negeri dan di negara-negara ASEAN yang lain. 5. Membangun komunikasi dan koordinasi masyarakat profesional yang lain untuk saling mendorong daya saing Indonesia di masingmasing sektor. Sebagai contoh, IAI dapat membantu rumah sakit di Indonesia menjadi lebih baik secara manajemen sehingga dapat bersaing rumah sakit di Malaysia atau Singapura. Untuk itu, ada usulan untuk membangun Masyarakat Profesional Indonesia. Executive Summary 10