1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan mencipta dan melahirkan karyakarya intelektual dengan spektrum yang sangat luas, dan manusia bersedia meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya dilindungi hukum yang berlaku. Cabang ilmu hukum yang mempelajari hak atas kekayaan yang lahir dari kemampuan intelektual manusia disebut Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Di Indonesia pada saat ini perlindungan hukum yang diberikan Negara yang terkait dengan HAKI didasarkan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Di Indonesia pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI sesungguhnya tidak didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan dari mayoritas penduduknya sendiri, tetapi lebih didasarkan untuk menyesuaikan diri terhadap kecenderungan perdagangan global. Dalam era global tersebut, negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak memiliki pilihan selain mengakomodasikan
2 kepentingan negara-negara industri yang telah memberikan banyak bantuan kepada negara-negara berkembang. 1 Di samping peraturan perundang-undangan nasional, selain ratifikasi GATT 1994, Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi atau traktat internasional antara lain Konvensi Paris yang diratifikasi melalui Keppres No. 15 Tahun 1997, Patent Cooperation Treaty yang diratifikasi melalui Keppres No. 16 Tahun 1997, Trade Mark Law Treaty yang diratifikasi melalui Keppres No. 17 Tahun 1997, Konvensi Bern yang diratifikasi melalui Keppres No. 18 Tahun 1997 serta WIPO Copyrights Treaty yang diratifikasi melalui Keppres No. 19 Tahun 1997. Perlindungan HAKI yang kuat selain memberikan kepastian hukum juga akan memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. 2 Mengingat luasnya bidang kajian HAKI, maka penulis tertarik untuk mempelajari dan meneliti bidang yang lebih spesifik lagi, yaitu kajian khusus tentang Indikasi Geografis (IG) produk beras lokal dari Kabupaten Cianjur yang dinamakan beras Pandanwangi atau sebagian besar masyarakat menyebutnya beras Pandanwangi Cianjur. IG diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tetapi tidak diatur secara rinci pengaturannya. Kemudian Pemerintah membuat aturan yang lebih rinci tentang IG yaitu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. 1 Sardjono, Agus, Membumikan HKI di Indonesia, CV. Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hlm. 15. 2 Purba, Afrillyanna, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspressi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi, PT. Alumni, Bandung, 2012, hlm. 74.
3 Mengingat IG diatur dalam Undang-undang tentang Merek, maka IG dianggap sebagai bagian dari HAKI yang harus dilindungi. Tidak semua beras yang berasal dari Cianjur adalah beras lokal yang merupakan beras unggulan, sebagian besar beras yang dihasilkan adalah beras non lokal (IR-64). Di Indonesia kajian tentang IG masih sangat terbatas, terutama kajian IG mengenai produk-produk petanian di tanah air yang mempunyai ciri khas dan keunikan tertentu. Beberapa produk yang telah memperoleh perlindungan hukum IG dari Pemerintah yaitu: 3 Kopi Arabika Kintamani Bali, Champagne (Perancis), Mebel Ukir Jepara, Lada Putih Muntok, Kopi Arabika Gayo, Pisco (Peru), Tembakau Hitam Sumedang, Tembakau Mole Sumedang, Parmigiano Reggiano (Itali), Susu Kuda Sumbawa, Kangkung Lombok, Madu Sumbawa, Beras Adan Krayan, Kopi Arabika Flores Bajawa, Purwaceng Dieng, Carica Dieng, Vanili Kepulauan Alor, Kopi Arabika Kalosi Enrekang, Ubi Cilembu Sumedang, Salak Pondoh Sleman Jogja. Penulis berpendapat perlindungan hukum yang diberikan Negara terhadap potensi IG yang ada di Indonesia masih sangat kecil, sampai dengan akhir bulan Juni 2013 hanya 17 produk yang memperoleh Sertifikat IG dari berbagai daerah di Indonesia, padahal masih banyak produk lainnya yang berpotensi IG di wilayah Indonesia yang dapat mendorong perekonomian daerah. IG diatur dalam Undangundang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG. Pada saat ini beras Pandan Wangi belum mendapat perlindungan hukum dari Pemerintah (belum memperoleh Sertifikat IG). 3 Indikasi Geografis Terdaftar, http://www.dgip.go.id/images/aldech-images/pdf-files/ig-terdaftar.pdf. Diunduh tanggal 22 September 2013.
4 Penulis berpendapat bahwa beras Pandanwangi merupakan produk berpotensi IG yang perlu mendapat perlindungan hukum, karena hanya bisa tumbuh dengan kualitas baik bila ditanam di Kabupaten Cianjur saja. Dalam praktiknya, Pemerintah akan memberikan perlindungan hukum terhadap IG, apabila telah melakukan pendaftaran. Pendaftaran dilakukan untuk menjamin adanya kepastian hukum atas produk yang akan dilindungi. Dengan adanya perlindungan hukum, diharapkan masyarakat yang memproduksi padi atau beras Pandanwangi akan lebih dilindungi dari kegiatan pemalsuan beras, disamping akan memberikan ketenaran produk, juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah yang memperoleh perlindungan IG. Jadi, apabila produk yang memiliki potensi IG tersebut belum didaftarkan, maka Pemerintah tidak akan memberikan perlindungan hukum terhadap produk tersebut. Jadi disini peranan pendaftaran penting untuk dilakukan. Namun dalam praktiknya sebagian besar masyarakat Indonesia awam atau tidak mengetahui bahwa produk-produk tersebut perlu didaftarkan agar mendapat perlindungan hukum IG. Selain itu masyarakat tidak mengetahui bahwa perlindungan hukum terhadap produk-produk yang memiliki potensi IG tidak dapat dilakukan secara otomatis. Kurangnya sosialisasi terhadap peraturan yang terkait dengan IG menyebabkan masyarakat tidak atau kurang memahami terhadap peraturan ini, sehingga banyak produk-produk yang berpotensi IG tidak didaftarkan. Selain membahas kajian terhadap aspek hukum, penulis juga akan membahas pentingnya perlindungan hukum IG terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah atau daerah. Suatu daerah yang memiliki potensi IG cenderung
5 memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan daerah yang tidak memilikinya. Produk tersebut akan memberikan nilai tambah (value added) yang tinggi sehingga akan memutar roda perekonomian atau efek berganda (multiplier effect) di daerah tersebut, terutama peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja, perluasan sektor usaha, dan pengembangan wisata. Apabila produk tersebut tidak dilindungi secara hukum, maka produk tersebut akan mudah ditiru atau dipalsukan, sehingga merugikan produsen atau pedagang atau konsumen produk tersebut. Berbeda dengan merek yang kepemilikannya dimiliki oleh individu atau perusahaan tertentu, IG dimiliki oleh masyarakat di suatu daerah tertentu. Jadi kepemilikannya dimiliki oleh banyak orang (kolektif) di suatu daerah tertentu, yang karena keunikan atau kekhasannya yang dipengaruhi oleh faktor manusia atau faktor alam atau kombinasi keduanya yang hanya ada atau tersedia di daerah tertentu saja dan tidak bisa diperoleh atau tumbuh di daerah lain dengan kualitas produk yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik meneliti dan mengkaji perlindungan hukum terhadap produk beras Pandanwangi di Kabupaten Cianjur, karena produk beras Pandanwangi memiliki keunikan tersendiri, seperti rasanya enak dan pulen. Ciri yang unik dari beras Pandanwangi adalah harumnya wangi pandan dan bentuknya agak bulat. Produk beras yang enak ini sangat rentan terhadap pemalsuan dan penipuan, sehingga perlu diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum berupa pemberian sertifikat IG telah diberikan kepada produk beras Adan Krayan, sedangkan beras Pandanwangi sampai saat ini belum
6 memperoleh perlindungan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menganggap perlunya diadakan penelitian dan kajian mengenai potensi IG beras Pandanwangi ditinjau dari aspek hukum dan aspek ekonomi, sehingga kekayaan alam bangsa Indonesia ini dapat diberikan perlindungan hukum di masa mendatang dan dapat dilestarikan dengan baik. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pokok permasalahan yang diajukan dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap potensi IG produk padi/beras Pandanwangi yang telah dilakukan selama ini dan apa-apa saja kendala yang ditemukan dan bagaimana mengatasi kendala tersebut? 2. Apakah beras Pandanwangi yang diproduksi dari Kabupaten Cianjur layak memperoleh perlindungan hukum IG? 3. Apakah masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur menginginkan adanya perlindungan IG supaya pendapatan semakin meningkat di masa depan? 4. Apakah masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur memahami Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG? 5. Apakah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG mengandung kelemahan dalam implementasinya?
7 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya perlindungan hukum IG produk padi/beras Pandanwangi yang telah dilakukan, kendala yang ditemukan, dan cara mengatasi kendala tersebut; 2. Untuk mengetahui kemungkinan beras Pandanwangi yang diproduksi dari Kabupaten Cianjur untuk memperoleh perlindungan IG; 3. Untuk mengetahui keinginan masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur atas perlindungan IG supaya pendapatan meningkat di masa depan; 4. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG; dan 5. Untuk mengetahui kelemahan dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Untuk memberikan konstribusi pemikiran bagi kepentingan dunia ilmiah dan akademis, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan dunia hukum. 2. Untuk memberikan konstribusi bagi masyarakat yang memiliki produkroduk berpotensi IG, dunia bisnis, perbankan, dan Pemerintah Daerah
8 Kabupaten Cianjur agar selalu berupaya melindungi dan mengembangkan beras Pandanwangi yang merupakan beras unggulan dari daerah setempat. 3. Untuk memberikan konstribusi bagi Pemerintah Pusat dan atau Dewan Perwakilan Rakyat untuk selalu menyempurnakan Undang-Undang dan / atau Peraturan Pemerintah yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap IG; dan 4. Untuk memberikan konstribusi bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI untuk bekerja dengan cepat dan tepat, serta aktif memberikan sosialisasi peraturan-peraturan HAKI, khususnya tentang IG kepada masyarakat di berbagai daerah yang memiliki produk-produk berpotensi IG. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini, selama yang penulis ketahui belum pernah diteliti dan ditulis dalam Program S1 maupun S2. Penelitian tesis ini berbeda dengan penelitian terdahulu, karena penelitian ini selain menggunakan pendekatan yuridis normatif juga menggunakan pendekatan yuridis empiris atau yuridis sosiologis terutama meneliti implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang IG terhadap perilaku masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi serta upaya-upaya yang telah dilakukan Pemda Cianjur selama ini. Penelitian ini dititik beratkan pada kajian aspek hukum, aspek sosiologi, dan aspek ekonomi yang dikaitkan dengan masalah perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis beras Pandanwangi di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pada saat ini beras Pandanwangi belum memperoleh perlindungan
9 hukum, sehingga menarik untuk dikaji upaya-upaya yang telah dan yang akan dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, serta kendala-kendala yang dihadapi untuk memperoleh perlindungan IG. Perbedaan utama antara penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian yang berbeda (Kabupaten Cianjur), produk yang akan dilindungi berbeda (Pandanwangi), perumusan masalahnya berbeda, dan metodologinya juga berbeda (menggunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris/sosiologis). Selain itu perbedaan lainnya dengan peneliti terdahulu adalah penelitian ini tidak hanya mengkaji dari aspek hukum saja, tetapi juga dari aspek non hukum yaitu aspek ekonomi dan aspek sosiologi. Meskipun berbeda, terdapat persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama mengkhususkan terhadap penelitian perlindungan hukum di suatu wilayah yang memiliki potensi IG. Kelebihan tesis ini dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini selain menggunakan metode penelitian yuridis normatif, juga menggunakan metode yuridis empiris/sosiologis dalam mengkaji perlunya perlindungan hukum beras Pandanwangi di Kabupaten Cianjur. Mengingat produk-produk berpotensi IG di Indonesia sangat banyak, penulis memilih produk beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur sebagai obyek penelitian IG karena selain beras ini belum dilindungi IG, penelitian perlindungan IG terhadap beras Pandanwangi masih sedikit, padahal beras ini termasuk salah satu produk unggulan dari Provinsi Jawa Barat yang perlu dilindungi secara hukum. Penulis berupaya menjawab permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi masyarakat atau Pemerintah Daerah Cianjur terkait dengan belum dapat
10 dilindunginya beras Pandan Wangi, serta upaya-upaya yang telah dilakukan sampai saat ini. Penelitian ini bermaksud mengetahui apakah masyarakat penghasil padi/beras Pandanwangi menginginkan adanya perlindungan dan memahami perlindungan IG? Penelitian ini juga untuk menjawab apakah beras Pandanwangi layak untuk dilindungi IG? Hal-hal inilah yang belum terjawab sampai saat ini mengapa beras Pandanwangi belum dilindungi IG, padahal beras Pandanwangi merupakan padi/beras unggulan yang berpotensi IG yang berasal dari kekayaan alam bangsa Indonesia. Beberapa judul penelitian IG terdahulu yang penulis ketahui, umumnya menggunakan metodologi pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan beberapa penelitian studi hukum terdahulu yang pernah di lakukan, belum ada penelitian yang sama dengan apa yang akan penulis teliti, baik dari lokasinya (Kabupaten Cianjur), produknya (Pandanwangi) maupun metodologinya (menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis sosiologis). Penelitian yang penulis lakukan mengacu pada penelitian terdahulu, misalnya penelitian IG oleh Widyasari, Hidayat, dan Gabor. Masing-masing peneliti terdahulu memiliki perumusan masalah dan kesimpulan yang berbeda-beda. Namun belum ada peneliti yang mengkaji perlindungan IG terhadap beras Pandanwangi dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Mengapa sampai saat Pemerintah belum memberikan perlindungan IG beras Pandanwangi? Pertanyaan inilah yang harus dijawab dalam penelitian ini.
11 Penelitian terdahulu oleh Widyasari dengan rumusan masalah: 4 a. Bagaimana perlindungan hukum IG terhadap hasil kekayaan alam masyarakat daerah di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG? b. Bagaimanakah akibat hukum dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 tentang IG bagi petani kopi arabika Kintamani? Penelitian tersebut diatas menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 5 a. Perlindungan hukum terhadap pelaksanaan IG berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang IG dapat dikatakan memadai dan memenuhi segala kebutuhan masyarakat daerah dalam melakukan pendaftaran IG. Walaupun di dalam pelaksanaan pasal-pasal tersebut masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Sumber daya manusia yang bersangkutan belum mampu untuk menangkap dan memahami mengapa tahap-tahap pendaftaran produk IG harus melalui waktu yang cukup lama dan berbeli-belit. Pemberdayaan sumber daya manusia sangatlah diperlukan untuk memberikan pengertian akan pentingnya perlindungan hukum atas IG. 4 Widyasari, Anak Agung Ayu Ari, Optimalisasi Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Terhadap Hasil Kekayaan Alam Masyarakat Daerah Kintamani Kabupaten Bangli Propinsi Bali, Tesis MKn Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok 2012, hlm. 15. 5 Widyasari, Anak Agung Ayu Ari, Ibid, hlm. 104.
12 b. Akibat hukum dengan terdaftarnya produk IG Kopi Arabika Kintamani, terdapat perlindungan hukum dalam proses pemasaran produk tersebut serta kenaikan citra dan kualitas produk IG Kopi Arabika Kintamani. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian penduduk setempat yang sebagian besar terdiri atas petani Kopi Arabika Kintamani. Penelitian selanjutnya oleh Hidayat dengan rumusan masalah: 6 a. Bagaimanakah perlindungan hukum tentang IG di Indonesia? b. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mendorong tumbuhnya perlindungan IG terhadap produk potensi IG di Indonesia? Penelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 7 a. Dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, ketentuan mengenai IG terkesan bahwa IG merupakan bagian dari merek. Padahal merek dan IG berbeda. Hal ini menjadi kendala dalam memberikan perlindungan IG terhadap produk potensi IG. Mengingat ketentuan tentang IG bergabung dengan ketentuan merek dan hanya terdiri dari beberapa pasal saja, maka membuat ketentuan yang ada tentang IG menjadi tidak jelas. IG dan merek berbeda, sehingga terjadi pertentangan dalam pasal-pasalnya. Dalam Peraturan Pemerintah tentang IG hanya mengulang ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Merek. Selain itu ketentuan mengenai tata cara pendaftaran, juga rumit dan memakan waktu lama, sehingga selama ketentuan IG masih 6 Hidayat, Fitri, Perlindungan Indikasi Geografis Terhadap Produk Potensi Indikasi Geografis di Indonesia. Tesis MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hlm. 96-97. 7 Hidayat, Fitri, Ibid, hlm 96-97.
13 bergabung dengan Undang-undang Merek, maka ketentuan tersebut tidak bisa melindungi produk-produk potensi IG di Indonesia. b. Upaya hukum yang dapat dilakukan Pemerintah yaitu dengan membuat Undang-Undang tentang IG secara terpisah atau berdiri sendiri. Karena selama ini ketentuan IG masih bergabung dengan UU Merek. Padahal IG dengan Merek berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya pertentangan dalam pasal-pasalnya. Selanjutnya perlu dibentuk Direktorat Indikasi Geografis yang selama ini pengurusan IG ditangani Direktorat Merek Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI. Direktorat ini diharapkan tidak hanya menunggu masyarakat mendaftarkan produk berpotensi IG saja, tetapi juga bertugas menginventarisasi produk-produk potensi IG di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu Pemerintah Daerah diharapkan aktif menginventarisasi produk berpotensi IG di daerahnya, kemudian membentuk peraturan daerah mengenai produk IG di daerahnya. Penelitian oleh Gabor dengan rumusan masalah: 8 a. Mengapa pengaturan IG di Indonesia yang telah memenuhi standar internasional dan telah diberlakukan lebih dari 4 (empat) tahun belum juga berhasil dalam implementasinya? 8 Gabor, Mariana Molnar, Efektivitas Perlindungan Hukum Indikasi Geografis di Indonesia, Tesis MH Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2012, hlm. 9.
14 b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan perlindungan hukum IG di Indonesia? c. Langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap IG di Indonesia secara efektif? Penelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 9 a. Pengaturan IG di Indonesia telah memenuhi standar internasional dan telah diberlakukan selama lebih dari 4 (empat) tahun, namun hingga saat ini baru terdaftar 14 (empat belas) IG, oleh karena itu dapat dikatakan belum efektif. Alasan utama yang menyebabkan tidak efektif nya IG adalah karena IG yang bersifat komunal diatur dalam UU Merek yang bersifat individual. b. Efektivitas perlindungan IG di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor hukum maupun non-hukum. Faktor hukum adalah peraturan perundangundangan yang mengatur perlindungan IG itu sendiri yang saat ini terbukti tidak sesuai dan tidak memadai. Sedangkan faktor-faktor non hukum adalah cara masyarakat mempersepsikan konsep dan kepentingan perlindungan IG, kesempatan serta kemampuan untuk melaksanakan IG, serta komunikasi dan proses yang memberikan akses dan kemampuan kepada mereka untuk memperoleh perlindungan IG. c. Langkah yang perlu diambil untuk perlindungan hukum IG di Indonesia yang efektif adalah mengeluarkan pengaturan IG dari UU Merek, dan mengaturnya secara tersendiri (sui generis) dengan memperhatikan faktor-faktor\ yang 9 Gabor, Mariana Molnar, Ibid, hlm 193.
15 mempengaruhi efektivitas pelaksanaannya. Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian tersebut diatas, masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini belum pernah terpecahkan oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu belum menjawab mengapa beras Pandanwangi sampai saat ini belum dilindungi IG oleh Pemerintah? Menurut pengamatan penulis, cukup banyak produk yang berpotensi IG yang dapat menjadi obyek penelitian IG di Indonesia, baik yang dipengaruhi karena faktor alam, maupun yang dipengaruhi faktor manusia. Penelitian terhadap produk yang berpotensi IG tersebut perlu secara rutin dilakukan agar pengambil keputusan di tingkat Kemeterian Hukum dan HAM RI bisa lebih memahami dan meyakini bahwa produk yang akan dilindungi memang layak diberikan sertifikat IG. Dari 20 sertifikat IG yang diberikan Kementerian Hukum dan HAM RI, baru 17 sertifikat IG yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia, sedangkan sisanya 3 sertifikat IG diberikan kepada Perancis, Peru, dan Italia. Perlidungan IG terhadap produk yang berpotensi IG perlu diberikan supaya ada kepastian hukum bagi produsen dan konsumen, disamping juga akan mengangkat perekonomian wilayah yang dilindungi. Menurut penulis, perlindungan IG yang diberikan Pemerintah bersifat hanya bilateral artinya hanya berlaku di wilayah Indonesia saja. Perlindungan IG yang diberikan tidak bersifat multilateral artinya Pemerintah tidak menjamin perlindungan diluar wilayah hukum Indonesia. Negara-negara asing apabila tidak diperjanjikan dengan Indonesia bisa menggunakan IG yang telah dilindungi Pemerintah.