1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen ke salah satu bagian myocardium tidak adekuat. Hal ini sering terjadi saat terjadi imbalansi antara oksigen supply and demand pada myocardium. Penyebab utama hal ini yang paling sering adalah karena terjadinya aterosklerosis pada arteri koronaria (European Society of Cardiology, 2006). Penyakit jantung iskemik menyebabkan lebih banyak kematian dan biaya yang dikeluarkan di negara negara berkembang. Penyakit jantung iskemik adalah kondisi yang serius, seringkali kronis, dan mengancam jiwa. Di Amerika Serikat, 13 juta orang memiliki penyakit jantung iskemik, lebih dari 6 juta memiliki angina pektoris stabil, dan lebih dari 7 juta dengan infark miokard. Diet tinggi lemak dan kalori, merokok, dan gaya hidup yang sedentarysangat berkaitan dengan terjadinya penyakit
2 jantung iskemik ini. Di Amerika dan Eropa, penyakit jantung iskemik lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah daripada kelompok masyarakat dengan tingkat penghasilan menengah ke atas (yang melakukan gaya hidup sehat) (European Society of Cardiology, 2006). Obesitas, resistensi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan kejadian dan merupakan faktor risiko yang kuat untuk penyakit jantung iskemik. Dengan banyaknya urbanisasi di negara berkembang, prevalensi dari faktor risikopenyakit jantung iskemik meningkat tajam di daerah dengan penghasilan menengah ke bawah. Hal ini terjadi pada masyarakat di negara negara Asia Selatan terutama India. Melihat banyaknya insidensi penyakit jantung iskemik di seluruh dunia, penyakit jantung iskemik diprediksi akan menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia pada tahun 2020 (European Society of Cardiology, 2006). Penyakit Jantung Koroner merupakan jenis penyakit yang menjadi masalah penting baik di negara maju ataupun berkembang. Di Indonesia, angka kematian akibat PJK sangat tinggi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah
3 Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 persen. Pada 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 persen. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di tanah air. Biomarker memegang peranan penting dalam memberikan penilaian awal risiko pasien secara keseluruhan, membantu dalam mengindentifikasi pengelolaan diagnosis dan terapi yang memadai untuk setiap pasien dan mencegah kejadian baru (Loria et al., 2008). Diantara biomarker potensial, biomarker inflammasi paling banyak digunakan. Proses tersebut mengarah pada ruptur plak yang melibatkan mekanisme inflammasi, termasuk disfungsi endotel, migrasi leukosit, degradasi matriks ekstraselular, dan aktivasi platelet (Armstrong et al., 2006). Protein Serum Amyloid (SAA) merupakan protein fase akut yang muncul dalam plasma dalam menanggapi berbagai rangsangan, termasuk suntikan endotoksin bakteri, trauma, dan radangakut dan kronis. Dalam plasma, SAA beredar sebagai komponen High Density Lipoprotein(HDL)(Clifton et al., 1985).
4 Serum Amyloid A (SAA) terdiri dari protein fase akut yang diproduksi sebagai respon inflammasi akut maupun kronis yang kadarnya bisa meningkat 1000 kali lipat. Fungsi ini masih belum jelas, tapi beberapa bukti menunjukkan SAA memainkan peran dalam patofisiologi atherosclerosis. Pertama, SAA ditemukan sebagai apolipoprotein pada partikel HDL dan mungkin berperan dalam modifikasi akut transportasi kolesterol pada stress fisiologis. Kedua telah terbukti chemotactic untuk monocyte. Ketiga, SAA ditemukan di lesi atherosclerotic manusia maupun tikus dan SAA diproduksi oleh sel-sel dinding arteri. Proses patofisiologi yang mendasari perkembangan early atherosclerotic lesions memiliki kesamaan dengan proses inflamasi (monocyte-endhothelial adhesion, transendothelial migration, activation, and production of inflammatory cytokines). Selain itu, transisi dari chronic stable atherosclerotic CAD menjadi sindroma koroner akut berhubungan dengan peningkatan aktivitas inflamasi dalam plak, terlihat dari peningkatan C-reactive protein dan SAA (Fyfe et al., 1997). Inflamasi sistemik pada pasien angina stabil dan sindroma koroner akutakan bermanifestasi pada kadar SAA
5 yang meningkat, memacu destabilisasi plak aterosklerosis dan mempunyai efek langsung terhadap aterogenesis (Johnson et al, 2004). Berdasarkan latar belakang itulah peneliti melakukan penelitian tentang profil kadar Serum Amyloid A pada subyek dengan angina pektoris stabil di RSUP Dr. Sradjito Yogyakarta. 2. Perumusan Masalah a) Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang cukup tinggi prevalensinya, sehingga diharapkan adanya parameter laboratorium untuk mendeteksi terjadinya proses kronis ini secara dini. b) Peran SAA dalam kejadian SKA masih memerlukan penelitian lebih lanjut. 3. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah profil Serum Amyloid A (SAA)pada pasien angina pektoris stabil di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta?
6 4. TujuanPenelitian a. Tujuan Umum : Untuk mengetahui profil Serum Amyloid A pada pasien angina pektoris stabil di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta b. Tujuan Khusus i. Mencari korelasi antara kadar SAA dengan indikator laboratorium lainnya. ii. Mencari keterkaitan antara kadar SAA dengan faktor risiko aterosklerosis. 5. Manfaat Penelitian Adapu manfaat dilakukannya penelitian ini adalah : Bagi klinisi, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan deteksi dini pada pasien penyakit jantung iskemik dengan manifestasi klinis angina pektoris stabil Bagi pasien dapat mengetahui sejak awal dan melakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah progresi aterosklerosis. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, memberikan pengalaman yang
7 bermakna, serta berguna bagi kemajuan ilmu bidang kedokteran di Indonesia. 6. Keaslian Penelitian Penelitian tentang SAA sebagai prediktor dari penyakit jantung koroner pernah dilakukan oleh Johnson et al. pada tahun 2004 yang dimuat dalam Circulation : Journal of The American Heart Association, tentang SAA sebagai prediktor awal dari angka kejadian penyakit jantung koroner dan kejadian kardiovaskular lainnya. Penelitian ini juga mengaitkan kadar SAA dengan beberapa parameter kimia klinis serta faktor faktor risiko pada penyakit jantung koroner. Pada tahun 2004, Ogasawara et al. melakukan penelitian kepada subyek dengan angina pektoris stabil, terkait kadar kompleks SAA/LDL sebagai indikator prognostik. Didasarkan pada ketidakjelasan level dari marker kimia laboratorium ini pada pasien dengan angina pektoris stabil. Didapatkan kesimpulan bahwa kompleks LDL/SAA bisa menginterpretasikan intravascular inflamation dan bisa menjadi marker yang lebih sensitive daripada SAA dan CRP secara tunggal.
8 Pada penelitian ini mencari profil Serum Amyloid A pada pasien dengan angina pektoris stabil di RSUP Dr Sardjito.