PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras pada tahun 2006 mencapai 54.4 juta ton GKG, diproyeksikan masih akan terus meningkat hingga mencapai 65.9 juta ton GKG pada tahun 2025. Jika peningkatan kebutuhan beras tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai, maka Indonesia diproyeksikan akan mengalami defisit beras pada dua dekade mendatang (DEPTAN 2005; FAOSTAT 2007 ). Upaya peningkatan produksi melalui perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk mengembangkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda. Pengembangan tipe varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan kondisi ekosistem tersebut berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah nasional seperti dilaporkan BPS (2000). Berhasil tidaknya pengembangan varietas unggul pada usahatani padi ditentukan oleh mau tidaknya petani mengadopsi teknologi tersebut (Pranadji 1984). Menurut Roesmarkan et al. (2002), bahwa pemilihan varietas padi oleh petani pada umumnya berdasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu (1) berdaya hasil tinggi (2) rasa nasi enak sesuai dengan keinginan petani dan permintaan pasar (3) tahan terhadap hama dan penyakit, serta (4) mampu beradaptasi dengan baik di lokasi setempat. Varietas unggul padi akan diadopsi petani jika varietas tersebut menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumberdaya lahan yang terbatas. Tujuan akhir dari adopsi varietas unggul tersebut adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka ketahanan pangan nasional adalah dengan mengembangkan padi tipe baru (PTB). Padi tipe baru dicirikan oleh batang yang kokoh, malai yang panjang dan lebat 1
jumlah anakan produktif 10-12 dan daun yang lebar berwarna hijau tua. Hal ini memungkinkan tanaman mampu memberikan hasil 30-50% lebih tinggi dari varitas unggul nasional yang ada sekarang. Padi tipe baru dirancang agar fotosintat didistribusikan secara lebih efektif ke malai/gabah. Untuk itu ciri dari PTB yang dikehendaki adalah tinggi tanaman 80-100 cm, batang kuat, jumlah anakan 8-10 (semua bermalai), daun tegak, lebar, tebal dan berwarna hijau tua, malai panjang (jumlah gabah 200-250/malai), umur 100-130 hari, tahan terhadap hama/penyakit utama (Peng et al. 1998). Penelitian di Sukamandi menunjukkan beberapa varietas seperti PTB Fatmawati, semi PTB Gilirang, VUB Ciherang, serta varietas hibrida Maro dan Rokan memberi hasil berturut-turut 24.1%, 15.6%, 1.7%, 14.1%, dan 13.5 % lebih tinggi dibandingkan dengan IR-64 (6.6 ton/ha). Sementara di petak demonstrasi pada MT 2003 di lahan petani di Takalar, Sulawesi Selatan, varietas Fatmawati, Gilirang, Ciherang, Cigeulis, Cisantana, Cimelati, dan hibrida Maro serta Rokan yang ditanam dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya Terpadu) berturut-turut memberi hasil 31.2%, 12.9%, 15.9%, 12.9%, 2.5%, 8.3%, 24.1%, dan 20.9% lebih tinggi dibandingkan dengan Ciliwung (6.8 t/ha) (Susanto et al. 2003). Varietas unggul yang telah dilepas tersebut umumnya ditujukan untuk budidaya padi pada lingkungan optimal, sehingga tidak memberikan potensi yang maksimal pada lingkungan bercekaman, termasuk lingkungan dengan cekaman suhu rendah di dataran tinggi. Pengujian beberapa VUB (Varietas Unggul Baru) dan galur PTB di dataran tinggi Toraja memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan potensi hasil varietas lokal (Limbongan 2001). Hal ini disebabkan Padi Tipe Baru (PTB) kurang mampu beradaptasi pada lahan dataran tinggi. Suhu rendah dan pemupukan nitrogen adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan kehampaan malai. Matsuo (1993) menyatakan bahwa cekaman suhu rendah meningkatkan infertilitas pada fase pembungaan dan pengisian biji. Menurut Lee (2001) cekaman suhu rendah memperpanjang fase vegetatif, menyebabkan sterilitas polen, dan menghambat pengisian biji, sehingga umur tanaman menjadi lebih panjang dan persentase gabah hampa per malai lebih tinggi. Suhu rendah selama perkembangan malai 2
pada padi meningkatkan kehampaan malai. Efek suhu rendah tersebut diperburuk oleh aplikasi N (Gunawardena et al. 2003). Ekosistem dataran tinggi ( ketinggian tempat > 700 m di atas permukaan laut) memiliki ciri khusus seperti suhu yang lebih rendah dari 20 o C dan kemiringan lahan yang lebih dari 50%. Suhu pada tergantung pada ketinggian tempat sehingga berlaku gradien suhu yaitu berkurangnya suhu 0.6 o C setiap kenaikan tinggi tempat 100 m. Topografi lahan yang miring, menyebabkan mayoritas lahan dataran tinggi dijadikan sebagai ladang, namun di beberapa tempat, dijadikan sebagai areal persawahan dengan metode terassering. Cekaman suhu rendah tidak hanya terjadi di daerah temperate namun juga pada daerah dataran tinggi (Yoshida 1981). Menurut Widjono dan Syam (1982) lahan sawah dataran tinggi di Indonesia meliputi kurang lebih 500.000 ha. Lahan ini tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Dengan varietas lokal yang berumur dalam (5 6 bulan) dan berdaya hasil rendah, penanaman padi di dataran tinggi hanya dapat dilakukan setahun sekali. Perakitan varietas padi sawah berdaya hasil tinggi dan toleran suhu rendah merupakan alternatif pemecahan masalah pada daerah dataran tinggi dengan cekaman suhu rendah. Pemuliaan padi spesifik dataran tinggi untuk memperbaiki daya hasil tinggi dan kualitas yang diinginkan tidak dapat dilakukan tanpa mengetahui kendali genetik dari sifat ketahanan suhu rendah dan pola pewarisannya. Seleksi akan memberikan respon yang optimal bila menggunakan kriteria seleksi yang tepat. Seleksi berdasarkan produksi biasanya kurang memberikan hasil optimal bila tidak didukung oleh kriteria seleksi lain berupa komponen pertumbuhan dan komponen hasil yang berkorelasi kuat dengan daya hasil. Selain itu, seleksi yang dilakukan di lokasi target akan memberikan daya adaptasi dan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan seleksi yang dilakukan di lingkungan non-target, baik dengan menggunakan indeks seleksi maupun produksi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka dilakukan studi tentang pengembangan padi sawah yang spesifik untuk 3
Selain itu, dari penelitian ini diperoleh galur-galur harapan PTB spesifik Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan varietas padi tipe baru yang spesifik untuk Tujuan Khusus Tujuan khusus serangkaian penelitian ini ialah : 1. Memperoleh informasi tentang respon genotipe padi sawah terhadap pemupukan nitrogen di dataran tinggi, 2. Memperoleh informasi tentang hubungan antara karakter adaptasi terhadap suhu rendah dengan hasil tanaman padi sawah, 3. Memperoleh informasi tentang pola pewarisan sifat adaptasi padi sawah terhadap cekaman suhu rendah, 4. Menduga efektifitas seleksi berdasarkan daya hasil dan indeks terboboti, 5. Memperoleh informasi tentang keragaan galur padi sawah pada 6. Memperoleh galur harapan unggul padi sawah spesifik ekosistem dataran tinggi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman seleksi, evaluasi galur dan perakitan varietas padi tipe baru berdaya hasil tinggi dan spesifik untuk Ruang Lingkup Penelitian Kegiatan penelitian meliputi lima tahap percobaan yaitu: (1) Respon genotipe padi sawah terhadap pemupukan nitrogen di dataran tinggi, (2) Analisis lintas komponen pertumbuhan, komponen hasil dengan hasil tanaman padi sawah, (3) Pewarisan sifat toleransi padi sawah terhadap cekaman suhu rendah, (4) Seleksi genotipe unggul berdasarkan produksi dan indeks seleksi terboboti (5) 4
Evaluasi keragaan galur pada Bagan alir disajikan pada Gambar 1. Koleksi plasmanutfah padi sawah lokal dataran tinggi dan VUB Persilangan 1. Respon genotipe terhadap pemupukan N 2. Pola hubungan antara karakter seleksi Populasi P1, P2, F1, F1 res, BCP1, BCP2 dan F2 3. Studi pewarisan sifat Selfing dan seleksi 4. Seleksi genotipe unggul berdasarkan produksi dan indeks terboboti Pengaruh tetua betina dan sebaran frekuensi Pola pewarisan sifat Pendugaan parameter genetik Uji F-ortogonal Analisis lintas Analisis regresi dan korelasi Seleksi di Bogor dan Toraja Seleksi produksi dan indeks Karakter seleksi yang sesuai Dosis N yang tepat untuk 5. Evaluasi keragaan genotipe pada Anova gabungan Parameter genetik F-ortogonal kontras Galur harapan PTB spesifik Gambar 1. Bagan alir penelitian 5