BAB I PENDAHULUAN. stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya

dokumen-dokumen yang mirip
2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

P E N U T U P P E N U T U P

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

HASIL AUDIT SOSIAL CSR MIGAS DI KABUPATEN TUBAN. Oleh FITRA JATIM, didukung oleh Yayasan TIFA

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Jawa Timur Tahun 2013 sebanyak 4,98 juta rumah tangga

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017


Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

BERITA RESMI STATISTIK

PROSPEK USAHA PETERNAKAN KAMBING MENUJU 2020

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 159 TAHUN 1980

III. Sasaran Sasaran kegiatan Olimpiade Kimia (OKI) X Nasional 2016 terdiri dari siswa-siswi tingkat SMA sederajat yang berada di seluruh Indonesia.

RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016

TABEL II.B.1. KEGIATAN ANEKA USAHA KEHUTANAN DI KABUPATEN/ KOTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

PERKIRAAN BIAYA (Rp) PENUNJUKAN LANGSUNG/ PEMBELIAN SECARA ELEKTRONIK PENGADAAN LANGSUNG

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Konferensi Pers UN 2017 Jenjang SMP UN untuk memantau, mendorong dan meningkatkan mutu pembelajaran

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 11 /KPTS/013/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BUPATI TUBAN PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

KABUPATEN / NO ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ALAMAT KANTOR KOTA. Dinas PMD Kab. Trenggalek

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA RESMI STATISTIK

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim

STIKOM SURABAYA BAB II. PROFIL PT PLN (Persero) DISTRIBUSI JAWA TIMUR. 2.1 Sejarah dan perkembangan Sejarah PLN

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Gambar 3.16 Layer Jalan Kali Jatim Gambar 3.17 Atribut Tabel Jalan Kali Gambar 3.18 Layer layanan TV Gambar 3.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan mengenai pemenuhan kebutuhan daging sapi dan stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya dalam upaya pengendalian inflasi dan dalam rangka menuju kemandirian pangan nasional. Mengamati perkembangan harga daging sapi selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa selalu mengalami kenaikan terus menerus. Bila dihitung selama lima tahun mengalami kenaikan rata-rata 15% per tahunnya dan tidak pernah sekalipun terjadi penurunan harga dari tahun sebelumnya. Berikut grafik yang bersumber dari Badan Pusat Statistik sampai tahun 2013. Sumber: bps.go.id Gambar 1.1 Tren Harga Daging Sapi Tahun 2009-2013 (Rp/kg)

2 Dalam grafik tergambar adanya pola kenaikan dan penurunan di bulan yang sama dari lima tahun terahir. Harga daging sapi rata-rata per kilogram selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu mulai dari Rp 62. 500/kg di tahun 2009, Rp 47. 461/kg di tahun 2010, Rp 71. 701/kg di tahun 2011, Rp 86. 333/kg di tahun 2012, Rp 97. 709/kg di tahun 2013. Kenaikan harga daging sapi terus berlanjut hingga saat ini. Harga daging sapi yang tinggi diantaranya disebakan karena pasokan daging produksi lokal selama ini tidak mampu memenuhi kebutuhan atau permintaan yang terus meningkat. Permintaan yang terus meningkat ditentukan faktor tingkat pendapatan, jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, semakin banyaknya jumlah penduduk kelas menengah atas, meningkatnya urbanisasi dan jumlah penduduk yang tinggal di kota, serta fenomena segmentasi pasar. Maka semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin tinggi pula permintaan terhadap komoditas dan produk-produk berbasis sapi potong (Saptana, dkk., 2014). Untuk menekan harga dan memenuhi kebutuhan daging sapi, maka Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan regulasinya mencoba mencanangkan program swasembada daging, selain juga masih melakukan impor sapi potong dan daging beku dengan tujuan dapat menutup kekurangan pasokan daging dan menstabilkan harga. Pencanangan Program swasembada daging sapi tahun 2010 dan 2014 tidak berhasil

3 ditargetkan dan harus di evalusi kembali (Saptana, dkk., 2014). Perkembangan populasi sapi potong tidak berhasil tumbuh dan berkembang seperti yang diharapakan, bahkan berdasarkan sensus ternak terakhir pada tahun 2013 terjadi penurunan populasi sapi potong. Secara nasional populasi susut sekitar 2,6 juta ekor dan untuk Jawa terdapat selisih kurang lebih mendekati 2 juta ekor, seperti dalam tabel berikut : Tabel 1.1 Pengurangan Populasi Sapi di Berbagai Pulau di Indonesia No Pulau Sensus 2011 Sensus 2013 Selisih 1. Sumatra 3.239.588 2.893.439-346.149 2. Jawa 8.467.842 6.493.681-1.974.161 3. Bali, NTB dan NTT 2.359.715 2.134.944-224.771 4. Kalimantan 479.309 439.104-40.205 5. Sulawesi 1.902.452 1.921.674 19.222 6. Maluku & Papua 277.758 285.402 7.644 Sumber: bps.go.id Dari tabel diatas dapat di ketahui bahwa penurunan populasi sapi paling banyak berada di Pulau jawa yaitu sebanyak 1.974.161, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera yang mengalami penurunan sebanyak 346.149. Hal ini lah yang menjadi salah satu pemicu ketidakstabilan harga daging sapi di Indonesia, karena Pulau Jawa yang notabene menjadi

4 pemasok sapi potong ke berbagai penjuru daerah mengalami penurunan drastis. Sementara itu secara lebih spesifik, untuk tataran regional Jawa Timur populasi sapi dan kerbau di Jawa Timur, Kepala BPS Jawa Timur Sairi Hazbullah mengatakan bahwa,: Penurunan ini termasuk penurunan terbesar. Penurunan populasi sapi dan kerbau ini memang terjadi secara nasional. Pada 2011 lalu, populasi sapi dan kerbau sejumlah 16,13 juta ekor menjadi 14,17 juta ekor. Sebagai penghasil sapi dan kerbau terbesar, penurunan populasi di Jawa Timur tertinggi di Indonesia. (Tempo, Senin 2 September 2013). Menurut Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PPSK) 2011 mencatat adanya 16,13 juta ekor. Jumlah itu menurun menjadi 14,17 juta ekor saat sensus dilakukan. Jadi dapat diketahui bahwa populasi Sapi dan kerbau di Jawa Timur menurun hingga 1,96 juta ekor. Untuk lebih jelas dapat disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1.2 Populasi Sapi di Jawa Timur Tahun 2013 No Kabupaten /Kota Populsasi Sapi (Ekor) 1 Kabupaten Pacitan 76. 546 2 Kabupaten Ponorogo 84. 751 3 Kabupaten Trenggalek 29. 906 4 Kabupaten Tulungagung 91. 789 5 Kabupaten Blitar 132. 934 6 Kabupaten Kediri 181. 727 7 Kabupaten Malang 189. 145

5 8 Kabupaten Lumajang 164. 892 9 Kabupaten Jember 217. 763 10 Kabupaten Banyuwangi 91. 384 11 Kabupaten Bondowoso 188. 740 12 Kabupaten Situbondo 159. 308 13 Kabupaten Probolinggo 239. 564 14 Kabupaten Pasuruan 92. 174 15 Kabupaten Sidoarjo 9. 458 16 Kabupaten Mojokerto 65. 843 17 Kabupaten Jombang 68. 926 18 Kabupaten Nganjuk 134. 255 19 Kabupaten Madiun 46. 500 20 Kabupaten Magetan 96. 185 21 Kabupaten Ngawi 90. 692 22 Kabupaten Bojonegoro 160. 037 23 Kabupaten Tuban 311. 359 24 Kabupaten Lamongan 96. 714 25 Kabupaten Gresik 44. 270 26 Kabupaten Bangkalan 186. 027 27 Kabupaten Sampang 180. 849 28 Kabupaten Pamekasan 149. 855 29 Kabupaten Sumenep 345. 095 30 Kota Kediri 3. 510 31 Kota Blitar 2. 689 32 Kota Malang 4. 241 33 Kota Probolinggo 8. 519

6 34 Kota Pasuruan 334 35 Kota Mojokerto 162 36 Kota Madiun 299 37 Kota Surabaya 218 38 Kota Batu 2. 437 Jumlah Total 3. 949. 097 Sumber : (http://jatim.bps.go.id) Tabel diatas menunjukkan jumlah populasi sapi di seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Timur pada tahun 2013. Penurunan populasi sapi di Jawa Timur terjadi pada tahun 2013 dengan prosentase penurunan 20, 34 % dari tahun sebelumnya. Untuk mengetahui perkembangan populasi sapi di Jawa Timur dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1.3 Perkembangan Populasi Sapi di Jawa Timur Tahun 2010-2013 No Tahun Populasi (Ekor) Perkembangan (%) 1 2010 3. 745. 453 26, 21 2 2011 4. 727. 298 3 2012 4. 957. 478 4, 86 4 2013 3. 949. 097-20, 34 Sumber : (http://jatim.bps.go.id) Menurunnya populasi sapi potong di Jawa Timur, juga tidak terlepas dari menurunnya jumlah perusahaan peternakan sapi berbadan hukum di Provinsi Jawa Timur. Selama tahun 2003-2013 mengalami penurunan sebesar -40,95% dan menurunnya jumlah peternak kecil skala rumah tangga di Jawa Timur mengalami penurunan -26, 89%. Jumlah

7 peternakan sapi yang sudah berbadan hukum di Jawa Timur 62 unit, sedangkan jumlah rumah tangga usaha peternakan di Jawa Timur sebesar 3. 339. 415 (http://jatim.bps.go.id) Sesuai dengan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah peternak sapi ditingkat rumah tangga. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa beternak sapi skala rumah tangga tidak lagi menjadi suatu kegiatan yang menarik karena tidak begitu menguntungkan. Serta fakta di lapangan menunjukkan, sebagian besar sapi potong masih dipasok oleh peternak rakyat atau peternak rumah tanga yang belum dikelola dengan baik sebagai sebuah bentuk kegiatan usaha produktif. Begitu pula di Kabupaten Tuban, berdasarkan data sensus Pertanian tahun 2013 menunjukkan adanya penurunan jumlah populasi sapi. Hal ini seperti yang di sampaikan oleh Bupati Tuban, H. Fathul Huda dalam sambutannya bahwa saat ini justru terdapat kecenderungan menurunnya populasi sapi potong di Kabupaten Tuban sebagai akibat tingginya harga sapi pada periode sebelumnya. Selain itu, banyaknya permintaan dari luar daerah membuat peternak menjual sapi mereka keluar Kabupaten Tuban. ( http://www.lensaindonesia.com, 5 Desember 2014). Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah populasi sapi di Kabupaten Tuban tahun 2013 :

8 Tabel 1.4 Populasi sapi di Kabupaten Tuban Tahun 2013 No Kecamatan Populasi Sapi (ekor) 1 Kenduruan 14. 789 2 Bangilan 12. 160 3 Senori 12. 695 4 Singgahan 9. 038 5 Montong 22. 556 6 Parengan 17. 767 7 Soko 21. 010 8 Rengel 9. 858 9 Grabagan 12. 841 10 Plumpang 8. 325 11 Widang 3. 198 12 Palang 15. 107 13 Semanding 22. 474 14 Tuban 5. 058 15 Jenu 17. 151 16 Merakurak 22. 137 17 Kerek 25. 876 18 Tambakboyo 13. 944 19 Jatirogo 20. 690 20 Bancar 24. 686 Jumlah total 311. 358 Sumber : (https://tubankab.bps.go.id) Tabel diatas menyajikan data tentang populasi sapi di seluruh Kabupaten Tuban pada Tahun 2013. Untuk melihat perkembangan populasi sapi di Kabupaten Tuban selama lima tahun yaitu mulai tahun 2009-2013, maka akan disajikan dalam tabel berikut :

9 Tabel 1.5 Perkembangan Populasi Sapi di Kabupaten Tuban Tahun 2009-2013 No Tahun Populasi (Ekor) Perkembangan (%) 1 2009 158. 060 1, 57 2 2010 160. 537 3 2011 312. 013 94, 35 4 2012 314. 810 0, 89 5 2013 311. 358-1, 09 Sumber : (https://tubankab.bps.go.id) Dalam tabel diatas menunjukkan bahwa populasi sapi di Kabupaten Tuban pada tahun 2010-2011 naik dengan cukup signifikan dengan prosentase 94, 35 %. Namun setelah tahun 2011-2012 perkembangan sangat sedikit hanya mencapai 0, 89 % dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sebanyak 1, 09 %. Penurunan jumlah populasi sapi di Kabupaten Tuban sebenarnya bukan yang tertinggi diantara lima Kabupaten utama penghasil sapi di Jawa Timur yaitu Sumenep, Tuban, Malang, Probolinggo, Jember. Tetapi karena Kabupaten Tuban merupakan daerah terpilih yang menjadi pusat pengembangan sapi potong di Jawa Timur hal tersebut menjadikan masalah tersendiri. (http://kabar24.bisnis.com, Jumat 5 Desember 2014) Pemilihan Kabupaten Tuban sebagai lokasi klaster sapi potong salah satunya didasari oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia tentang komoditas atau produk jasa unggulan daerah, yang

10 menyebutkan bahwa sapi potong merupakan salah satu dari lima komoditas unggul potensial di Kabupaten Tuban. ( http://wartaagro.com, 10 Maret 2016) Oleh karena itu Kabupaten Tuban memiliki inisiatif untuk meningkatkan kembali jumlah populasi sapi potong dan memberdayakan para peternak sapi potong agar lebih sejahtera serta dapat menstabilkan kembali pasokan daging sapi, sehingga harga pasar daging sapi juga kembali normal, sekaligus dapat mencapai salah satu misi Pemerintah Kabupaten Tuban yang menargetkan jumlah populasi sapi sebanyak setengah dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah sapi di Kabupaten Tuban saat ini kurang lebih sekitar 300.000 ekor, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Tuban saat ini sekitar 1,12 juta jiwa. (http://wartaagro.com, 10 Maret 2016) Melihat dari data tersebut dapat diartikan bahwa populasi sapi di kabupaten Tuban masih jauh dari kata cukup jika dibandingkan dengan besaran jumlah penduduk yaitu 1.12 juta jiwa. Oleh karena itu inisiatif untuk meningkatkan populasi sapi khususnya sapi potong di Kabupaten Tuban perlu dilakukan diantaranya dengan pemberian kredit lunak, pembentukan kelompok-kelompok ternak serta melakukan pendampingan kepada para peternak agar perkembangan sapi potong dapat meningkat kembali. Melihat dari munculnya permasalahan mengenai menurunnya populasi sapi potong yang berpengaruh terhadap stabilitas harga daging

11 sapi yang berdampak pada ketahanan pangan dan inflasi, maka perlu dilakukan suatu upaya atau tindakan nyata untuk meningkatkan populasi dan produktivitas peternak sapi potong yaitu dengan mendukung program pembibitan dan penggemukan sapi potong yang dapat memiliki daya saing guna menuju kemandirian pangan yang melibatkan peternakan kerakyatan. Dengan demikian pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalah tersebut dengan bebagai kebijakannya. Kebijakan yang diterapakan di awal adalah bebijakan swasembada daging, namun nampaknya kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana dengan maksimal dan tidak bisa mengatasi persoalan yang terjadi. Oleh karena itu sejak tahun 2014 Pemerintah Provinsi Jawa Timur khusunya Pemerintah Kabupaten Tuban mencoba mengimplementasikan program pengembangan klaster sapi potong dengan maksud dapat memenuhi pasokan daging dan kestabilan harga daging lokal guna menunjang ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi potong di Kabupaten Tuban. Serta merealisasikan misi Kabupaten Tuban yang mengharapkan bahwa jumlah populasi sapi menacapai setengah dari jumlah populasi penduduk di Kabupaten Tuban. Pelaksanaan Program Pengembangan klaster sapi potong tersebut melibatkan berbagai stakeholder untuk saling berkolaborasi, baik dari Pemerintah ( state) mapun di luar Pemerintah ( non state). Sesuai dengan nota kesepahaman yang telah disepakati bahwa Pemerintah Kabupaten Tuban khususnya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

12 (Bappeda) bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Kantor Pertanahan kabupaten Tuban, PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Tuban serta Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur dan Koperasi Wahyu Mitra Utama. Tentunya dalam pelaksanaan berbagai kebijakan yang digulirkan Pemerintah dibutuhkan peran stakeholder untuk saling berkolaborasi ataupun bekerja sama. Diantara berbagai stakeholder yang telibat tentu memiliki spesifikasi tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda, akan tetapi mempunyai satu tujuan yang sama dalam berkolaborasi. Kolaborasi tersebut tidak lain adalah untuk mencapai sebuah tujuan yang telah disepakati dan di cita-citakan bersama tanpa ada yang memonopolinya. Collaborative governance menurut Sudarmo dalam bukunya (2015: 197) yaitu : merupakan proses kerja sama dan bekerja bersama-sama secara lintas batas antara organisasi dalam pemerintah dan dengan komunitas luas non pemerintah melalui kesepakatan bersama-sama secara horizontal dalam mendefinisikan masalah, menentukan tujuan dan/atau metode implementasi dengan tidak ada pihak-pihak yang secara sengaja mendominasinya atau memonopolinya, tak terkecuali pihak pemerintah. Dengan kata lain, collaborative governance merupakan konsep yang luas tentang proses perlibatan para warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara lebih inklusif. Seperti penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Suryana (2009) dengan judul Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis dengan Pola Kemitraan, yang bertujuan untuk mengulas usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Dengan hasil bahwa untuk mencapai efisiensi usaha yang tinggi,

13 diperlukan pengelolaan usaha secara terintegrasi dari hulu hingga hilir serta berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan, sehingga dapat memberikan keuntungan yang layak secara berkelanjutan. Berdasarkan hal inilah maka penelitian ini memfokuskan pada kolaborasi pada Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban. Dengan demikian, penelitian ini akan berfokus pada kolaborasi antar stakeholder beserta peranya dan efektivitas kolaborasi dan faktor penghambat kolaborasi dalam Program Pengembangan Klaster sapi Potong di Kabupaten Tuban. B. Rumusan Masalah Penelitian ini akan memfokuskan kajian pada perumusan masalah, yakni: 1. Bagaimana collaborative governance dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban? 2. Apa saja faktor penghambat collaborative governance dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan collaborative governance dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban 2. Menganalisis faktor penghambat yang mempengaruhi collaborative governace dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban

14 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Praktis a. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kabupaten Tuban khususnya instansi-instansi yang terkait dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban. b. Dapat memberikan tambahan pengetahuan atau wawasan bagi masyarakat atau pembaca mengenai collaborative governance dalam Program Pengembangan Klaster Sapi Potong di Kabupaten Tuban. c. Dapat menjadi bahan perbandingan bagi peniliti lain dengan penelitian yang sejenis d. Penelitian ini disusun untuk memenuni syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara 2. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan dalam pengembangan Ilmu Administrasi Negara b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan referensi atau informasi ilmiah bagi peneliti-peneliti selanjutnya