Monograf No. 10 ISBN : PESTISIDA SELEKTIF. untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Tanaman Cabai.

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SEMANGKA. Dr. M. SYUKUR, SP, MSi INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI MERAH, TOMAT, DAN MENTIMUN

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENERAPAN PHT PADA SISTEM TANAM TUMPANGGILIR BAWANG MERAH DAN CABAI

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Paprika dan Teknik Pengendalian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Samadi (1997) tanaman cabai (Capsicum annum L) merupakan. klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai berikut

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

BUDIDAYA CABAI. B. FASE PRATANAM 1. Pengolahan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Monografi No. 22 ISBN : Program Komputer Pengolah Data Untuk Analisis Probit dan Petunjuk Penggunaannya. Oleh :

BAB V. PRAKTEK PEMELIHARAAN TANAMAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

Penggunaan Pestisida Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI BERASTAGI MELALUI BERTANAM BAWANG DAUN

PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan

Teknologi Bawang Merah Off-Season: Strategi dan Implementasi Budidaya

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

PENGENALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) CABAI MERAH, TOMAT, DAN MENTIMUN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) DAN MUSUH ALAMINYA PADA TANAMAN CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

MIMBA SEBAGAI PESTISIDA NABATI Tanaman Mimba

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

F. Pengendalian Kimiawi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA CABAI MERAH SPESIFIK LOKASI DATARAN TINGGI

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK

TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA)

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Budidaya Cabai. Potensi hasil 9 ton/ha. Warna buah merah Panjang buah 10 cm Cocok untuk dataran rendah Toleran terhadap hama pengisap daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

Para Perusak. Daun N. adrianii berlubang karena ulat. Pangkas daun yang terserang penyakit. Kebun bersih kurangi serangan hama

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan,

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PDP-S V.1.1 (PERANGKAT LUNAK PENCARI PESTISIDA PERTANIAN DAN KEHUTANAN VERSI 1

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

Transkripsi:

Monograf No. 10 ISBN : 979-8304-20-9 PESTISIDA SELEKTIF untuk Mengendalikan Oleh : Laksminiwati Prabaningrum BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 1998

Monograf No. 10 ISBN : 979-8304-20-9 PESTISIDA SELEKTIF untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) i x + 16 halaman, 16,5 cm x 21,6 cm, cetakan pertama pada tahun 1998. Penerbitan buku ini dibiayai oleh APBN Tahun Anggaran 1998. Oleh : Laksminiwati Prabaningrum Dewan Redaksi : Sudarwohadi Sastrosiswojo dan Ati Srie Duriat Redaksi Pelaksana : Tonny K. Moekasan, Nano Kahono, Wahjuliana M. dan Wida Rahayu Tata Letak : Wahjuliana M. dan Wida Rahayu Kulit Muka : Tonny K. Moekasan Alamat Penerbit : BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang - Bandung 40391 Telepon : 022 2786245; Fax. : 022-2786416 e.mail : ivegri@balitsa.or.id website :www.balitsa.or.id.

KATA PENGANTAR Sampai saat ini, pestisida merupakan salah satu komponen pengendalian OPT yang efektif. Namun demikian, seiring dengan Kebijakan Pemerintah dalam sistem perlindungan tanaman yang harus mengacu pada konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pestisida harus digunakan secara bijaksana. Konsepsi PHT bukanlah suatu konsepsi pengendalian OPT yang anti terhadap pestisida. Dalam penerapan PHT, pestisida selektif dapat digunakan apabila memang benar-benar sangat diperlukan. Salah satu kendala dalam budidaya cabai adalah masalah serangan OPT yang sangat merugikan. Sampai saat ini penggunaan pestisida pada budidaya cabai sangat berlebih, baik volume semprot, jenis pestisida yang digunakan maupun frekuensi penyemprotannya. Selain tidak ekonomis, hal tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai pestisida selektif dalam budidaya cabai sangat diperlukan. Buku ini diharapkan akan memberikan kontribusi yang berguna, khususnya mengenai penggunaan pestisida dalam budidaya cabai yang sesuai dengan konsepsi PHT. Segala saran dan kritik untuk perbaikan buku ini sangat diharapkan. Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini, saya ucapkan terima kasih. Balai Penelitian Tanaman Sayuran v

Lembang, Februari 1998 Kepala Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Dr. Ati Srie Duriat NIP. 080 027 118 Balai Penelitian Tanaman Sayuran vi

DAFTAR ISI Bab Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN. 2 MENGENAL PESTISIDA. 2 SELEKTIVITAS PESTISIDA 4 PENGGUNAAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT. 5 Tepat Sasaran.. 5 Tepat Jenis 5 Tepat Waktu.. 6 Tepat Dosis/Konsentrasi. 6 Tepat Cara Penggunaan 6 PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN CABAI MENGGUNAKAN PESTISIDA SELEKTIF. 8 Hama-hama Utama pada Tanaman cabai 8 1. Kutudaun persik (Myzus persicae Sulz.) 8 2. Thrips (Thrips parvispinus Karny). 9 3. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) 9 4. Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus Bank).. 11 Penyakit Utama 12 1. Penyakit busuk daun.. 12 2. Penyakit bercak daun. 12 3. Penyakit busuk buah antraknose. 13 DAFTAR PUSTAKA... 15 Balai Penelitian Tanaman Sayuran vii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kutudaun persik. 8 Gambar 2. Daun cabai terserang oleh thrips 10 Gambar 3. Ulat grayak menyerang tanaman cabai. 10 Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gejala serangan tungau teh kuning pada tanaman cabai. 11 Gejala serangan penyakit busuk daun pada daun cabai. 12 Gejala serangan penyakit bercak daun pada daun cabai. 13 Gejala serangan penyakit busuk buah antraknose pada buah cabai. 14 Balai Penelitian Tanaman Sayuran viii

I. PENDAHULUAN Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, perlindungan tanaman harus dilaksanakan berdasarkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dengan demikian pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT) pada tanaman cabai juga harus dilakukan berdasarkan konsepsi PHT. Konsepsi dasar PHT mencakup tiga hal penting, yaitu : (1) konsepsi agroekosistem, yaitu perpaduan interaksi komponen-komponen ekosistem pertanian ke dalam taktik pengendalian hama, (2) konsepsi ambang ekonomi atau ambang pengendalian, yaitu populasi hama/penyakit yang memerlukan tindakan pengendalian secara kimiawi, dan (3) konsepsi pelestarian lingkungan, yaitu dasar untuk menekan populasi hama adalah pendekatan ekologis, artinya dalam upaya pengendalian OPT harus sekecil mungkin gangguannya terhadap lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka sifat dan ciri konsepsi PHT adalah merupakan konsepsi yang terpadu dan menyeluruh. Cara berfikir disiplin tunggal harus diubah menjadi cara berpikir yang multilateral interdisiplin (Untung 1992). Secara prinsip konsep PHT berbeda dengan konsepsi pengendalian OPT secara konvensional yang sangat tegantung pada penggunaan pestisida. Namun demikian pht bukanlah suatu konsepsi pengendalian OPT yang anti terhadap penggunaan pestisida. Apabila memang benarbenar sangat diperlukan, dalam penerapa PHT akan digunakan pestisida yang selektif dan aman, sepanjang tidak mengangu faktor pengendalian lainnya atau interaksinya. Dengan kata lain, dalam konsepsi PHT pestisida masih diperlukan, tetapi sangat selektif (Untung 1992). Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1

MENGENAL PESTISIDA Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, yang disebut dengan pestisida adalah semua bahan kimia, bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit serta jasad penganggu yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Dalam airti luas, istilah pestisida mencakup semua bahan kimia yang digunakan untuk pertanian (kecuali pupuk) dan hasil ternak (Ditlintan 1985). Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan OPT sasaran, cara bekerjanya dan kandungan bahan aktif atau senyawa kimianya. Berdasarkan OPT sasaran yang dituju, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Insektisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh serangga. 2) Fungisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh cendawan atau jamur 3) Akarisida, yaitu racun yang digunakan untuk membunuh tungau 4) Rodentisida, yiatu racun yang digunakan untuk membunuh tikus Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dikelompokkan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Repelen atau zat penolak, yang digunakan untuk mengusir serangga 2) Racun kontak, yang diserap melalui kutikula 3) Racun perut, yang bekerja di dalam perut OPT sasaran, sehingga racun ini harus dimakan terlebih dahulu oleh OPT sasaran tersebut 4) Racun translaminer, yang mampu menembus yang berada di dalam jaringan tanaman 5) Racun sistemik, yang masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagain tanaman. Dengan demikian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 2

racun ini tepat untuk mengendalikan hama-hama pengisap dan penyakit yang disebabkan oleh cendawan 6) Antifidan, yang menghambat kemampuan makan OPT sasaran 7) Penghambat pembentukan kitin, yang menghambat pembentukan kitin, sehingga proses pergantian kulit serangga terhambat Berdasarkan bahan aktif atau senyawa kimia yng dikandungnya, pestisida di kelompokkan antara lain menjadi : 1) Pestisida golongan klor organik 2) Pestisida golongan fosfat organik 3) Pestisida golongan karbamat 4) Pestisida golongan piretroid sintetik 5) Pestisida golongan benzoil urea 6) Pestisida golongan mikroba Balai Penelitian Tanaman Sayuran 3

SELEKTIVITAS PESTISIDA Dalam pengendalian OPT secara kimiawi, sebaiknya dipilih pestisida yang memiliki sifat selektif. Menurut Metlcalf (1972) dalam. Sastrosiswojo (1987), selektivitas pestisida adalah pengaruh maksimum suatu jenis pestisida terhadap organisme sasaran, dengan pengaruh minimum terhadap manusia, hewan, serangga berguna dan kualitas lingkungan hidup. Selektivitas pestisida dapat dibedakan menjadi dua macam (Metcalf 1982; Newsom et al. 1976), yaitu (1) selektivitas fisiologi dan (2) selektivitas ekologi, yaitu selektivitas penggunaan pestisida yang berdasarkan pada pengetahuan ekologi OPT. Contoh selektivitas ekologi: aplikasi pestisida berdasarkan Ambang Ekonomi (Ambang Pengendalian) hama, penggunaan pestisida sistemik, perlakuan benih dan sebagainya. Dengan demikian, pestisida yang berspektrum lebar dapat digunakan secara selektif (selektivitas ekologi). Namun demikian, dalam kaitan dengan Konsepsi PHT, yang diinginkan adalah penggabungan keduanya, yaitu penggunaan pestisida selektif (fisiologi) dan secara ekologi juga selektif. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 4

PENGGUNAAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT Berdasarkan konsepsi PHT, pestisida hanya digunakan kalau memang benar-benar diperlukan (sesuai dengan hasil pengamatan egroekosistem). Selain itu, penggunaannya harus berhati-hati dan sekecil mungkin gangguannya terhadap lingkungan. Secara umum, penggunaan pestisida harus mengikuti lima kaidah, yaitu : 1) Tepat sasaran 2) Tepat jenis 3) Tepat waktu 4) Tepat dosis/konsentrasi 5) Tepat cara penggunaan Tepat Sasaran Tepat sasaran artinya OPT sasaran harus diketahui jenis (species) nya secara cepat. Dengan demikian dapat ditentukan jenis pestisida yang tepat yang perlu digunakan. Contoh: Apabila OPT yang menyerang adalah serangga, maka dipilih insektisida. Apabila yang menyerang adalah tungau, maka dipilih akarisida. Tepat Jenis Setelah diketahui OPT sasaran yang akan dikendalikan dan jenis pestisida yang sesuai, maka perlu dilakukan pemilihan jenis pestisida yang tepat. Contoh : Untuk mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura), digunakan insektisida Lufenuron, Sihalotrin, dsb. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 5

Tepat Waktu Penggunaan pestisida berdasarkan konsepsi PHT harus dilakukan berdasarkan hasil pemantauan/pengamatan rutin, yaitu jika populasi hama atau kerusakan yang ditimbulkannya telah mencapai Ambang Ekonomi (Ambang Pengendalian). Hal ini disebabkan karena keberadaan hama atau penyakit pada pertanaman belum tentu secara ekonomis akan menimbulkan kerugian. Penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari tetapi sebaiknya dilakukan pada sore hari, karena pada umumnya OPT (Khususnya serangga hama) pada tanaman cabai aktif pada sore/malam hari. Tepat Dosis/Konsentrasi Dosis pestisida adalah banyaknya pestisida atau larutan semport yang digunakan dalam setiap satuan luas, sedangkan konsentrasi pestisida adalah takaran pestisida yang harus dilarutkan dalam setiap liter air (bahan pelarut). Daya bunuh pestisida terhadap OPT ditentukan oleh dosis atau konsentrasi pestisida yang digunakan. Dosis atau konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang dianjurkan akan memacu timbulnya OPT yang resisten terhadap pestisida yang digunakan. Tepat Cara Penggunaan Keberhasilan pengendalian OPT ditentukan pula oleh cara penggunaan atau penyemprotan pestisida. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan penyemprotan pestisida adalah sebagai berikut : 1) Peralatan semprot Yang dimaksud dengan peralatan semprot adalah : spuyer, alat semport, dan alat pelindung keamanan penyemprotan. Spuyer yang baik adalah ukuran butiran semport berdiameter antara 100-150 Balai Penelitian Tanaman Sayuran 6

mikron, sedangkan alat semprot minimal memiliki tekanan sebesar 3 atmosfir, dan tidak bocor. 2) Keadaan cuaca Yang dimaksud dengan keadaan cuaca adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angin dan kelembaban udara. Penyemprotan sebaiknya dilakukan jika keadaan cuaca cerah, kelembaban udara di bawah 70% dengan kecepatan angin sekitar 4-6 km/jam. 3) Cara penyemprotan Cara penyemprotan yang baik dilakukan dengan cara tidak melawan arah angin, kecepatan jalan penyemprotan sekitar 4 km/jam dan jarak spuyer dengan bidang semport atau tanaman sekitar 30 cm. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 7

PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN CABAI MENGGUNAKAN PESTISIDA SELEKTIF Pada umumnya OPT yang menyerang tanaman cabai adalah dari golongan serangga, tungau dan cendawan. Dengan demikian, pestisida yang digunakan adalah insektisida, akarisida dan fungisida. Insektisida dan akarisida selektif yang digunakan hendaknya memiliki sifat selektivitas fisiologi. Sampai saat ini belum banyak diketahui fungisida yang memiliki sifat selektivitas fisiologi. Oleh karena itu penggunaannya dapat dilakukan dengan cara yang bersifat selektivitas ekologi. Hama-hama Utama 1. Kutudaun pesik (Myzus persicae Sulz.) Kutudaun persik (Gambar 1) menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Akibatnya daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terputir dan pertumbuhan tanaman terhambat. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Selain itu kutudaun persik dapat menyebabkan kerugian secara tidak langsung, karena peranannya sebagai vektor virus. Gambar 1. Kutudaun persik (Foto : Tonny K. Moekasan) Balai Penelitian Tanaman Sayuran 8

Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan pestisida selektif, yaitu apabila populasi kutudaun persik telah mencapai 7 ekor/10 daun. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yiatu Fipronil (Regent 50 EC, 2 ml/l) dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), Profenofos (Curacron 500 EC, 2 ml/l) (Suhendro dkk. 1998). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian. 2. Thrips (Thrips parvispinus Karny) Daun yang terserang thrips memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan (Gambar 2), akibat adanya luka dari cara makan serangga tersebut. Setelah beberapa waktu noda keperakan tersebut berubah menjadi coklat tembaga. Daun-daun mengeriting ke atas. Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai 15%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Fipronil (Regent 50 EC, 2 ml/l), dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), serta dari golongan mikroba, yiatu Spinosat (Success 25 EC, 1,5 ml/l) (Uhan 1997), Abamektin (Agrimec 18 EC, 0,5 ml/l) (Suhendro dkk. 1998). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian. 3. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) Ulat grayak merusak daun dan buah cabai (Gambar 3). Daun yang terserang oleh ulat grayak (instar I dan II) memperlihatkan gejala bercakbercak putih yang menerawang, karena epidermis bagian atas ditinggalkan. Serangan oleh ulat grayak instar lanjut menyebabkan daundaun berlubang dan pada akhirnya tanaman gundul. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 9

Gambar 2. Daun cabai terserang oleh thrips (Foto : Tonny K. Moekasan) Gambar 3. Ular grayak menyerang tanaman cabai (Foto : Tonny K. Moekasan) Balai Penelitian Tanaman Sayuran 10

Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai 12.5%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Flufenoksuron (Cascade 50 EC, 2 ml/l). Lufenuron (Match 50 EC, 2 ml/l). dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC, 2 ml/l) (Moekasan dkk. 1995), serta dari golongan mikroba, yiatu SLNPV (Spodoptera litura- Nuclear Polyhedrosis Virus) (Arifin 1988). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian. 4. Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks) Tungau teh kuning menyerang daun-daun muda. Permukaan bawah daun yang terserang menjadi coklat berkilau. Daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah (Gambar 4). Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai 15%. Akarisida yang dianjurkan antara lain adalah Diafentiuron (Pegasus 500 EC, 2 ml/l). Profenofos (Curacron 500 EC, 1 ml/l) (Moekasan dkk., 1995), Etion (Merothion 500 EC, 2 ml/l). Oksitiokuinoks (Morestan 25 WP, 2 g/l) dan Profenofos (Curacron 500 EC, 2 ml/l) (Suhendro dkk. 1998). Insektisida tersebut digunakan secara bergantian. Gambar 4. Gejala serangan tungau the kuning pada tanaman cabai (Foto : L. Prabaningrum) Balai Penelitian Tanaman Sayuran 11

Penyakit Utama 1. Penyakit busuk daun Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici. Penyakit ini disebut pula lodoh, hawar daun, atau lompong (Suhendro dkk. 1998). Penyakit ini dapat menyerang seluruh bagian tanaman, dari batang, daun hingga buah cabai. Gejala serangan berupa bercak tidak beraturan dan kebasah-basahan. Serangan yang berat menyebabkan seluruh tanaman menjadi busuk. Untuk pengendaliannya digunakan fungisida sistemik Metalaksil-M 4% + Mancozeb 64% (Ridomil Gold MZ 4/64 WP) dengan konsentrasi 3 g/l air, bergantian dengan fungisida kontak seperti Klorotalonil (Daconil 500 F, 2 g/l) (Suhendro dkk. 1998; Komisi Pestisida 1997). Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian. Fungisida sistemik digunakan maksimal empat kali per musim. Gambar 5. Gejala serangan penyakit busuk daun pada tanaman cabai (Foto : Fei Ling, Novartis Crop Protection Indonesia) 2. Penyakit bercak daun Penyebab penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici. Penyakit ini disebut pula penyakit mata katak atau totol. Pada daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat meluas Balai Penelitian Tanaman Sayuran 12

hingga mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih, dengan tepi berwarna lebih tua. Pada serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak juga sering ditemukan pada batang, juga tangkai buah. Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah. Gambar 6. Gejala serangan penyakit bercak daun pada daun cabai (Foto : A.S. Duriat) Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari (Suhendro dkk. 1998). 3. Penyakit busuk buah antraknose Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atau Colletotrichum gloeoporioides. Gejala awal berupa bercak coklat kehitaman pad apermukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah Balai Penelitian Tanaman Sayuran 13

keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami padi. Cuaca panas dan basah mempercepat perkembangannya. Gambar 7. Gejala serngan penyakit busuk buah antraknose Pada buah cabai (Foto : A.S. Duriat) Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan fungisida Klorotalonil (Daconil 500 F, 2 g/l) atau Profineb (Antracol 70 WP, 2 g/l). Kedua fungisida tersebut digunakan secara bergantian. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14

DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan volume Nuclear Polyhedrosis Virus terhadap kematian ulat grayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian 8(1) : 12-14. Direktorat Perlindungan Tanaman (Ditlintan). 1985. Peraturan-peraturan tentang pestisida. 57 hal. Metcalf, R.I. 1982. Insecticides in pest management. P. 218-277. In : R.I. Metcalf and W.H. Luckman (eds.). Inroduction To Insect Pest Management. 2 nd ed. A Wiley-Interscience Publ. John Wiley & Sons. New York. Moekasan, T.K., W. Setiawati, L. Prabaningrum, Suhardi, S. Darmono, dan Saimin. 1995. Petunjuk studi lapangan PHT sayuran. S. Sastrosiswojo (Ed.). Balitsa dan Prognas PHT-Deptan. 193 hal. Newson, L.D., R.F. Smith and W.H. Whitcomb. 1976. Selective pesticides and selective use of pesticides. p. 565-591. In : C.B. Huffaker and P.S. Messenger (eds.). Theory and Practice of Biological Control. Academic Press. New York. Sastrosiswojo, S. 1987. Perpaduan Pengendalian secara hayati dan kimiawi hama ulat daun kubis, Plutella xylostella (Lepidoptera : Yponomeutidae) pada Tanaman Kubis. Disertasi, pada Fakultas Pasca Sarjana UNPAD. Bandung. 388 hal. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 15

Suhendro, Marjudin, T.K. Moekasan, dan L. Prabaningrum. 1998. Hama dan penyakit utama tanaman cabai dan pengendaliannya. Novartis. 54 hal. Uhan, T.S. 1997. Daya racun insektisida XDE-105 (Success 25 EC) terhadap Thrips parvispinus di laboratorium. Laporan Hasil Penelitian PEI Cabang-Bandung. 6 hal. Untung K. 1992. Konsep dan strategi pengendalian hama terpadu. Simposium Penerapan PHT, PEI Cabang Bandung di Sukamandi, 3-4 September 1992. Balai Penelitian Tanaman Sayuran 16

Balai Penelitian Tanaman Sayuran 17