1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan investasi masa depan bagi sebuah bangsa. 1 Kondisi anak merupakan cerminan kondisi bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, tumbuh kembang anak harus mendapatkan perhatian khusus dari negara. Dengan menjamin hak anak, maka dapat mewujudkan kondisi anak Indonesia yang siap meneruskan roda pembangunan negara di masa mendatang. Berbagai kasus kekerasan ataupun tindakan kriminal terkait dengan anak akhir-akhir ini tentunya sangat memprihatinkan dan akan berdampak buruk pada masa depan anak tersebut secara individu, dan masa depan bangsa ini secara umum. Meskipun telah ada aturan hukum dan perlindungan bagi hak anak yang telah ditetapkan, tetapi masih saja terjadi pelanggaran atau tindakan yang tidak memperhatikan hak-hak anak, misalnya kekerasan seksual terhadap anak, tindakan trafficking yang melibatkan anak, kekerasan anak di rumah, penyalahgunaan narkoba yang melibatkan anak, dan lain sebagainya. Indonesia telah meratifikasi instrumen internasional Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak Anak) sejak tahun 1990 melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 36 Tahun 1990. 2 Bagi negara yang telah meratifikasi 1 Redaksi Warta Depok, 2012, Semangat Membangun Kota Layak Anak, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Depok, Kota Depok, hlm. 3. 2 Redaksi Elsam, Mengenal Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak, http://www.elsam.or.id/mobileweb/article. php?act=content&m=16&id=2819&cid=6024&lang=in, diakses 5 Februari 2015.
2 konvensi ini, memiliki kewajiban untuk hadir dan melaporkan secara berkala atau setiap tahun terkait kemajuan yang dicapai dalam menerapkan konvensi tersebut serta perlindungan hak-hak anak dalam negara tersebut. Secara garis besar, Konvensi Hak Anak (KHA) merinci hak-hak anak dalam 54 pasal yang dikelompokkan dalam 4 (empat) hak dasar, yaitu: pertama, hak untuk bertahan hidup (survival rights), kedua, hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), ketiga, hak atas perlindungan (protection rights), dan keempat, hak untuk berpartisipasi (participation rights). 3 Empat pengelompokan mengenai hak anak tersebut adalah pengkategorian yang populer dari kandungan KHA. Dengan diratifikasinya KHA tersebut berarti Indonesia mengakui dan menghormati adanya hak-hak anak yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia secara global. Sejak saat itu, Indonesia menunjukkan kemajuan dalam implementasi KHA tersebut dengan membuat suatu kerangka kerja hukum yang progresif dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 4 Perkembangan selanjutnya diikuti dengan dikeluarkannya berbagai pengaturan turunan lainnya, diantaranya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kota Layak Anak guna untuk menjamin hak-hak anak yang ada di dalam suatu wilayah atau daerah terpenuhi. 3 Ecpat, 2010, Memperkuat Hukum Penanganan Eksploitasi Seksual Anak, Restu Printing Indonesia, Medan, hlm. 14. 4 Hamid Patilima, Kota Layak Anak, http://www.kla.or.id/index.php?option=com_cont ent&view=article&id=134:kota-layak-anak&catid=56:artikel&itemid=77, diakses 7 Februari 2015.
3 Dalam hal ini, Pemerintah Kota Yogyakarta merasa perlu untuk menerapkan dan menjadikan Kota Yogyakarta sebagai Kota Layak Anak, di samping sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Hal ini sudah ditunjukkan dengan diperolehnya kategori Madya untuk menuju Kota Layak Anak. 5 Kota Layak Anak dibagi dalam 5 (lima) kategori, yaitu pratama, madya, nindya, utama, dan Kabupaten/Kota Layak Anak. 6 Namun, kategori madya yang diperoleh Kota Yogyakarta sebagai kota yang fokus terhadap isu anak tidak serta merta membuatnya terbebas dari berbagai permasalahan terkait anak. Hal ini terbukti bahwa berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta pada tahun 2011, banyak anak-anak yang mendapatkan kekerasan baik non fisik ataupun fisik, 7 anak yang bermasalah dengan hukum, 8 dan bebasnya anak-anak dalam mengakses situs porno. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta masih belum cukup serius dalam menangani berbagai permasalahan seputar perlindungan anak. Untuk dapat menjadi Kota Layak Anak, Pemerintah Kota Yogyakarta harus memenuhi 31 indikator yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan 5 Redaksi jogjakota.go.id, Kota Yogyakarta Dapat Penghargaan Kota Layak Anak Kategori Madya, http://www.jogjakota.go.id/news/kota-jogja-dapat-penghargaan-kota-layakanak-kategori-madya, diakses 8 Februari 2015. 6 I Made Sutama, Konsep Pembangunan Global dan Nasional Perlindungan Anak, Pidato, Seminar Nasional World Fit for Children dalam Rangka Dies Natalis UNDIP ke 55, Semarang, 6 Oktober 2012, hlm. 6. 7 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012, Data Terpilah Gender dan Anak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2012, Hasil Penelitian, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 50. 8 Ibid., hlm. 77.
4 Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011. 9 Salah satu persyaratan pokok yang pertama adalah adanya instrumen hukum daerah yang menjamin pemenuhan hak anak. 10 Hal ini tentunya sangat penting dan harus dicermati agar jangan sampai nantinya instrumen tersebut hanya digunakan untuk memenuhi persyaratan administrasi untuk mencapai predikat Kota Layak Anak, tetapi yang terpenting adalah bagaimana hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak dapat terpenuhi. Kota Layak Anak termasuk salah satu bentuk Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, yaitu berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. 11 Dengan demikian, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki kewenangan dalam mengatur dan membentuk suatu instrumen Peraturan Daerah untuk mengatur hal tersebut. Selain itu, Kota Layak Anak juga merupakan wujud dari asas Tugas Pembantuan yang dijalankan oleh Daerah dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. 12 Oleh karena itu, perlu dilihat apakah dengan menjadi Kota Layak Anak mampu menjawab persoalan seputar perlindungan hak-hak anak atau hanya sekedar menjadi simbol tanpa penerapan yang lebih baik dari sebelumnya. 9 Lampiran Bab III Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 169). 10 Ibid. 11 Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587). 12 Pasal 19 ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
5 B. Rumusan Masalah: 1. Bagaimanakah inventarisasi Peraturan Perundang-undangan yang terkait Kota Layak Anak? 2. Bagaimanakah urgensi dan desain pengaturan yang baik terkait Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Penulisan Hukum ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a) Untuk mengetahui inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait Kota Layak Anak. b) Untuk mengetahui urgensi dan desain pengaturan Kota Layak Anak yang baik di Kota Yogyakarta. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai urgensi pengaturan Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Selama penelusuran, penulis menemukan beberapa penelitian yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Dedi Widiyanto dan R. Rijanta dalam Jurnal Bumi Lestari, Volume 12, No. 2, Agustus 2012 yang berjudul Lingkungan Kota Layak Anak (Child Friendly City) Berdasarkan Persepsi Orang Tua di Kota Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan mengidentifikasi konsep-
6 konsep yang terkait Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta sebagaimana dipersepsikan oleh orang tua. 13 Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian tersebut adalah penelitian penulis membahas urgensi pengaturan Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian Dedi Widiyanto dan R. Rijanta khusus membahas identifikasi konsep-konsep yang terkait Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta sebagaimana dipersepsikan oleh orang tua. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Arif Rohman dan Yahya Husein dalam Jurnal Perspektif, Volume XVIII, No. 1, Januari 2013 yang berjudul Pengaruh Child Abuse terhadap Regulasi Penetapan Kota Tarakan sebagai Kota Layak Anak. Penelitian ini membahas tentang pengaruh child abuse (pelecehan anak) dalam penetapan Kota Tarakan sebagai Kota Layak Anak dan bagaimana peran pemerintah daerah dalam mewujudkan Kota Tarakan sebagai Kota Layak Anak. 14 Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian tersebut adalah penelitian penulis membahas urgensi pengaturan Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian Arif Rohman dan Yahya Husein hanya khusus membahas pengaruh child abuse (pelecehan anak) terhadap penetapan Kota Tarakan sebagai Kota Layak Anak. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Niken Irmawati dalam Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret yang berjudul Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak. 13 Dodi Widiyanto dan R. Rijanta, Lingkungan Kota Layak Anak (Child Friendly City) Berdasarkan Persepsi Orang Tua di Kota Yogyakarta, Bumi Lestari, Volume 12, No. 2, Agustus 2012, hlm. 211-216. 14 Arif Rohman dan Yahya Husein, Pengaruh Child Abuse terhadap Regulasi Penetapan Kota Tarakan sebagai Kota Layak Anak, Perspektif, Volume XVIII, No. 1, Januari 2013.
7 Penelitian ini membahas tentang bagaimana responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak dan kendala serta upaya yang dihadapi Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak. 15 Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian tersebut adalah penelitian penulis membahas urgensi pengaturan Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian Niken Irmawati membahas tentang responsivitas, kendala, dan upaya yang dihadapi Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak. Namun demikian, penulis tetap menjunjung orisinalitas penulisan hukum sesuai dengan etika dalam penyusunan karya ilmiah pada umumnya dengan tidak melakukan plagiat, penjiplakan, atau tindakan kontraproduktif lainnya terhadap penulisan atau karya-karya lainnya yang sejenis. E. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Penulisan hukum ini diharapkan berguna dalam memberikan kontribusi teoritis terhadap diskursus hukum ketatanegaraan maupun pengembangan wawasan keilmuan hukum secara umum. Melalui penulisan hukum ini diharapkan akan memperkaya wacana hukum tata negara, lebih khusus lagi wacana tentang pengaturan Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta. 15 Niken Irmawati, 2009, Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak, Skripsi, Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
8 2. Secara Praktis Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap betapa urgensinya pengaturan Kota Layak Anak di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta.