BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

PENGARUH DESENTRSLISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN WILAYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penelitian. Pertama, pada bagian latar belakang akan dibahas mengenai alasan peneliti memilih penelitian ini yang akan diteliti. Kedua, pada perumusan masalah dikemukakan beberapa masalah yang muncul dalam penelitian ini dan masalah tersebut yang akan diteliti. Ketiga, pada bab ini juga akan dikemukakan tujuan dan manfaat dari diadakannya penelitian ini. Terakhir, bab ini akan menjelaskan sistematika dari penulisan penelitian ini secara berurutan. 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang pernah terjadi di Indonesia pada awal masa Orde Baru, yaitu sekitar tahun 1998, merupakan salah satu kekhawatiran di dalam perekonomian di Indonesia. Krisis yang terjadi pada masa itu akhirnya mendesak para pembuat dan pengambil keputusan untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang mampu memperbaiki kondisi maupun kinerja perekonomian di Indonesia yang sempat memburuk. Para pembuat keputusan pun memutuskan untuk melaksanakan sebuah sistem yang sekiranya dapat membawa perbaikan ekonomi Indonesia, yaitu salah satunya dengan melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal. 1

2 Berdasarkan UU No.22/1999 yang selanjutnya mengalami pembaharuan menjadi UU No.32/2004 mengenai pemerintahan daerah mengatur pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri (otonomi daerah). Pada UU No. 25/1999 yang juga mengalami pembaharuan menjadi UU No. 33/2004 tentang Desentralisasi Fiskal mengatur perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai konsekuensi otonomi daerah, dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau money follows function (Amir, 2012:16). Pelaksanaan kebijakan ini memiliki beberapa tujuan pokok, antara lain menghilangkan terjadinya kesenjangan (imbalance) yang ada baik kesenjangan vertikal (vertical imbalance) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun kesenjangan horizontal (horizontal imbalanced) yang terjadi antar daerah. Selain itu desentralisasi fiskal sebenarnya memiliki tujuan akhir untuk menciptakan demokratisasi di Indonesia sehingga kekuasaan tidak hanya terpusat di Indonesia (Amir, 2012:16). Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga pada dasarnya merupakan sebuah instrumen yang digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan negara. Instrumen ini digunakan agar kesejahteraan masyarakat Indonesia lebih mudah tercapai. Oleh karena itu otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dilakukan dengan menempatkan motor penggerak pembangunan pada tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, yaitu pemerintah daerah.

3 Tujuannya adalah untuk dapat membuat kebijakan fiskal daerah akan benarbenar sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas daerah. Salah satu hasil yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal adalah kesejahteraan masyarakat di Indonesia menjadi lebih mudah dicapai. Salah satu indikator yang paling sederhana untuk melihatnya adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin tingginya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah diharapkan kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut akan semakin meningkat atau bisa dikatakan semakin membaik. 16 Sumatera PERTUMBUHAN EKONOMI (%) 14 12 10 8 6 4 2 0-2 -4-6 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jawa & Bali Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara, Maluku & Papua Nasional. Gambar1.1 : Laju Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaTahun 2006-2012 Sumber : BPS Nasional, diolah (2013). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator melihat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Dari Gambar 1.1 dapat terlihat selama tahun 2006-2012 bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil adalah pertumbuhan ekonomi di wilayah Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Selain itu di kedua wilayah ini laju pertumbuhan rata-ratanya cukup baik, yaitu berada tidak

4 terlalu jauh dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pada Gambar 1.1 dapat terlihat bahwa provinsi yang memiliki laju pertumbuhan yang tidak stabil adalah untuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Ketika tahun 2006, pertumbuhan ekonomi di wilayah ini bahkan berada pada nilai -4,03 dan untuk tahun 2009 pertumbuhan ekonominya meningkat sangat drastis, yaitu berada pada kisaran 13,03. PERTUMBUHAN EKONOMI (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten Pulau Jawa Gambar1.2 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006 2012 Sumber : BPS Nasional, diolah (2013). RATA-RATA 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 6.20 5.97 5.70 4.69 6.29 RATA-RATA DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur. Gambar 1.3 : Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-2012 Sumber : BPS Nasional, diolah (2013).

5 Pada Gambar 1.2 menggambarkan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa. Grafik tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun, ketika pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang rendah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah maka diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah tersebut akan semakin meningkat. Indikator kesejahteraan masyarakat bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, indikator lain yang dapat dipergunakan adalah tingkat distribusi pendapatan antarwilayah yang sering dikenal dengan ketimpangan pendapatan antarwilayah. Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan antar wilayah. Hal ini terjadi pada beberapa negara yang berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menunjukkan bahwa seakan-akan terdapat korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ketimpangan ekonomi. Korelasi positif tersebut menggambarkan ketika suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka tingkat ketimpangan ekonomi yang terjadi di wilayah tersebut akan semakin meningkat (Tambunan, 2011:183). Pada Gambar 1.4 menjelaskan mengenai perkembangan tingkat ketimpangan provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa. Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa provinsi yang memiliki peningkatan laju pertumbuhan ekonomi

6 juga mengalami peningkatan Indeks Gini. Artinya, ketimpangann ekonomi antarwilayah yang terjadi pada setiap provinsi selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut juga dapat didefinisikan bahwa pada setiap provinsi di Pulau Jawa terjadi gap yang cukup lebar antara penduduk yang kaya dan penduduk yang miskin. INDONESIA DI Yogyakartaa Bantenn DKI Jakarta 0 0.5 1 1.5 2 DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur 2009 0.36 0.36 0.37 0.32 0.38 0.33 2010 0.36 0.36 0.42 0.34 0.41 0.34 2011 0.44 0.41 0.4 0.38 0.4 0.37 2012 0.42 0.41 0.39 0.38 0.43 0.36 2013 0.43 0.41 0.40 0.39 0.44 0.36 2.5 INDONESI A 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 Gambar 1.4 : Indeks Gini Indonesia dan Provinsi yang Ada di Pulauu Jawa Tahun 2009-2013 Sumber : BPS Nasional, diolah (2013).. Pada Gambar 1.3 dapat terlihat bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta tidak memiliki kinerja laju pertumbuhan yang meningkat setiap tahunnyaa meskipun laju pertumbuhannya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa.Daerah Istimewa Yogyakarta ini memiliki indeks gini yang tinggi bahkan jika dibandingkan dengan nilai indeks gini nasional. Ini berarti ketimpangan ekonomi yang terjadi di provinsii ini cukup mengkhawatirkan. Hal ini berarti terjadi korelasi yang positif antara

7 pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penilitian mengenai desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bagian latar belakang, maka rumusan masalah yang telah disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini : 1) Bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan antarwilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. 2) Bagaimana hipotesis Kuznet berbentuk kurva U terbalik di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut ini : 1) Untuk mengetahui pengaruh dari desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan antar wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama.

8 2) Untuk mengetahui berlaku atau tidak berlakunya hipotesis Kuznet berbentuk kurva U terbalik di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh : 1) Pemerintah, sebagai salah satu sumber informasi dan masukan kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan menyangkut pembangunan ekonomi, pengembangan wilayah serta pengurangan ketimpangan yang terjadi di wilayah agar menjadi lebih merata. 2) Pembaca, sebagai salah satu bahan referensi dan pembanding studi untuk penelitian yang terkait dengan riset ini. 3) Peneliti sendiri, sebagai salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan dan sebagai referensi untuk menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki peneliti. 1.5. Hipotesis Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti dapat membentuk beberapa hipotesis awal yang nantinya akan dibuktikan di dalam penelitian ini. Hipotesis tersebut antara lain adalah sebagai berikut ini :

9 Hipotesis 1 : Derajat desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap ketimpangan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hipotesis 2 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hipotesis 3 : Pertumbuhan ekonomi dan derajat desentralisasi fiskal secara bersama-samaberpengaruh terhadap ketimpangan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.6. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini akan terdapat sistematika penelitian yang terdiri dari beberapa bab dengan perinciannya sebagai berikut ini : Bab I Pendahuluan Pada pendahuluan akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok permasalahan, tujuan, kegunaan penelitian dan sistematika penelitian. Pada bagian ini peneliti mencantumkan beberapa grafik berdasarkan data yang mendukung dalam pembuatan yang diperoleh dari BPS Nasional. Bab II Tinjauan Pustaka Pada bagian ini akan diberikan penjelasan teori-teori yang akan digunakan di dalam penelitian ini dan beberapa teori dan studi empiris yang berkaitan dengan desentralisasi fiskal, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan wilayah. Di dalam bagian ini juga akan dibahas

10 mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal dan ketimpangan wilayah pada suatu daerah. Bab III Metode Penelitian Dalam metode penelitian akan dibahas mengenai lokasi penelitian, jenis dan sumber data, sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan digunakan untuk penelitian ini. Bab IV Hasil dan Pembahasan Dalam hasil dan pembahasan akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian itu adalah mengenai gambaran umum lokasi penelitian, dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi di wilayah kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya di dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai tingkat kesenjangan antar kabupaten/kota dan faktor yang menjadi penyebab ketimpangan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.Terakhir, bab ini akan menjelaskan mengenai hasil pembuktian hipotesis Kuznet mengenai kurva U yang terbalik apakah berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta.

11 Bab V Penutup Bab ini berisi kesimpulan atas hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu di dalam bab ini akan dipaparkan beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti dalam mengatasi masalahmasalah yang mungkin muncul.