BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB 1 PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang Penelitian Bayu Hendrawan, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

mengenai perubahan representasi kartun Panji Koming terhadap dua kondisi politik yang berbeda juga mewakili apa yang terjadi terhadap media-media

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Risca Olistiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UNGKAPAN DISFEMIA PADA RUBRIK GAGASAN SURAT KABAR SUARA MERDEKA

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. ideologi. Bagi Boediono dalam praktek kebijakan ekonomi tidak ada satu pun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan pada akhirnya informasi yang disampaikan oleh media, harus dipahami dalam

Advokasi Kreatif Melalui Media (Sosial) Oleh: Rofiuddin AJI Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mempublikasikan setiap ada agenda yang diadakan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. kita melihat dari sisi pandang seorang penikmat sastra tulis. Cerpen ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi manusia bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting.

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN VIII

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness,

BAB V PENUTUP. 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs karya Ulil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya pascamodern dan pascastrukturalisme dalam kancah filsafat dan epistemologi modern. Bahasa dan praktik kebahasaan tidak lagi dipahami dalam konteks atau perspektif konvensional, yakni sebagai alat dan medium netral yang dipakai untuk menjelaskan kenyataan sosial-politik. Namun, semakin disadari bahwa bahasa tampil sebagai representasi dari pergelaran berbagai kepentingan kekuasaan. Oleh karena itu, bahasa kemudian diposisikan pula sebagai salah satu ruang tempat konflik-konflik berbagai kepentingan, kekuatan, kekuasaan, bahkan praktik hegemoni. Dalam pandangan hidup orang Athena abad ke-5, bahasa menjadi instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang konkret dan praktis. Bahasa dianggap sebagai senjata ampuh dalam percaturan politik tingkat tinggi. Bahasa dapat dipahami sebagai salah satu simbol kultural yang berfungsi memberikan orientasi, komunikasi, dan pengendalian diri kepada manusia. Sejauh bahasa adalah proses produksi simbolis, ia tak terpisahkan dari maksud sang pembicara. Dengan kata lain, subjektivitas memainkan perananan penting dalam penyampaian informasi dari sang pembicara. Sekaitan dengan hal tersebut, Bourdieu (dalam Piliang, 2003) mengemukakan bahwa bahasa dan simbol tidak dapat dilepaskan dari relasi 1

2 kekuasaan. Artinya, ia dapat digunakan sedemikian rupa sebagai alat mempertahankan kekuasaan. Ketika bahasa dan simbol digunakan sebagai alat defensif pelanggengan kekuasaan, khususnya dengan cara manipulasi data dan tanda sehingga menghasilkan distorsi makna, maka bahasa telah menjadi alat kekerasan simbolik, yakni sebuah bentuk kekerasan berupa pemaksaan simbolik yang halus. Lyotard (dalam Piliang, 2003) mengemukakan terdapat berbagai bentuk permainan di dalam sebuah masyarakat atau negara, baik permainan politik, hukum, media, dan sebagainya, yang masing-masing memliki aturan main dan permainan bahasanya sendiri. Ketika permainan tersebut diintervensi oleh kepentingan kekuasaan, maka hal yang muncul adalah kepentingan kekuasaan itu sendiri. Bahasa juga menjadi cermin ideologi. Malah tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ideologi membentuk dan dibentuk oleh bahasa. Melalui ideologi orang memberikan makna pada realitas tertentu dengan menggunakan bahasa tertentu yang dirumuskan melalui sebuah kata dan kalimat, sehingga membentuk realitas tertentu. Dengan kata lain, bahasa bukan sekadar alat komunikasi untuk memaknai suatu realitas objektif semata. Namun bahasa juga merupakan kegiatan sosial, bukan sesuatu yang netral dan konsisten, melainkan partisipan sosial yang dapat dikonstruksi dan direkonstruksi, serta di-setting untuk membentuk gagasan dan tindakan seseorang. Menurut Foucault (dalam Yulianus, 2008), dalam kehidupan nyata, disadari atau tidak, bahwa di dalam bahasa terkandung pergulatan dan pertarungan

3 kepentingan ideologis. Sebab dipandang sebagai sesuatu yang tidak netral dan tidak universal; bahasa menjadi terikat oleh waktu, tempat, dan konteks pergulatan historis politiknya sendiri-sendiri. Sehingga bahasalah yang melahirkan wacana atau discourse sebagai sesuatu yang niscaya bersifat politik. Ibrahim (2004) mengemukakan media sebagai komoditas secara ideologis telah menggeser fungsinya dari corong rintihan suci suara rakyat menjadi nyanyian sunyi suara penguasa atau pengusaha. Oleh karena itu, media dapat menjelma menjadi ancaman, jika logika pesan media tunduk kepada sekelompok orang yang disinyalir akan mendistorsi bahasa atau pesan media untuk mengendalikan pikiran khalayak dalam memahami realitas. Dalam pengertian yang lain, dengan beban-beban ideologis tersebut, realitas yang tampil di media seringkali bukanlah pendeskripsian otentisitas dunia itu sendiri, tetapi justru realitas yang telah terdistorsi atau sudah berwajah kepalsuan. Padahal, atmosfer budaya yang memuat realitas palsu inilah, yang seringkali membawa kesalahpahaman di antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Everett M. Roger (dalam Eriyanto, 2001) mengemukakan bahwa media bukanlah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok dominan. Berdasarkan pernyataan Everett M. Roger dapat dipahami bahwa media memiliki kemungkinan besar dikuasai oleh kelompok berkuasa atau kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan. Ada beberapa pertanyaan yang muncul dari sebuah paradigma kritis, yaitu siapa yang mengontrol media? Kenapa ia mengontrol? Keuntungan apa yang bisa diambil dengan kontrol tersebut? Kelompok mana yang tidak dominan dan

4 menjadi objek pengontrolan? Mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting? Karena paradigma kritis ini percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan, bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Sehingga jawaban yang diharapkan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol suatu proses komunikasi. Menurut Horkheimer (dalam Eriyanto, 2001), salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini. Karena kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif dan bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak. Ideologi dalam sebuah wacana dipahami sebagai representasi dan konstruksi sosial yang dibangun melalui teks. Ideologi dapat dipandang dalam banyak aspek, namun yang terpenting dalam konteks analisis wacana kritis adalah bahwa sebuah teks tidak bersifat netral, teks diproduksi dengan maksud-maksud atau tujuan-tujuan tertentu. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk representasi konstruksi sosial, dominasi individu atau kelompok, atau mungkin hegemoni individu dan kelompok. Dalam praktiknya, ideologi selalu dibangun oleh keleompok hegemonik dan berkuasa. Dengan demikian, ideologi erat kaitannya dengan bahasa yang digunakan dan direkayasa. Oleh karena itu, penting untuk membahas bagaimana konstruksi bahasa dalam format kekuasaan sebab ideologi disampaikan melalui bahasa. Di ranah tersebut, bahasa menjadi alat yang efektif

5 dalam menyampaikan ideologi baik personal maupun komunal. Bahkan, bahasa menjadi bagian dari suprastruktur kekuasaan dan alat untuk melanggengkan kekuasaan. Di zaman Orde Baru, praktik-praktik tersebut lumrah adanya. Bahasa dipolitisasi sedemikian rupa untuk kepentingan-kepentingan politik waktu itu. Politisasi bahasa memang sudah menjadi karakter dari penggunaan bahasa kekuasaan Orde Baru. Penguasa Orde Baru telah menjadikan bahasa sebagai subordinat dari kekuasaan politik yang tercermin dalam pembangunan. Bahasa telah direkayasa sebagai komoditas politik demi kepentingan kelompok-kelompok dominan. Munculnya istilah-istilah yang secara makna dikudeta oleh para penguasa Orde Baru telah mengubah pandangan dan cara berpikir masyarakat Indonesia yang menjadi subjek bahasa. Kata rawan pangan berbeda makna dengan kelaparan karena dalam pikiran kita tidak pernah hadir bayangan orangorang yang kelaparan karena tidak ada yang bisa dimakan. Bahasa-bahasa propaganda semacam itu seringkali dijumpai dalam tulisantulisan di media cetak. Media cetak sebagai media yang aksesabilitasnya mudah menjadi sarana yang strategis untuk berbagai kepentingan. Oleh karena itu, melihat objektivitas sebuah teks atau wacana dalam media cetak memerlukan daya analisis yang kuat dari pembaca. Salah satu media cetak yang paling produktif menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis ialah surat kabar atau koran. Informasi yang disampaikan melalui surat kabar atau koran itu sasarannya adalah pembaca dari semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan penggunaan dan pemakaian

6 bahasa Indonesia hubungannya dengan entitas makna dan informasi yang ingin disampaikan. Salah satu media cetak yang berskala nasional adalah koran Kompas. Koran Kompas merupakan media cetak nasional yang memiliki jaringan distribusi yang kuat. Artinya, koran ini dapat dijumpai di seluruh wilayah Nusantara. Oleh karena itu, koran Kompas dianggap memiliki posisi strategis jika digunakan sebagai media untuk mempropagandakan sesuatu. Berdasarkan hasil survei Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogyakarta atau LP3Y (dalam Dhakidae, 1996), mengungkapkan bahwa 46 % informasi yang dipublikasikan dalam surat kabar-surat kabar Indonesia berasal dari sumber-sumber pemerintah, 39 % dari masyarakat, komunitas politik dan bisnis, dan sisanya sebanyak 15 % berasal dari berbagai sumber. Penelitian yang berkaitan dengan bahasa dan politik ataupun sebaliknya politik dan bahasa pada surat kabar atau koran masih minim. Adapun penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut di atas, seperti penelitian yang dilakukan oleh Anshori (2009). Dalam penelitiannya yang bertajuk Penggunaan Bahasa Politik dalam Pemberitaan Pilgub Jabar 2008 pada H.U. Pikiran Rakyat mengungkapkan tentang intensitas penggunaan bahasa politik dalam pemberitaan pilgub Jabar 2008 pada H. U. Pikiran Rakyat, struktur teks pemberitaan pilgub Jabar 2008 pada H. U. Pikiran Rakyat, ideologi yang dibangun dalam pemberitaan pilgub Jabar 2008 pada H. U. Pikiran Rakyat, dan penyajian ideologi dalam pilgub Jabar 2008 pada H. U. Pikiran Rakyat. Namun, penelitian tersebut lebih

7 meneliti tulisan yang sifatnya pemberitaan yang dibuat oleh wartawan surat kabar itu sendiri bukan pada tulisan artikel opini yang dibuat oleh masyarakat umum. Penelitian yang mengupas wacana di media cetak penting untuk terus dilakukan karena media cetak merupakan media yang strategis, terutama untuk kepentingan propaganda politis. Sebagai pembaca, tentunya kita tidak ingin mencerna mentah-mentah tanpa memilah-milah dulu mana pernyataan yang benar dan yang tidak benar. Oleh karena itu, peneliti berminat untuk melakukan penelitian menganalisis konteks politisasi bahasa di media cetak dan pemanfaatannya sebagai alternatif bahan ajar pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA, terutama dalam materi dengan kompetensi dasar memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronikdengan judul penelitian: POLITISASI BAHASA PADA ARTIKEL DALAM RUBRIK OPINI KOMPASSEBAGAIALTERNATIF BAHAN AJARBAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH.

8 B. Identifikasi Masalah Penelitian Bahasa seringkali dikaitkan dengan kekuasaan, dan kekuasaan terkadang melibatkan bahasa sebagai media untuk mempertahankan kekuasaannya. Akhirnya, yang terjadi adalah politisasi bahasa. Politisasi bahasa dilakukan oleh orang atau sekelompok orang untuk menyampaikan informasi dan kepentingannya di media cetak melalui penulisan artikel di rubrik-rubrik opini pada media cetak. Salah satu rubrik opini yang seringkali dijadikan alat penyampaian informasi dan tidak terlepas dari tindakan politisasi bahasa adalah rubrik Opini di Kompas. Dari identifikasi masalah tersebut, peneliti kemukakan batasan dan rumusan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Batasan Masalah Penelitian Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah penelitian pada penelaahan bagaimana bahasa dalam artikel-artikel yang cetak pada Agustus- Oktober 2010 di rubrik Opini Kompas dipolitisasi.artikel-artikel yang ditelaah, peneliti spesifikasikan hanya pada artikel-artikel yang membahas kinerja dan kebijakan pemerintah. 2. Rumusan Masalah Penelitian Pada penelitian ini, peneliti merumuskan masalah penelitian pada hal-hal sebagai berikut. a. Bagaimanakah deskripsi bahasa pada artikel di rubrik Opini Kompasyang dimuat bulanagustus-oktober 2010? b. Bagaimanakah ideologi politikpada artikel di rubrik Opini Kompasyang dimuat dalamagustus-oktober 2010?

9 c. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran analisis kritis padadi kelas X-1 MAN 1 Sumedang? d. Apakah hasil penelitian ini representatif sebagai bahan ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA/MA? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini sebagai berikut. a. Mengetahui deskripsi bahasa pada artikel di rubrik Opini Kompasyang dimuat bulan Agustus-Oktober 2010. b. Mengetahui ideologi politik penulis dalam tulisannya pada artikel di rubrik Opini Kompasyang dimuat bulanagustus-oktober 2010. c. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran analisis kritis di kelas X-1 MAN 1 Sumedang. d. Beroleh alternatif bahan ajarmata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA/MA. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dijadikan alternatif bahan ajarmata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA/MA.

10 E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran atas istilah-istilah operasional yang ada dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi atas istilah-istilah operasional. Berikut ini adalah beberapa definisi operasional tersebut. 1. Politisasi bahasa merupakan konstruksi realitas media yang didalam pemberitaannya terdapat keberpihakan terhadap kepentingan politik, idelogi, dan nilai-nilai yang bertendensi kekuasaan lainnya. 2. Media cetak merupakan media massa sumber informasi masyarakat yang pengungkapannya dicetak dan berupa tulisan-tulisan. Dalam penelitian ini media cetak yang dimaksud berupa koran. 3. Rubrik Opini merupakan salah satu rubrik yang ada dalam media cetak. Dalam rubrik tersebut memuat tulisan-tulisan dari masyarakat umum. 4. Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu pendekatan kritis terhadap teksteks bahasa. Analisis wacana kritis menempatkan teks hanya salah satu bagian di samping kognisi sosial dan konteks. 5. Bahan ajar merupakan bahan atau materi, baik yang tertulis maupun tidak sebagai referensi acuan demi terlaksananya proses pembelajaran.

11 F. Paradigma Penelitian Bagan 1.1. Paradigma Penelitian LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN Bahasa menempati posisi penting dalam telaahtelaah ilmu sosial Kekuasaan acapkali menggunakan bahasa sebagai media untuk mempertahankan posisinya Studi dan penelitian tentang analisis wacana kritis, terutama dari unsur politisasi bahasa masih minim. TUJUAN PENELITIAN Untuk menawarkan alternatif bahan ajarmata KuliahAnalisis Wacana dan Wacana Kritis, terutama untuk materi dengan pokok bahasan Model Analisis Wacana LANDASAN TEORETIS Artikel Politisasi bahasa Analisis wacana kritis Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA/MA Deskripsi Bahasa Ideologi HASIL PENELITIAN BAHAN AJARMATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA/MA