BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA. Teori Interpretasi Hukum. Beberapa metode interpretasi yang digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 2

BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 5. Ibid, Pasal 2 ayat (1) 3

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

agar terjaminnya administrasi setiap warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. 1 Disamping itu pencatatan. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. 1. melaksanakan tugasnya tersebut, KUA melaksanakan fungsi:

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB IV PENERAPAN SIMKAH ONLINE DI KUA KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF PMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

...Humas Kanwil Kemenag Prov. Jabar

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

PENDAFTARAN ITSBAT NIKAH DI KJRI CHICAGO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

Nomor 0435/Pdt.G/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

P E N E T A P A N. NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. penetapan itsbat nikah sebagai berikut dalam perkara yang diajukan oleh:

BAB III PENENTUAN WALI HAKIM DI KUA KEC. TAYU KAB. PATI. 21 KUA Kecamatan yang ada di Kabupaten Pati, yang

P U T U S A N. Nomor : 0906/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Poligami memang merupakan ranah perbincangan dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

bismillahirrahmanirrahim

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

SIMULASI PELAKSANAAN AKAD NIKAH

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

al-za>wa>j atau ahka>m izwa>j. 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB III PERKAWINAN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

PUTUSAN Nomor : 140/Pdt.G/2012/PA.NTN. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kantor Urusan Agama Tempurejo

PENETAPAN PENGESAHAN PERKAWINAN (ITSBAT NIKAH) BAGI WARGA NEGARA INDONESIA DI LUAR NEGERI. Drs. H. Masrum M Noor, MH.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

PENETAPAN Nomor : 02/Pdt. P/2011/PA. Pkc

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

P E N E T A P A N Nomor XXX/Pdt.P/2011/PA GM.

PENETAPAN NOMOR XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010

P U T U S A N. Nomor : 033/Pdt.G/2012/PA.DGL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB III PENGADUAN PASANGAN SUAMI ISTRI PRA CERAI DI KUA BUDURAN PADA TAHUN

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0028/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

P U T U S A N. Nomor :./Pdt.G/2011/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

PENETAPAN Nomor 0031/Pdt.P/2014/PA.Lt BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

P E N E T A P A N Nomor : 04/Pdt.P/2008/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama kabupaten/kota di bidang urusan agama islam untuk wilayah kecamatan. 1 KUA memiliki tugas dan fungsi yang telah disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 517 Tahun 2001 untuk mengurusi perkara berikut ini di wilayah kecamatannya ; (1) Menyelenggarakan statisitik dan dokumentasi, (2) Menyelenggarakan surat menyurat, kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga KUA (3) Melaksanakan pencatatan nikah, rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal, dan ibadah sosial, kependudukan 1 Pasal 1 ayat (1) PMA No. 11 Tahun 2007. 1

2 dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di dalam Pasal 2, disebutkan bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi orang-orang Islam, perkawinan dicatat oleh KUA yang terletak di kecamatan pihak yang berkepentingan. Sedangkan untuk orang-orang non-islam pencatatan nikah dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil. Pernikahan yang tidak dicatat atau disebut nikah siri tidak memiliki kekuatan hukum walaupun sah di dalam hukum islam sehingga jika terjadi permasalahan setelah pernikahan, maka perkara tersebut tidak bisa diselesaikan di pengadilan agama. 2 Pencatatan perkawinan sendiri bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam maupun perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tidak berdasarkan hukum Islam. Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk mencaga kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum yang timbul dari aspek perkawinan. Realisasi pencatatan itu, melahirkan Akta Nikah yang masing-masing dimiliki oleh suami dan istri salinannya. Akta tersebut dapat digunakan oleh masing -masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya. 3 2 KHI Pasal 6 ayat (2) 3 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika), 2006. h 26.

3 Tujuan pernikahan di dalam islam adalah untuk melaksanakan perintah Allah dan beribadah serta mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. 4 Untuk itu, sebelum menikah banyak hal yang perlu dipersiapkan, baik dari segi fisik, mental dan lain-lain. Seseorang yang secara fisik dan mental belum siap untuk menikah dalam kehidupan rumah tangga akan gagal mewujudkan tujuan perkawinan dan terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari. 5 Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus-kasus perceraian yang terjadi pada pasangan muda dengan berbagai faktor perceraian walaupun bukan sesuatu yang mustahil bagi pasangan yang sudah dewasa untuk bercerai. 6 Selain persiapan oleh calon pengantin, hal-hal berkaitan ketentuan bagi setiap rukun nikah juga harus diperhatikan. Syarat yang terdapat pada setiap rukun nikah harus dipenuhi. Sebagai contoh sederhana, seorang suami haruslah berjenis kelamin laki-laki, begitu juga istri harus berjenis kelamin perempuan sejak lahir bukan waria atau wanita transgender walaupun statusnya sudah diakui oleh pengadilan negeri. 7 Pria yang ditunjuk untuk menjadi wali nikah juga harus diteliti agar sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia. Untuk menjaga hal ini, maka wajib dilaksanakan pemeriksaan nikah sebagaimana 4 KHI, Pasal 2 dan 3. 5 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang : UIN Press), 2013, h. 98. 6 Data perkara di PA Jember tahun 2013 yang peneliti peroleh ketika melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Integratif di PA Jember. 7 Departemen Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, ( Jakarta : Departemen Agama RI, 2003) h. 21.

4 dimaksud dalam Pasal 9 PMA No. 11 Tahun 2007 sebelum melakukan pernikahan sebagai upaya pencegahan terjadinya pernikahan terlarang. Pada tahun 2010 lalu, Indonesia dihebohkan oleh pemberitaan media mengenai kasus seorang pria yang menikahi anak tirinya. Pria tersebut mencatatkan perkawinan dengan anak tirinya itu di KUA Sekupang, Batam. Ketika diperiksa, dokumen-dokumen yang diperlukan sudah lengkap sehingga secara administratif tidak ada halangan yang melarang pernikahan. Pegawai Pencatat Nikah dimana pasangan itu mendaftarkan pernikahan mengaku merasa ditipu dan kecolongan lalu melaporkan kasus tersebut ke Kemenag untuk diproses di PA Batam. 8 Selain kasus tersebut, pada tahun 2012 ada pula kasus paman yang menikahi keponakannya dengan alasan ia tidak tahu bahwa seorang laki-laki tidak boleh menikahi keponakan kandungnya. 9 Dilihat dari Berita Acara Persidangan, (BAP), Tergugat mengaku bahwa ia mengetahui bahwa wanita yang ingin dinikahinya adalah keponakannya. Pernikahan ini juga dilaksanakan secara sah terbukti dengan adanya Kutipan Akta Nikah dan pengakuan oleh PPN yang melaksanakan pernikahan. Melihat contoh nyata seperti di atas menunjukkan pentingnya pemeriksaan calon pengantin sebelum menikah agar tidak terjadi pernikahan yang dilarang baik oleh hukum Islam maupun hukum positif (pernikahan terlarang). Dalam proses pemeriksaan nikah, ada sejumlah formulir yang harus diisi oleh calon pengantin. Dari seluruh formulir-formulir tersebut, nantinya akan diketahui 8 http://haluankepri.com/batam/5910-pernikahan-ayah-dan-anak-tiri-dibatalkan.html, diakses pada 27 November 2014, 09.30 WIB. 9 Perkara No. 4051/Pdt.G/2012/PA. Jr.

5 ada tidaknya penghalang perkawinan yang mengakibatkan tidak sah sebuah perkawinan baik secara islam maupun undang-undang. 10 Tetapi, pada kenyataannya, sebagaimana penjelasan oleh Kepala KUA Klojen, 11 masih banyak masyarakat yang belum memahami secara detail mengenai tatacara pengisian formulir yang sudah diformat sangat rinci. Sehingga, peluang terjadinya pernikahan terlarang masih besar walaupun sudah diperiksa karena adanya keterbatasan wawasan dari masyarakat maupun keterbatasan lain dari KUA. Bukan saja itu, masyarakat desa yang lokasinya terhitung jauh dari kota biasanya lebih sulit untuk diberi pemahaman mengenai prosedurprosedur yang wajib dilaksanakan sebelum akad nikah. Hal ini sangat menyulitkan PPN yang ditempatkan di daerah tersebut. Oleh karena itu, kepala KUA sebagai penanggungjawab harus memikirkan langkah-langkah alternatif agar tugasnya terlaksana dengan baik. 12 Berdasarkan PMA No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah, Pasal 9 menyebutkan bahwa PPN memiliki wewenang untuk memeriksa calon suami, calon istri dan wali nikah mengenai ada tidaknya penghalang pernikahan. Selanjutnya, Pasal 12 memberi KUA kewenangan untuk menolak kehendak nikah calon pengantin tersebut jika didapati adanya penghalang. Peraturan ini secara langsung menyerahkan sebuah wewenang absolut kepada KUA baik akan melaksanakan maupun menolak sebuah kehendak pernikahan sesuai dengan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat banyaknya kasus-kasus pernikahan terlarang yang terjadi, 10 Departemen, Pedoman,h. 2003. 11 Shampton, wawancara (Klojen, 31 Oktober 2014). 12 Mursyid, wawancara (Tempurejo, 22 Januari 2015).

6 sehingga peneliti merasakan perlunya ada optimalisasi dalam proses pemeriksaan nikah yang dilakukan oleh PPN. Untuk mengoptimalisasikan upaya pencegahan ini, maka sebelumnya perlu diketahui problematika apa saja yang dihadapi oleh PPN ketika pelaksanaan tugas. Disinilah letak ketertarikan peneliti untuk meneliti hal ini dengan lebih lanjut mengenai kewenangan KUA untuk memeriksa calon pengantin dan wali nikah. Penelitian mengenai pelaksanaan pemeriksaan nikah, peneliti fokuskan di KUA Kecamatan Tempurejo dimana pernah terjadi kasus pernikahan poliandri yang kedua pernikahan dilaksanakan di KUA yang sama dan dalam satu tahun yang sama. Peneliti akan melihat dimana letak permasalahan yang dihadapi PPN sehingga tujuan pemeriksaan nikah tidak tercapai. Peneliti juga memilih melakukan penelitian di kecamatan Tempurejo melihat dari berbagai hal. Pertama, masyarakat Tempurejo terdiri dari etnik Jawa dan Madura. Persentase perbandingan kedua etnis tersebut berbeda-beda di setiap desa. Sebagai contoh di desa Pondokrejo, 70 persen masyarakat terdiri dari etnik Madura, sedangkan masyarakat di desa Wonoasri 80 persen adalah etnik Jawa. Khusus di Tempurejo, sikap dan perilaku masyarakat disana sedikit keras. Selain itu, pola pikir masyarakat masih konservatif tidak terkecuali tokoh agamanya. Selain keras dan konservatif, rupanya masyarakat juga sudah pintar. Sering terjadi kasus-kasus pemalsuan identitas. Hal lain yang menarik peneliti adalah karena kebiasaan masyarakat dalam mengambil

7 keputusan secara informal lebih tinggi daripada secara formal dan hal ini yang oleh PPN dimanfaatkan agar programnya bisa terlaksana. 13 B. Batasan Masalah Peneliti membatasi objek pembahasan penelitian terhadap pelaksanaan Pasal 9 PMA No 11 Tahun 2007 mengenai kewenangan KUA memeriksa calon pengantin dan wali nikah sebelum melaksanakan pernikahan. Pelaksanaan ini mencakup pemahaman dasar hukum, teknis pelaksanaan, dan hambatan serta upaya penyelesaian oleh PPN. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil satu contoh kasus yaitu pernikahan poliandri yang dilaksanakan di KUA yang sama pada tahun yang sama. Namun, tidak menutup kemungkinan ada hasil analisis penelitian yang membahas tentang hal lain yang termasuk salah satu prosedur pencatatan nikah karena pemeriksaan nikah sendiri adalah salah satu prosedur di dalam proses pencatatan nikah. Pemeriksaan nikah dalam hemat peneliti memiliki peran yang sangat besar untuk mencegah terjadinya pernikahan terlarang karena syarat dan rukun yang tidak terpenuhi, baik menurut hukum Islam maupun hukum positif. C. Rumusan Masalah Berangkat dari pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang harus dijawab peneliti rumuskan sebagai berikut : 13 Mursyid, wawancara (Kalisat, 08 April 2015).

8 1. Bagaimana PPN memahami Pasal 9 PMA No. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah? 2. Bagaimana pelaksanaan pasal 9 PMA No 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah di KUA Tempurejo? 3. Apa hambatan di dalam pelaksanaan pasal 9 PMA No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah dan bagaimana upaya penyelesaiannya? D. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pemahaman PPN terhadap pasal 9 PMA NO. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah. 2. Memahami pelaksanaan Pasal 9 PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah di KUA Tempurejo. 3. Menjelaskan hambatan dalam pelaksanaan dan bagaimana upaya penyelesaiannya. E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a. Menambah khazanah kepustakaan yang berkaitan tentang ilmu hukum, khususnya berkaitan dengan kewenangan KUA melaksanakan pemeriksaan nikah secara aplikatif di lapangan. b. Mengembangkan materi hukum dengan data-data dari lapangan sebagai pertimbangan pemerintah membuat kebijakan.

9 2. Secara praktis a. Memberikan rekomendasi pertimbangan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah pusat Indonesia. b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai proses pelaksanaan pemeriksaan nikah dan pernikahan yang seperti apa yang dilarang untuk dilaksanakan oleh undang-undang maupun agama secara rinci. c. Memberikan berbagai saran dan masukan yang membangun kepada petugas atau pelaksana tugas (khususnya PPN) di lapangan. d. Mengembangkan pengetahuan penulis yang pada awalnya hanya mempelajari teori, sehingga dengan ini dapat melihat langsung bagaimana pelaksaanaan pemeriksaan nikah yang diatur dalam PMA No. 11 Tahun 2007 di lapangan. F. Definisi Operasional 1. Pemeriksaan Nikah : Proses melihat dengan teliti untuk mengetahui keadaan (baik tidaknya, salah benarnya,) suatu pernikahan yang akan dilaksanakan. 2. PMA (Peraturan Menteri Agama) : Peraturan kebijakan yang diterbitkan oleh Menteri Agama yang diakui keberadaannya di dalam Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 dan dianggap sebagai sebuah Freies Ermessen dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas. 14 14 Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas, Kedudukan Hukum Peraturan (Regeling) dan Peraturan Kebijakan (Beleidregel) di Bawah Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Agustus 2012, h. 13.

10 3. Pernikahan Terlarang : Pernikahan yang dilarang dan tidak boleh dilaksanakan baik menurut undang-undang maupun agama karena kurang syarat dan/atau rukunnya. G. Sistematika Penulisan Supaya pembahasan ini terstuktur dengan baik dan dapat ditelusuri oleh pembaca dengan mudah, serta dapat memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh, dalam penelitian ini, maka disusun sesuai dengan sistematika pembahasan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut: Melalui Bab I, peneliti memberikan wawasan umum tentang arah penelitian yang dilakukan. Dengan latar belakang, dimaksudkan agar pembaca dapat mengetahui konteks penelitian serta problema yang terjadi. Pendahuluan ini berisi tentang hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami bab-bab selanjutnya yang terdiri dari beberapa sub bagian yang didalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu, dan sistematika pembahasan. Berikutnya, di dalam Bab II peneliti beberkan pemikiran atau konsep yuridis sebagai landasan teoritis untuk pengkajian masalah yang berisi informasi baik secara substansial maupun metode-metode yang relevan dengan permasalahan penelitian. Peneliti juga meringkas secara umum penelitian terdahulu yang berisi perbedaan serta titik singgungnya dengan penelitian ini. Teori yang peneliti gunakan antara lain teori

11 interpretasi hukum sebagai salah satu pisau analisa menjawab rumusan masalah pertama. Selanjutnya peneliti menjadikan teori efektivitas hukum sebagai salah satu alat untuk menjawab rumusan masalah ketiga. Sedangkan tinjauan pustaka lainnya adalah mengenai pencatatan nikah, pemeriksaan nikah dan pelaksana dari peratiran perundang-undangan PMA No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah. Bab III di dalam penelitian hukum empiris membahas metode penelitian yang digunakan. Disini, dijelaskan mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian, objek dan lokasi penelitian. metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode penyajian data. Secara ringkas, penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan berlokasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember. Peneliti menggunakan dokumentasi dan wawancara sebagai metode pengumpulan data yang mana setelah diolah akan disajikan di bab selanjutnya. Dalam Bab IV peneliti menyajikan dan menganalisis data-data yang sudah diperoleh, supaya dapat menjawab permasalahan yang ada pada rumusan masalah, sehingga mendapatkan jawaban dari permasahan tersebut. Analisis yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. BAB V sebagai penutup. Penelitian ini akan ditutup dengan kesimpulan dan saran yang dapat diberikan kepada berbagai pihak yang terkait. Kesimpulan dimaksud sebagai ringkasan penelitian. Hal ini penting sebagai penegasan kembali terhadap hasil penelitian yang ada dalam bab IV.

12 Sehingga pembaca dapat memahaminya secara konkret dan utuh. Sedangkan saran merupakan harapan penulis kepada para pihak yang berkompeten dalam masalah ini, agar penelitian dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan materi berkaitan selanjutnya.