BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena munculnya Good Corporate Governance mulai dikenal karena sering diwacanakan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat, stakeholder, pemerintah maupun manajemen perusahaan itu sendiri akan perlunya suatu sistem yang baik dalam meningkatkan transparansi. Dewasa ini, untuk menciptakan situasi perekonomian yang baik bagi semua pihak, Good Corporate Governance berkembang diberbagai perusahaan baik yang sifatnya publik maupun swasta. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) telah berdiri di Indonesia untuk menangani mengenai masalah ini. Secara logika, perusahaan yang baik harus mempunyai sistem pengendalian yang baik, jika itu dilakukan maka perusahaan akan terkendali dan menghasilkan output yang baik, maka disinilah perlunya Good Corporate Governance dalam mewujudkan semua itu, namun kenyataannya penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan khususnya di Indonesia masih relatif rendah, maka tidak heran jika perusahaan di Indonesia umumnya belum dapat maksimal secara kualitas (Willyz, 2010). Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) di negara Asia menghasilkan bahwa Indonesia menempati posisi paling terakhir dalam menerapkan Good Corporate Governance. 1
2 Tabel 1.1 Skor Peringkat Good Corporate Governance di Asia No. Negara Skor Tahun 2012 1. Singapura 0,67 2. Jepang 1,90 3. Hongkong 2,64 4. Taiwan 5,46 5. Malaysia 5,59 6. Philipina 6,10 7. Thailand 6,57 8. Korea Selatan 6,90 9. China 7,00 10. Vietnam 7,75 11. Indonesia 8,50 Keterangan : makin tinggi skor, makin buruk Good Corporate Governance Sumber : Political and Economic Risk Consultancy (PERC) 2012 Survei lain yang dilakukan oleh Asian Corporate Governance Association (ACGA) menghasilkan bahwa 11 negara yang ada di Asia untuk dapat dibandingkan dan dikatakan telah mengikuti standar internasional haruslah mendapatkan nilai 80%. Hal ini terlihat bahwa negara Singapura yang memiliki nilai 69% masih membutuhkan jalan yang panjang untuk mencapai nilai 80%. Apalagi Indonesia yang baru mencapai setengah dari target yaitu 37%. (Asian Corporate Governance Association, 2012).
3 Tabel 1.2 Market Category Scores Good Corporate Governance di Asia Hal ini tentu saja membuat semua sektor industri yang ada di masingmasing negara perlu melakukan Good Corporate Governance tak terkecuali perusahaan di sektor perbankan (Martin, 2012). Pemerintah memberikan dorongan yang sangat kuat terhadap penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Bukti dari kepedulian pemerintah dapat dilihat dari dibuatnya berbagai regulasi yang mengatur tentang Good Corporate Governance. Berawal dari dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui Surat Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub- Komite Korporasi. Kemudian juga dikeluarkan Surat Edaran Ketua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten (Alamsyah, 2010).
4 Bank merupakan lembaga kepercayaan yang kegiatan operasionalnya adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kepada usaha yang membutuhkan, maka bank harus beroperasi secara sehat dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat. Agar bank dapat beroperasi secara sehat, bank harus melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dengan baik. Penerapan Good Corporate Governance di sektor perbankan diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Pengaturan tersebut dilakukan agar perbankan di Indonesia dapat beroperasi secara sehat, sehingga memberikan kontribusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dengan menggerakkan sektor riil (Endang, 2012). Pengaturan dan implementasi Good Corporate Governance memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam satu kata dan perbuatan merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan Good Corporate Governance. Berdasarkan pertimbangan di atas dan tingginya tingkat kompleksitas serta risiko bisnis perbankan, Komite Nasional Kebijakan Governance memandang perlu untuk mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (Indonesian Banking Sector Code) sebagai pelengkap dan bagian tak terpisahkan dari Pedoman Umum Good Corporate Governance. Perbankan dalam
5 pedoman ini meliputi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dijalankan secara konvensional maupun syariah (Moh Wahyudin, 2008) Perbankan syariah merupakan institusi atau lembaga keuangan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak 16 tahun yang lalu diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan bank syariah diikuti dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di luar struktur perbankan, antara lain Asuransi Takaful, Pasar Modal Syariah, Pegadaian Syariah, dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) (Neni, 2009). Perkembangan yang begitu pesat akhir-akhir ini dari aktivitas perbankan syariah menuntut segera diimplementasikannya praktik-praktik Good Corporate Governance Indonesia dalam pengelolaan perbankan agar dapat memberikan perlindungan yang maksimum kepada semua pihak yang berkepentingan dalam stakeholder, terutama nasabah. Disamping itu penerapan Good Corporate Governance Indonesia dapat membantu bank syariah meminimalisasi kualitas pembiayaan yang tidak baik, meningkatkan akurasi penilaian bank, infrastruktur, kualitas pengambilan keputusan bisnis, dan mempunyai sistem deteksi dini terhadap high risk business area, product, dan services. (Endri, 2009). Secara Institusional perjalanan bank syariah pada tahun 2005 dari 3 Bank Umum Syariah (BUS) dan 19 Unit Usaha Syariah (UUS) sekarang menjadi 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 24 Unit Usaha Syariah (UUS) pada Juni 2013. Dari segi jaringan kantor, pada tahun 2007 terdapat 401 kantor dan sekarang menjadi sekitar 1887 lebih kantor pada akhir tahun 2013 (Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Juni 2013).
6 Perkembangan bisnis perbankan syariah memang berkembang pesat di Indonesia namun masih ada persoalan yang menghambat bisnis perbankan syariah. Pertama, ketersediaan produk dan standardisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Apalagi, produk bank syariah tidak hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim. Kedua, tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah. Selain itu, masalah ketiga industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni (Nur Azifah, 2012). Bank syariah dikembangkan sebagai lembaga bisnis keuangan yang melaksanakan kegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Tujuan ekonomi Islam bagi bank syariah tidak hanya terfokus pada tujuan komersil yang tergambar pada pencapaian keuntungan maksimal semata, tetapi juga mempertimbangkan perannya dalam memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat. Kontribusi untuk turut serta dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut merupakan peran bank syariah dalam pelaksanaan fungsi sosialnya. Fungsi sosial tersebut yang paling nampak diantaranya diwujudkan melalui aktivitas penghimpunan dan penyaluran zakat, infaq, sadaqah, hibah dan waqaf (ZISW). Selain itu bank syariah juga
7 mengeluarkan zakat dari keuntungan operasinya serta memberikan pembiayaan kebajikan (qardh). Fungsi sosial ini diharapkan akan memperlancar alokasi dan distribusi dana sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama mereka yang sangat membutuhkan. Bank syariah memiliki fungsi bisnis dan fungsi sosial, maka dalam mengevaluasi kinerjanya juga harus dilakukan secara komprehensif. Bank syariah harus dievaluasi pencapaian kinerja bisnis sekaligus kinerja sosialnya (Azis, 2009). Kondisi kesehatan maupun kinerja keuangan bank syariah dapat dianalisis melalui laporan keuangan. Analisis laporan keuangan dapat membantu untuk mengetahui penilaian tingkat kinerja keuangan bank yang dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Bank Mandiri merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang perbankan. Bank-bank yang bermodal di atas Rp50 triliun yang memperoleh predikat sangat bagus yaitu Bank Mandiri dengan skor 93,76. Predikat sangat bagus untuk Bank Syariah di Indonesia yang bermodal Rp 1 triliun hingga kurang dari Rp 10 triliun adalah Bank Syariah Mandiri dengan perolehan skor 95,69 berpredikat sangat bagus. Predikat sangat bagus dari Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri tidak menjadikan kinerja keuangan bank pada tahun selanjutnya membaik dan dapat mempertahankan predikat yang sangat bagus. Perbankan di Indonesia harus mengantisipasi dampak krisis yang dapat meningkatkan risiko tinggi sehingga menyebabkan kinerja keuangan bank menurun. Sistem perbankan yang sehat dinilai dari kinerja keuangan bank yang baik. Kinerja keuangan bank yang sehat dapat menumbuhkan kepercayaan
8 masyarakat begitu pula sebaliknya, penurunan kinerja keuangan bank dapat menurunkan kepercayaan masyarakat (Candra, 2013). Masalah yang muncul pada saat perusahaan berkembang pesat pertanggungjawabannya tidak hanya kepada pihak manajemen perusahaan saja tetapi kepada dewan direksi, komisaris dan pemegang saham. Pihak pihak tersebut juga membutuhkan informasi mengenai perkembangan usaha suatu perusahaan, bahkan pihak tersebut mempunyai fungsi sebagai pengawas. Pihak yang berperan dalam hal ini adalah Komite Audit (Dewi, 2010). Salah satu bentuk dari tata kelola perusahaan yang baik adalah adanya sebuah sistem pengawasan yang efektif dan berimbang (check and balance) di perusahaan. Dewan Komisaris sebagai perwakilan dari pemegang saham merupakan salah satu pihak yang melakukan fungsi pengawasan atas perusahaan demi tercapainya kepentingan pemegang saham dan dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris dibantu oleh komite audit. Komite audit adalah suatu komite independen yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh direksi atau manajemen (Erland, 2012). Komite audit memegang peranan penting dalam mewujudkan dan mengawasi pelaksanaan Good Corporate Governance menuju terciptanya suatu kinerja yang diharapkan perusahaan. Komite audit dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya memerlukan interkasi dengan audit internal (Moh Wahyudin, 2008).
9 Komite Audit merupakan salah satu faktor internal yang dapat mewujudkan terciptanya Good Corporate Governance. Komite audit memungkinkan komisaris melakuan pengawasan yang efektif dalam tiga bidang yaitu laporan keuangan, Good Corporate Governance, dan pengawasan perusahaan (Antonius, 2004). Perkembangan bank syariah yang begitu pesat juga membawa kekhawatiran tersendiri. Kekhawatiran tersebut berhubungan dengan kemurnian bank syariah dari prinsip-prinsip syariah. Antonio (2001) menjelaskan bahwa untuk menjaga kemurnian praktik bank syariah maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Salah satu pilar penting dalam pengembangan bank syariah adalah prinsip prinsip syariah (Shariah Compliance). Pilar inilah yang menjadi pembeda utama antara bank syariah dengan bank konvensional. Pengawasan syariah diperlukan untuk menjamin teraplikasinya prinsip prinsip syariah di lembaga perbankan, yang diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah. Pokok-pokok hasil penelitian Bank Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa bank syariah, sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah. Kepatuhan dan kesesuaian bank syariah terhadap prinsip syariah sering dipertanyakan oleh para nasabah. Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah, salah satu penyebab reputasi dan kepercayaan masyarakat pada bank syariah hal ini juga akan
10 berdampak pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah. Peningkatan reputasi dan kepercayaan nasabah dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan perkembangan bank syariah dan sekaligus sebagai prediksi keberhasilan bank syariah di masa yang akan datang dalam rangka meningkatkan market share-nya (Siti, 2011). Dari gambaran mengenai tugas dan fungsi dari Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance pada Bank Syariah. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengambil judul untuk penulisan skripsi ini yaitu : Pengaruh Peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Syariah Mandiri). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang terjadi adalah : 1. Apakah peran komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance? 2. Apakah peran komite audit, dewan pengawas syariah dan Good Corporate Governance berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap kinerja bank syariah? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada masalah sejauh mana pengawasan dan kedisplinan komite audit dan dewan pengawas syariah dalam melaksanakan
11 tugasnya mewujudkan Good Corporate Governance untuk meningkatkan kinerja bank syariah. Kinerja yang digunakan adalah kinerja keuangan yang diukur secara kualitatif melalui rasio rasio keuangan. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peran komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance. 2. Untuk mengetahui peran komite audit, dewan pengawas syariah dan Good Corporate Governance berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap kinerja bank syariah. 1.5 Kegunaan Penelitian Terdapat beberapa manfaat yang dapat digunakan melalui penelitian ini, yaitu : 1. Bagi Komite Audit Penelitian ini dapat dijadikan masukan agar dalam melakukan pengawasan dan penelitian dapat memberikan masukan yang sangat baik guna menerapkan Good Corporate Governance. 2. Bagi Dewan Pengawas Syariah Memberikan masukan dalam melakukan pengawasan terhadap perbankan syariah di Indonesia menuju Good Corporate Governance. 3. Bagi Bank Syariah
12 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan kinerja bank syariah untuk mencapai Good Corporate Governance. 4. Bagi Peneliti Untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat berarti tentang peranan komite audit dan dewan pengawas syariah pada bank syariah yang merupakan salah satu instrumen Good Corporate Governance pada bank syariah. 5. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan akuntansi keuangan, audit internal dan akuntansi manajemen. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Guna memperoleh data yang objektif sebagaimana yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian pada kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Kota Bandung. Adapun penelitian ini dilakukan pada Oktober 2013 sampai dengan selesainya penelitian ini.