BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

PENGUJIAN PANEL AKUSTIK PAPAN PARTIKEL KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ELANG SANDHI KUSUMA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan Anak petak

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta Unram

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

17 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(1), 16-20

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelapa Sawit yang sudah tidak produktif. Indonesia, khususnya Sumatera Utara,

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

Karakteristik Fisis dan Mekanis Papan Semen Bambu Hitam (Gigantochloa Atroviolacea Widjaja) dengan Dua Ukuran Partikel

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

(Penulis Korespondensi: 2 Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Kiki Sinaga, M. Dirhamsyah Dan Ahmad Yani Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN

KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI KOMPOSISI PARTIKEL BATANG KELAPA SAWIT DAN MAHONI DENGAN BERBAGAI VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

Medan (Penulis Korespondensi : 2 Staf Pengajar Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT

BAB V ANALISIS HASIL

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

BAB III BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI BATANG DAN CABANG KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)

PENGARUH RASIO SEMEN DAN PARTIKEL TERHADAP KUALITAS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH PARTIKEL INDUSTRI PENSIL

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

PAPAN SEMEN-GYPSUM DARI CORE-KENAF (Hibiscus cannabinus L.) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGERASAN AUTOCLAVE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN APLIKASI PAPAN PARTIKEL COCO FIBER SEBAGAI KOTAK PENYIMPANAN TALAS (Colocasia esculenta L.) Tri Hadi Susilo Wardoyo

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kalibrasi Lensa Mikroskop pada Penggunaan Mikronmeter

KARAKTERISTIK AKUSTIK PAPAN KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA BERMATRIK KERAMIK

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI BATANG SINGKONG DAN LIMBAH PLASTIK BERDASARKAN PELAPISAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUALITAS PAPAN PARTIKEL BATANG BAWAH, BATANG ATAS DAN CABANG KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) ERWINSYAH PUTRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya(suharto, 2011). Berdasarkan wujudnya limbah di kelompokkan

KUALITAS PAPAN PARTIKEL TANDAN KOSONG SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGGUNAKAN PEREKAT LIKUIDA DENGAN PENAMBAHAN RESORSINOL YULIANI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL BERBAHAN DASAR KULIT DURIAN (Durio zibethinus murr.)

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan

Transkripsi:

19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi akustiknya akan dipantulkan, diteruskan, dan sebagian lagi akan diserap ke dalam massa kayu. Selanjutnya kayu bergetar dan suara / bunyi diperkuat, atau terjadi penyerapan total atau sebagian saja (Tsoumis 1991). Koefisien absorbsi suara menggambarkan suatu fraksi dari sumber energi suara agar material menyerap. Nilai koefisien absorbsi dalam frekuensi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10. Koefisien Absorbsi 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 Halus 0,5 g/cm³ Sedang 0,5 g/cm³ Wol 0,5 g/cm³ Halus 0,8 g/cm³ Sedang 0,8 g/cm³ Wol 0,8 g/cm³ Frekuensi (Hz) Gambar 10. Grafik koefisien absorbsi suara panel akustik papan partikel sengon. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa pada frekuensi rendah (100 400) Hz, koefisien absorbsi untuk setiap panel akustik memiliki nilai yang hampir sama. Pada frekuensi sedang (400 1000) Hz, hampir semua papan berada pada nilai koefisien absorbsi yang rendah. Hal ini menjelaskan bahwa pada frekuensi sedang, papan partikel lebih banyak merefleksikan suara. Untuk frekuensi tinggi (1000 4000) Hz, panel akustik berkerapatan 0,5 g/cm³ memiliki nilai koefisien absorbsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel akustik berkerapatan 0,8

20 g/cm³ pada semua ukuran partikel. Hal ini dikarenakan semakin rendah kerapatan panel yang dimiliki, maka semakin banyak rongga-rongga yang terbentuk sehingga kemampuan bahan dalam menyerap suara akan semakin baik (Simatupang 2007). 4.1.2 Rugi Transmisi Suara (STL) Rugi transmisi suara (sound transmission loss, STL) umumnya digunakan sebagai alat suatu parameter kemampuan suatu bahan dalam mereduksi suara. Nilai STL dalam frekuensi yang berbeda disajikan pada Gambar 11. 35 Halus 0,5 g/cm³ Sedang 0,5 g/cm³ Wol 0,5 g/cm³ Halus 0,8 g/cm³ Sedang 0,8 g/cm³ Wol 0,8 g/cm³ Rugi Transmisi Suara (db) 30 25 20 15 10 5 0 Frekuensi (Hz) Gambar 11. Grafik sound transmission loss (db) panel akustik papan partikel sengon. Berdasarkan Gambar 11, pada frekuensi rendah (100 400) Hz, panel akustik kerapatan 0,8 g/cm³ memiliki nilai STL yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan 0,5 g/cm³. Pada frekuensi sedang (400 1000) Hz, nilai STL untuk panel akustik 0,8 g/cm³ masih lebih tinggi daripada kerapatan 0,5 g/cm³. Untuk frekuensi tinggi (1000 4000) Hz, papan partikel wol memiliki nilai STL yang paling rendah baik pada kerapatan 0,5 g/cm³ maupun 0,8 g/cm³. Hal ini dikarenakan ikatan partikel papan partikel halus dan sedang lebih kompak

21 dibandingkan papan wol. Pada frekuensi ini juga, panel akustik dengan kerapatan 0,8 g/cm³ memiliki nilai STL yang lebih tinggi dibandingkan panel akustik dengan kerapatan 0,5 g/cm³. Hal ini berkaitan dengan kekompakan papan partikel dimana semakin kompak suatu papan maka semakin tinggi nilai STLnya (Bucur 2006). 4.1.3 Kelas Transmisi Suara (STC) Kelas transmisi suara (sound transmission class, STC) adalah kemampuan rata rata transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Untuk menentukan nilai Sound Transmission Class dari suatu bahan, histogram hasil pengukuran TL dibandingkan dengan kurva-kurva STC standar, kemudian dicari kurva STC yang terdekat. Kurva STC standar terdiri dari nilainilai TL referensi untuk setiap frekuensi (ASTM E 413 (2004)). Nilai STC dalam frekuensi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3. 30 Halus 0,5 g/cm³ Sedang 0,5 g/cm³ Wol 0,5 g/cm³ Halus 0,8 g/cm³ Sedang 0,8 g/cm³ Wol 0,8 g/cm³ Kelas Transmisi Suara 25 20 15 10 5 0 Frekuensi (Hz) Gambar 12. Grafik sound transmission class panel akustik papan partikel sengon. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa panel akustik kerapatan 0,8 g/cm³ memiliki nilai STC yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel akustik berkerapatan 0,5 g/cm³. Untuk panel akustik partikel wol 0,8 g/cm³, partikel wol 0,5 g/cm³, dan partikel sedang 0,5 g/cm³ berada pada nilai STC yang lebih rendah

22 dibandingkan panel akustik lainnya. Hal ini dikarenakan pada partikel wol dan sedang 0,5 g/cm³ lebih banyak terdapat rongga udara sehingga menyebabkan banyak suara yang lolos atau diteruskan melalui panel akustik tersebut. Semakin tinggi nilai STC maka semakin baik bahan peredam suara tersebut. 4.2 Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Sengon 4.2.1 Kerapatan Kerapatan merupakan ukuran kekompakan suatu partikel di dalam sebuah lembaran. Nilainya sangat bergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan lembaran (Bowyer dkk. 2003). Gambar 13 menyajikan nilai kerapatan panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda. Kerapatan (gr/cm3) 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,77 0,76 0,75 0,47 0,46 0,45 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 0,4-0,9 g/cm³ Gambar 13. Histogram kerapatan panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Gambar 13 menjelaskan bahwa kerapatan target 0,8 g/cm³ memiliki nilai kerapatan aktual antara 0,75 g/cm³ sampai 0,77 g/cm³. sedangkan untuk kerapatan target 0,5 g/cm³, kerapatan aktualnya antara 0,45 g/cm³ sampai 0,47 g/cm³. Secara keseluruhan nilai kerapatan panel akustik yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan bahwa kerapatan panel akustik berkisar 0,4 g/cm³ sampai 0,9 g/cm³.

23 Tabel 2. Analisis ragam kerapatan panel akustik Sumber DB Jumlah Kuadrat F-Hitung Pr > F Keragaman Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 0.39902222 0.39902222 300.52 <.0001 * Ukuran partikel 2 0.00121111 0.00060556 0.46 0.6443 tn Interaksi keduanya 2 0.00001111 0.00000556 0.00 0.9958 tn Keterangan :* = nyata, tn = tidak nyata Analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan panel akustik. 4.2.2 Kadar Air Nilai rata-rata kadar air panel akustik sengon dengan kerapatan 0,5 g/cm³ dan 0,8 g/cm³ dapat dilihat pada Gambar 14. 14,0 Kadar Air (%) 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 9,1 8,9 10,6 9,8 9,7 9,1 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 5-13% 2,0 0,0 Halus Sedang wol Gambar 14. Histogram kadar air (%) panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Berdasarkan Gambar 14, nilai kadar air panel akustik yang dihasilkan berkisar antara 8,9% sampai 10,6%. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada panel akustik dari partikel sedang dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 10,6%, sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 8,9%. Secara keseluruhan nilai kadar air panel

24 akustik yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan nilai kadar air panel akustik berkisar antara 5% sampai 13%. Nilai kadar air panel akustik yang dihasilkan cukup tinggi, hal ini diduga karena kayu bersifat higroskopis yang berarti kayu dapat menyerap dan melepaskan air, sehingga kadar air dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi lingkungannya. Tabel 3. Analisis ragam kadar air panel akustik Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat F Value Pr > F Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 0.07735556 0.07735556 0.35 0.5638 tn Ukuran partikel 2 0.22973333 0.11486667 0.52 0.6055 tn Interaksi keduanya 2 0.15471111 0.07735556 0.35 0.710 tn Analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air panel akustik. 4.2.3 Daya Serap Air (DSA) Daya serap air adalah kemampuan suatu bahan dalam menyerap air. Panel akustik komposit papan partikel mengandung bahan berlignoselulosa yang mempunyai sifat finitas yang tinggi terhadap air. Sifat tersebut akan menyebabkan papan mempunyai sifat mengembang dan menyusut sesuai dengan kandungan air di dalam papannya (Bowyer dkk. 2003). Gambar 15 dan 16 menyajikan daya serap panel untuk perendaman 2 dan 24 jam.

25 Daya Serap Air 2 jam (%) 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 70,0 57,1 56,9 42,0 44,9 44,1 Gambar 15. Histogram daya serap air perendaman 2 jam (%) panel akustik papan partikel sengon. Berdasarkan Gambar 15, nilai rata-rata daya serap air (DSA) panel akustik setelah perendaman 2 jam berkisar antara 42,0 % sampai 70,0%. Nilai daya serap air tertinggi setelah perendaman 2 jam terdapat pada panel akustik dari partikel sedang dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 70,0 % dan nilai daya serap air terendah terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 42,0 %. Daya Serap Air 24 jam (%) 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 105,2 108,9 85,4 62,0 61,3 68,1 Gambar 16. Histogram daya serap air perendaman 24 jam (%) panel akustik papan partikel sengon.

26 Dari Gambar 16 dapat dilihat nilai rata-rata daya serap air setelah perendaman 24 jam berkisar antara 61,3% sampai 108,9%. Nilai daya serap air tertinggi setelah perendaman 24 jam terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 108,9%, dan nilai daya serap air terendah terdapat pada panel akustik dari partikel sedang dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 61,3%. Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan tingginya nilai rata-rata daya serap air panel akustik yang dihasilkan. Hal ini diduga karena kayu sengon mempunyai berat jenis yang rendah, dimana rongga selnya besar sehingga mudah menyerap air dalam kapasitas besar. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa panel akustik berkerapatan 0,5 g/cm³ memiliki nilai DSA yang lebih tinggi dari pada panel akustik berkerapatan 0,8 g/cm³, karena semakin rendah kerapatan papan maka rongga yang dapat diisi oleh airpun akan semakin banyak. Standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) tidak mensyaratkan nilai untuk daya serap air, namun pengujian ini tetap dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan komposit yang dihasilkan terhadap air. Tabel 4. Analisis ragam daya serap air 2 jam Sumber DB Jumlah Kuadrat F-Hitung Pr > F Keragaman Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 1410.286703 1410.28670 8.94 0.0113* Ukuran partikel 2 224.162973 112.081486 0.71 0.5110 tn Interaksi keduanya 2 129.813469 64.906735 0.41 0.6717 tn Tabel 5. Analisis ragam daya serap air 24 jam Sumber DB Jumlah Kuadrat F-Hitung Pr > F Keragaman Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 5850.908369 5850.90836 52.37 <.0001 * Ukuran partikel 2 678.946288 339.473144 3.04 0.0856 tn Interaksi keduanya 2 365.346586 182.673293 1.64 0.2355 tn

27 Analisis ragam pada Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air panel akustik. 4.2.4 Pengembangan Tebal (PT) Pengembangan tebal merupakan perubahan dimensi papan dengan bertambahnya ketebalan dari papan tersebut. Pengembangan tebal ini menentukan suatu papan dapat digunakan untuk eksterior atau interior. Pengembangan tebal yang tinggi pada panel akustik tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior karena memiliki stabilitas dimensi produk yang rendah dan sifat mekanisnya akan rendah juga (Massijaya dkk. 2000). Pengujian pengembangan tebal dilakukan dengan merendam panel akustik selama 2 jam dan 24 jam. Gambar 17 dan 18 menyajikan nilai Pengembangan tebal panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda. Pengembangan Tebal 2 Jam (%) 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 12,3 10,6 10,3 8,7 6,6 5,4 Ukuran partikel JIS A 5908 tipe 8 (2003) 12 % Gambar 17. Histogram pengembangan tebal perendaman 2 jam (%) panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Pada Gambar 17 dapat dilihat nilai rata-rata pengembangan tebal panel akustik setelah perendaman 2 jam berkisar antara 5,4% sampai 12,3%. Nilai tertinggi pengembangan tebal setelah peredaman 2 jam terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ yaitu sebesar 12,3% dan nilai terendah terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,8 g/cm³ yaitu sebesar 5,4%.

28 Pengembangan Tebal 24 Jam (%) 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 16,1 13,4 12,9 14,9 9,2 9,1 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 12 % Gambar 18. Histogram pengembangan tebal perendaman 24 jam (%) panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Pada Gambar 18 dapat dilihat nilai rata-rata pengembangan tebal perendaman 24 jam berkisar antara 9,1% sampai 16,1%. Nilai tertinggi perendaman 24 jam terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ yaitu 16,1%, sedangkan nilai terendah terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,8 g/cm³ yaitu 9,1%. Gambar 17 dan Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan tebal panel akustik partikel sedang dan wol yang dihasilkan melebihi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal panel akustik yaitu maksimal 12%. Tingginya nilai pengembangan tebal panel akustik yang dihasilkan diduga disebabkan tingkat absorpsi air oleh bahan baku yang tinggi. Setiawan (2008) menyatakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungan dengan absorbsi air, karena semakin banyak air yang diabsorbsi dan memasuki struktur partikel maka semakin banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkan, hal tersebut dibuktikan dengan besarnya nilai daya serap air yang tinggi.

29 Tabel 6. Analisis ragam pengembangan tebal untuk perendaman 2 jam Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Pr > F Kerapatan papan 1 9.52721033 9.52721033 0.71 0.4161 tn Ukuran partikel 2 91.42263593 45.71131797 3.40 0.0675 tn Interaksi keduanya 2 0.26134546 0.13067273 0.01 0.9903 tn Tabel 7. Analisis ragam pengembangan tebal untuk perendaman 24 jam Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Pr > F Kerapatan papan 1 1.7349821 1.7349821 0.11 0.7425 tn Ukuran partikel 2 122.7813898 61.3906949 4.00 0.0467 * Interaksi keduanya 2 0.7643578 0.3821789 0.02 0.9755 tn Analisis ragam pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal panel akustik. 4.2.5 Modulus of Elasticity (MOE) Modulus of Elasticity (MOE) atau keteguhan lentur merupakan ukuran ketahanan suatu benda untuk mempertahankan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan. Sifat kekakuan ini hanya berlaku sampai batas proporsi (Bowyer dkk. 2003). Keteguhan lentur merupakan salah satu kekuatan mekanis yang sangat penting diketahui pada panel akustik. Gambar 19 menyajikan nilai keteguhan lentur panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda.

30 MOE (kg/cm2) 20000 15000 10000 5000 5.985 12.781 7.284 14.457 3.098 11.817 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 20.000 kg/cm² 0 Gambar 19. Histogram keteguhan lentur (kg/cm 2 ) panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Pada Gambar 19 dapat dilihat nilai rata-rata MOE papan pertikal yang dihasilkan berkisar antara 3.098 kg/cm 2 sampai 14.457 kg/cm 2. Nilai MOE tertinggi terdapat pada panel akustik dari partikel sedang dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 14.457 kg/cm 2, sedangkan nilai MOE terendah terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 3.098 kg/cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa papan partikel wol memiliki nilai MOE yang rendah. Gambar 19 menunjukan bahwa semua panel akustik yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan nilai MOE panel akustik yaitu minimum 20.000 kg/cm². Hal ini diduga disebabkan oleh jumlah debu yang cukup tinggi akibatnya distribusi perekat tidak merata dan lebih banyak menutupi permukaan sehingga ikatan antara partikelnya kurang kompak. Bowyer dkk. (2003) menyatakan bahwa kerapatan, ukuran partikel, geometri partikel merupakan ciri utama yang menentukan sifat MOE yang dihasilkan. Tabel 8. Analisis ragam MOE panel akustik Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Pr > F Kerapatan 1 257370252.0 257370252.0 109.66 <.0001 * Ukuran partikel 2 35139010.0 17569505.0 7.49 0.0078 * Interaksi keduanya 2 3113728.1 1556864.1 0.66 0.5330 tn

31 Analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap MOE panel akustik. 4.2.6 Modulus of Rupture (MOR) Modulus of Rupture (MOR) atau modulus patah merupakan kemampuan papan untuk menahan beban hingga batas maksimum yang dinyatakan dalam besarnya tegangan persatuan luas, dan dapat dihitung dengan menentukan besarnya tegangan permukaan bagian atas dan bagian bawah dari benda pada beban maksimum (Maloney 1993). Gambar 20 menyajikan nilai modulus patah panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda. MOR (kg/cm2) 600 500 400 300 200 100 0 Gambar 20. Histogram keteguhan patah kg/cm 2 panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). Pada Gambar 20 dapat dilihat nilai rata-rata MOR panel akustik yang dihasilkan berkisar antara 104,4 kg/cm 2 sampai 479,7 kg/cm². Nilai MOR panel akustik tertinggi terdapat pada panel akustik dari partikel sedang dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 479,7 kg/cm², sedangkan nilai MOR terendah terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 104,4 kg/cm². 177,8 419,2 219,1 479,7 472,0 104,4 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 80 kg/cm² Gambar 20 menunjukkan bahwa nilai rata-rata keteguhan patah panel akustik yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan nilai keteguhan patah panel akustik minimal 80 kg/cm². Rata-rata nilai MOR dari panel akustik dengan kerapatan 0,8 g/cm³ lebih tinggi dari ratarata nilai MOR dari panel akustik dengan kerapatan 0,5 g/cm³ hal ini dikarenakan

32 semakin tinggi kerapatan panel akustik yang dihasilkan maka sifat keteguhan patah panel akustik juga akan semakin tinggi (Bowyer dkk. 2003). Faktor yang mempengaruhi keteguhan patah panel akustik adalah berat jenis kayu, geometri partikel, ukuran partikel, kadar air lapik, prosedur kempa (Nuryawan 2007). Tabel 9. Analisis ragam MOR panel akustik. Sumber DB Jumlah Kuadrat F -Value Pr > F keragaman Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 378075.9925 378075.992 90.03 <.0001 * Ukuran partikel 2 12893.3275 6446.6638 1.54 0.2549 tn Interaksi keduanya 2 13874.2140 6937.1070 1.65 0.2324 tn Analisis ragam pada Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap MOR panel akustik. 4.2.7 Internal Bond (IB) Keteguhan rekat internal (Internal Bond, IB) merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan papan. Pengujian keteguhan rekat internal dilakukan agar dapat mengindikasikan keberhasilan dalam pencampuran perekat, pembentukan, dan pengempaan (Bowyer dkk. 2003). Gambar 21 menyajikan nilai Keteguhan rekat internal panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda. Internal Bond (kg/cm²) 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 7,2 8,4 5,1 7,0 Gambar 21. Histogram keteguhan rekat internal kg/cm² panel akustik papan partikel sengon dibandingkan standar JIS A 5908 tipe 8 (2003). 2,9 3,0 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 1,5 kg/cm 2

33 Pada Gambar 21 dapat dilihat nilai rata-rata keteguhan rekat internal panel akustik yang dihasilkan berkisar antara 2,9 kg/cm² sampai 8,4 kg/cm². Nilai keteguhan rekat internal panel akustik tertinggi terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 8,4 kg/cm², sedangkan nilai terendah terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 2,9 kg/cm². Secara keseluruhan nilai keteguhan rekat internal panel akustik yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan internal bond panel akustik yaitu 1,5 kg/cm². Semakin lama waktu kempa yang digunakan pada saat pengempaan maka semakin besar nilai keteguhan rekat internal panel akustik. Kualitas keteguhan rekat internal panel akustik dipengarui oleh pencampuran, pembentukan dan pengempaan yang baik (Bowyer dkk. 2003). Tabel 10. Analisis ragam internal bond panel akustik Sumber DB Jumlah Kuadrat F-hitung Pr > F Keragaman Kuadrat Tengah Kerapatan papan 1 4.59045000 4.59045000 1.42 0.2564 tn Ukuran partikel 2 72.40693333 36.20346667 11.20 0.0018* Interaksi 2 2.46493333 1.23246667 0.38 0.6910 tn keduanya Analisis ragam pada Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap internal bond panel akustik. 4.2.8 Kuat Pegang Sekrup (KPS) Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan panel akustik untuk menahan sekrup yang ditanamkan pada panel akustik. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup panel akustik dihasilkan berkisar antara 39,4 kg sampai 80,6 kg. Gambar 22 menyajikan nilai Kuat pegang sekrup panel akustik papan partikel sengon pada kerapatan dan ukuran partikel yang berbeda.

34 KPS (kg) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 77,1 80,6 71,1 39,4 41,7 43,1 JIS A 5908 tipe 8 (2003) 30 kg Gambar 22. Histogram kuat pegang sekrup panel akustik Pada histogram di atas dapat dilihat nilai kuat pegang sekrup tertinggi terdapat pada panel akustik dari partikel wol dengan kerapatan 0,8 g/cm³ sebesar 80,6 kg, sedangkan nilai kuat pegang sekrup terendah terdapat pada panel akustik dari partikel halus dengan kerapatan 0,5 g/cm³ sebesar 39,4 kg. Secara keseluruhan nilai kuat pegang sekrup panel akustik yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 tipe 8 (2003) yang mensyaratkan kuat pegang sekrup panel akustik yaitu minimal 30 kg. Bowyer dkk. (1996) menyatakan bahwa kerapatan panel akustik mempengaruhi nilai kekuatan panel akustik dalam menahan paku dan sekrup. Semakin besar kerapatan panel akustik, maka semakin besar pula nilai kekuatan pegang sekrup yang dihasilkan. Tabel 11. Analisis ragam kuat pegang sekrup panel akustik Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung Pr > F Kerapatan papan 1 5460.821689 5460.821689 64.64 <.0001 * Ukuran partikel 2 134.598878 67.299439 0.80 0.4733 tn Interaksi keduanya 2 26.260744 13.130372 0.16 0.8577 tn

35 Analisis ragam pada Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi faktor ukuran partikel dan kerapatan papan tidak berpengaruh nyata terhadap kuat pegang sekrup panel akustik.