Hasil Riset Operasional Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Kerjasama PKMK FK UGM dengan Kemenkes RI Forum Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, Padang Senin, 24 Agustus 2015
Tujuan Mengidentifikasi permasalahan atau hambatan strategis Implementasi LKB Mengidentifikasi alternatif solusi yang potensial dan menentukan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Menilai efektivitas alternatif solusi yang dipilih untuk menyikapi permasalahan atau hambatan dalam layanan pengobatan melalui Intervensi Program di tingkat layanan. Memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan dalam rangka mengintegrasikan upaya modifikasi ini ke dalam strategi Implementasi LKB di masa depan
Metode dan Tahapan Penelitian Riset operasional Lokasi: Yogyakarta (9 fasyankes) dan Semarang (10 fasyankes) Asesmen Awal Perumusan Permasalahan Prioritas dan Alternatif Solusi Pengembangan Disain Intervensi Pengembangan Rekomendasi untuk Penguatan Pelaksanaan LKB Monitoring dan Evaluasi Intervensi Pelaksanaan Intervensi
Hasil Assesmen Awal Prioritas Masalah Yogyakarta Semarang Aspek Disain 1. Pemahaman LKB kurang 2. Peran kader /PKM Non LBK belum jelas 3. SOP ARV belum jelas /alur panjang dan kompleks dan butuh biaya besar 1. Pemahaman LKB nakes masih kurang 2. RS rujukan LKB belum berkerjasama/melibatkan komponen lain Aspek layanan 1. Terbatasnya jam Operasional RS Rujukan 2. Obat Itu butuh Rujukan PKM 3. Pemahaman Nakes layanan PMTCT kurang 1. Kapasitas tenaga medis (klinis HIV dan IO) kurang 2. Belum ada Pengembangan PKM rujukan iniasi ARV Aspek Koordinasi 1. Koordinasi Pemangku kepentingan belum Optimal 2. Sistem Rujukan belum berjalan (alur rujukan, sosialisasi lkb lemah, belum melibatkan pihak luar 1. Koordinasi Pemangku kepentingan belum optimal 2. Tidak ada tool monev
Alternatif Solusi (Yogyakarta) Aspek Yogyakarta Semarang Aspek Desain Aspek Layanan Aspek Koordinasi Pelatihan LKB (Konsep dan Pendekatan LKB) Jejaring Rujukan Capasity Building ( Materi HIV, IO, Kulit, ARV, Gizi) Pertemuan Rutin Pemangku Kepentingan PKM, Dinkes, KPA, LSM, Kade Pelatihan LKB (Konsep dan Pendekatan LKB) Jejaring rujukan Capasity building (Materi HIV, IO, Kulit, ARV, Gizi) Pertemuan Rutin Pemangku Kepentingan PKM, Dinkes, KPA, LSM, Kade
Pengembangan Disain Intervensi
Implementasi Intervensi Yogyakarta Pertemuan koordinasi Stakeholder LKB (3 kali dalam 3 bulan) Semarang Pertemuan koordinasi Stakeholder LKB ( 3 kali dalam tiga bulan ) Peningkatan Kapasitas Nakes dan non nakes (2 hari ) Peningkatan Kapasitas Nakes dan non medis 1 hari)
Masalah yang Ditemukan Saat Intervensi Peserta koordinasi bukan pihak yang memiliki kewenangan memutuskan di lembaga / instansi Tidak ada transfer informasi hasil koordinasi kepada yang berkepentingan Kendala Kesepakatan Waktu = Kesibukan para kepala Inkonsistensi waktu : pengumpulan baseline, endline, dan MoU
Hasil Intervensi: Cakupan Telah terjadi peningkatan cakupan layanan VCT/PITC, IMS dan CST di fasyankes dengan variasi perubahan cakupan di masing-masing fasyankes.
Cakupan PITC di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang 800 700 600 500 400 300 Sebelum intervensi Sesudah intervensi 200 100 0 Yogyakarta Semarang
Cakupan IMS di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang 400 350 300 250 200 150 Sebelum Intervensi Sesudah intervensi 100 50 0 Yogyakarta Semarang
Cakupan CST Di Rumah Sakit Kota Yogyakarta dan Kota Semarang 1550 1500 1450 1400 1350 1300 Sebelum intervensi Sesudah intervensi 1250 1200 1150 Yogyakarta Semarang
Hasil Intervensi: Tata Kelola Telah terjadi perubahan pada kebijakan penting dalam pelaksanaan layanan HIV dan IMS (mekanisme rujukan dan jam layanan) dan komitmen serta kepemilikan yang lebih besar dari fasyankes dan pemangku kepentingan LKB
Koordinasi (Tata Kelola) Koordinasi Manfaat Pertemuan simpul pemangku kepentingan Persepsi Perubahan jam layanan Persepsi Peningkatan Sharing data Mekanisme rujukan Perubahan 1. Ruang berbagi pengetahuan (sosialisasi, diseminasi LKB) 2. Memperkuat komitmen dan rasa kepemilikan 3. Penguatan jejaring 4. Kesepakatan MOU kerjasama mekanisme rujukan Perubahan layanan Kasus Yogyakarata (RSU Muhammadiyah) meningkatkan askesibilitas layanan Peningkatan komitmen Mekanisme berbagi laporan data antar layanan Mempermudah akses layanan antar fasyankes primer dan sekunder
Kapasitas Penyedia layanan Manfaat Pelatihan Persepsi Pemahaman materi Persepsi Metode pelatihan Persepsi perubahan layanan atas pemanfaatan hasil pelatihan Perubahan Kualitas Layanan Perubahan Pelatihan meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan diri dalam melayani pasien Meningkatkan kepekaan dan mengurangi diskriminasi Sebagai penyegaran untuk nakes dan non nakes Meningkatkan ketrampilan nakes fasyankes primer untuk melakukan layanan VCT Penjangkaun yang lebih baik dan mendorong untuk melakukan VCT lebih baik Pemanfaat menyatakan Layanan lebih mudah dan cepat, petugas lebih ramah/care, kualitas layanan cukup berbeda.
Hasil Intervensi: Peningkatan Kapasitas Telah terjadi peningkatan kapasitas petugas fasyankes dan pemangku kepentingan lain (KDS, LSM dan Kader) - penyegaran pengetahuan - menjadi rujukan pelayanan untuk lebih Percaya diri dalam memberikan layanan (mendorong vct) Pasien yang telah memanfaatkan layanan kesehatan di fasyankes yang ada dalam jaringan LKB di kedua kota menilai bahwa layanan yang disediakan oleh fasyankes yang telah mereka kunjungi dalam 3 bulan terakhir memiliki kualitas yang relatif baik
Rekomendasi 1. Keterlibatan: Kementerian kesehatan perlu mendorong dan mengembangkan komitmen pemerintah daerah dalam menerapkan LKB dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada aspek pelibatan simpulsimpul layanan dari jaringan pelayanan yang berkesinambungan dan komprhensif.
Rekomendasi 2. Kepemilikan: Kementerian Kesehatan dan KPA perlu memperhatikan peran daerah dalam desentralisasi kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus bersedia melepaskan wewenang administratif dalam penanggulangan AIDS untuk diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai sebagai program daerah.
3. Pada tataran teknis perlu dilakukan: a. Pada tingkat layanan, pelaksanaan koordinasi tidak hanya dalam bentuk pertemuan tapi lebih pada adanya komunikasi aktif antar layanan agar terjadi sharing sumber daya, sumber data dan keterampilan di tingkat pelayanan. b. Dinas Kesehatan sebagai focal point LKB perlu mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan LKB dalam pertemuan koordinasi antar bidang dalam dinas kesehatan untuk sinkronisasi program.
c. Dinas kesehatan dan KPAD perlu secara terbuka melakukan sosialisasi hasil kesepakatan koordinasi yang dituangkan dalam kesepakatan dinas kesehatan dan rumah sakit dalam upaya penangulangan HIV dan AIDS sebuah wilayah. d. Dinas kesehatan, KPAD dan rumah sakit perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap implementasi strategi LKB di wilayahnya untuk melihat perkembangan atau hambatan dalam melaksanakan kerja saja diantara para pemangku kepentingan.
TERIMA KASIH