PERBANDINGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MENGIKUTI PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SMK PGRI 2 CIMAHI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan usaha pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang konvensional (teacher centered), baik dalam penyampaian

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pengertian penjasorkes telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sekolah, sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. fungsi antara pengembangan aspek: (a) organik, (b) neuro moscular,(c)

BAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan harus diarahkan pada pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemi Pratama, 2013

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giri Lisyono R, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

MAKNA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kemampuan yang dilakukan di dalam maupun di luar sekolah yang. berlangsung seumur hidup. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan Model Pendekatan Taktis Dan Pendekatan Tradisional Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Salah satu diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. dengan menggunakan tenaga manusia kini sudah banyak diganti dengan

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aziz Fera Isroni, 2013

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai anggota kelompok yang dilakukan secara sadar dan. kemampuan, keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan

II. KAJIAN PUSTAKA. Robbins (2003:126) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan. lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menuansakan pada pengalaman dan kebiasaan berolahraga siswa. Namun

BAB I PENDAHULUAN. tubuh agar tetap sehat. Olahraga mempunyai peranan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perhatian, baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Olahraga ini

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Aplikasi Kegiatan Pembelajaran yang Efektif dan Bermakna dalam Diklat. (Oleh : Dorce Tandung, S.Sos.M.AP.))))

HUBUNGAN MOTOR EDUCABILITY, INDEKS MASSA TUBUH DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PENJASORKES. Myrza Akbari*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Zulia Rachim, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 4 Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizal Faisal, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Materi pelajaran pendidikan jasmani merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya tujuan pembangunan nasional dibidang pendidikan yaitu. atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. G. Morgan pada tanggal 9 Februari 1895 di Holyoke Massachusetts (Amerika

YUSRA FAUZA, 2015 PENGARUH KIDS ATHLETICS TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan keterampilan olah raga tetapi pada perkembangan si anak seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam

HUBUNGAN ANTARA MINAT DAN SIKAP SISWI DENGAN PROSES BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH GEMPARAL-HADIST

istiadat serta kebutuhan pembangunan terutama di sekolah-sekolah.

MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BALING-BALING MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN 2 CIBOGO WALED

PENGARUH METODE PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KESEGARAN JASMANI SISWA KELAS IV DAN V SDN PELEM II TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan di Indonesia, bukan mustahil pendidikan di Indonesia akan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Nasional RI No. 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dikatakan berhasil apabila pendidikan yang. 20 tahun 2003 terdapat tujuan pendidikan nasional yaitu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran agar siswa tertarik dalam proses belajar mengajar. Pendidikan dapat

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek gerakan,

BAB I PENDAHULUAN. dan bermakna. Menurut Morse (1964) dalam Suherman (2000: 5) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pendidikan-menurut-ahli Rini Nurmayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mencakup pengajaran dan pelaksanaan nilai-nilai, isi pendidikan ialah

BAB I PENDAHULUAN. maupun Rohani semakin meningkat dalam usaha menyesuaikan diri dengan

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat

IMPLEMENTASI AKTIVITAS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA KETERAMPILAN GULING

Prima Hendri Cahyono ( /PJKR A o8)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Sidiq Nugraha, 2013

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

I. PENDAHULUAN. isi, dan arah untuk menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, dan salah satu upaya peningkatannya yaitu melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan seseorang sebagai. dan pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan

PERBANDINGAN PENDEKATAN TAKNIS DAN PENDEKATAN TEKNIS TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA BASKET

prilaku hidup sehat peserta didik, dalam kehidupan sehari-hari (Suroto, 2009).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanankan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dalam pendidikan jasmani, anak dituntut atau diajarkan dalam berbagai aktivitas gerak. Gerak bagi anak adalah sebagai aktivitas jasmani yang merupakan salah satu tuntutan kebutuhan hidup yang diperlukan, yaitu sebagai dasar untuk belajar untuk belajar mengenal alam sekitar dalam usaha memperoleh berbagai pengalaman berupa pengetahuan dan keterampilan, nilai dan sikap, maupun untuk belajar mengenal dirinya sendiri sebagai mahluk individu dan mahluk sosial dalam usaha penyesuaian dan mengatasi perubahan -perubahan yang terjadi di lingkungannya. Pendidikan jasmani merupakan upaya agar dapat mengaktualisasikan seluruh potensi aktivitas sebagai manusia berupa sikap, tindakan dan karya yang diberi bentuk, isi dan arahan menuju kebulatan pribadi yang sesuai cita-cita kemanusiaan yang tercermin dalam Pancasila. Kesamaaan pandangan mengenai Pendidikan jasmani adalah terletak pada gerakan jasmani. Menurut Ibrahim (2008:23) mengemukakan bahwa pada hakekatnya pendidikan jasmani dan pelatihan olahraga merupakan suatu upaya pendidikan dan pelatihan yang dilakukan terhadap siswa atau atlet, agar mereka dapat belajar bergerak, dan belajar melalui gerak, menuju prestasi puncak, serta berkepribadian tanggguh, sehat jasmani dan rohani.

2 Kemudian dalam hal ini Supandi (1990:29) mengemukakan bahwa: Pendidikan jasmani adalah suatu aktivitas yang menggunakan fisik atau tubuh sebagai alat untuk mencapai tujuan melalui aktivitas-aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani dalam pengertian ini dipaparkan sebagai kegiatan pelaku gerak untuk meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan sosial. Aktivitas ini harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan pelaku. Melalui kegiatan olahraga diharapkan pelaku atau pengguna akan tumbuh dan berkembang secara sehat, sedangkan jasmani dapat berkembang kepribadiannya agar lebih harmonis. Berikut ini pengertian nilai-nilai fungsional yang mencakup beberapa aspek yaitu: 1. Aspek kognitif Aspek yang dilihat dari pengetahuan yang dimiliki siswa. 2. Aspek afektif Aspek yang dilihat dari perilaku siswa 3. Aspek psikomotor Aspek yang dilihat dari gerak siswa dalam pembelajaran Pendidikan jasmani telah menjadi bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan maksud untuk mengubah perilaku peserta didik. Dalam hal ini sebagai mana yang dikemukakan Abdul Gafur yang dikutip oleh Lutan dan Cholik (1997:14) yaitu: Pembelajaran olahraga adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui kegiatan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan pengembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai pendidikan seorang siswa harus belajar, dimana belajar itu merupakan suatu kewajiban baginya. Belajar merupakan perilaku dan pribadi secara keseluruhan. Pendapat ini dikemukakan oleh para penganut Ilmu Jiwa Gestalt, yang lebih jauh lagi bersumber pada paham organismic psychology. Dalam konteks teori ini, belajar bukan hanya bersifat mekanis dalam kaitan

3 stimulus response (S-R bond), melainkan perilaku organisme sebagai totalitas yang bertujuan (purposive). Keseluruhan itu lebih penting dari pada hanya bagian. Dengan kata lain meskipun yang dipelajari itu hal yang bersifat khusus, mempunyai makna bagi totalitas pribadi individu yang bersangkutan. Dalam teori ini juga terimplikasi bahwa tidak semua hal yang kita pelajari itu selalu dapat diamati dalam wujud perilaku seseorang. Secara fundamental Dollar dan Miller (Loree, 1970; 136) menegaskan bahwa keefektifan belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: a. Adanya motivasi (drives), siswa harus menghendaki sesuatu (the learner must want something) b. Adanya perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus memperhatikan sesuatu (the learner must notice something) c. Adanya usaha (response), siswa harus melakukan sesuatu (the learner must do something) d. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) siswa harus memperoleh sesuatu (the learner must get something) Dari ke empat hal yang perlu difahami secara mendalam untuk melihat keefektifan belajar yaitu motivasi, karena motivasi adalah salah satu faktor yang perlu dimiliki seseorang. Kita tahu bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Motivasi merupakan aktualisasi dari motif, sehingga motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi bukan sesuatu yang dapat dilihat dengan jelas dan nyata, tetapi hanya dapat disimpulkan karena ada sesuatu hal yang dapat diamati, seperti yang dijelaskan oleh Gunarsa (2002: 42) yang menyatakan: prestasi seseorang dapat meningkatan motivasi karena adanya dorongan yang kuat dalam diri seseorang. Dorongan yang tersebut hanya dapat diamati melalui kinerja yang ditampilkan orang tersebut.

4 Motivasi sangat diperlukan diberbagai bidang dan aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan, khususnya Pendidikan Jasmani. Karena pendidikan jasmani adalah salah satu segi pendidikan yang sungguh penting sekali, yang tidak dapat terlepas dari segi-segi pendidikan yang lain (pendidikan kecakapan, pendidikan ketuhanan, pendidikan kesusilaan, pendidikan keindahan, dan pendidikan kemasyarakatan). Bahkan dapat dikatakan bahwa Pendidikan jasmani itu merupakan salah satu alat yang utama bagi pendidikan rohani. Bermacam-macam segi pendidikan diatas dapat mudah tercapai jika Pendidikan Jasmani dilaksanakan sebaikbaiknya. Dengan motivasi yang baik maka akan mendorong seseorang memperoleh hasil yang lebih baik. Motivasi adalah proses aktualisasi energy psykologis yang dapat menggerakkan individu untuk beraktivitas, sekaligus menjamin kerberhasilan aktivitas tersebut, dan juga menentukan arah aktivitas terhadap pencapaian tujuan. Demikian juga dalam aktivitas proses belajar keterampilan gerak dan penampilan olahraga, motivasi menjadi determinan utama untuk mencapai keberhasilan proses tersebut. Motivasi sebagai proses psikologi adalah refleksi kekuatan interaksi antara kognisi, pengalaman dan kebutuhan dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Tidak akan ada prestasi tanpa motivasi karena prestasi adalah perpaduan antara latihan keterampilan dengan motivasi. Maka dari itu motivasi menjadi salah satu faktor penting untuk pembelajaran dan Pendidikan Jasmani Dewasa ini motivasi belajar siswa antara siswa laki-laki dan perempuan berperan penting terhadap mata pelajaran Pendidikan Jasmani, sebab motivasi belajar itu harus ada dalam diri siswa, untuk mengikuti mata pelajaran siswa dituntut untuk berperan aktif untuk menciptakan pembelajaran yang baik serta kondusif. Lebih spesifik lagi adalah motivasi siswa laki-laki dan perempuan harus dapat dicapai oleh seluruh siswa baik laki-laki maupun perempuan.

5 Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan itu terlihat jelas pada alat reproduksi. Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya hormon yang berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya perbedaan ini berakibat pada perlakuan yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Penanaman posisi yang keliru tersebut (bias gender) terus diacu sebagai suatu hal yang wajar oleh peserta didik perempuan (siswi) dan laki-laki (siswa). Akibatnya, ketidak adilan gender terus berlangsung disekolah-sekolah hingga sekarang. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan dan menjadi perhatian dikalangan pendidik. Conger dan Kagan yang dikutip oleh Desmita (2008:I54) menyatakan bahwa selama masa akhir anak-anak, tinggi bertumbuh sekiar 5 hingga 6% dan berat bertambah sekitar 10% setiap tahun. Pada usia 6 tahun tinggi rata-rata anak adalah 40 inci dan berat 80 hingga 42,5kg. Pada saat yang sama, kekuatan otototot secara berangsur-angsur berubah dan gemuk bayi (baby fat) berkurang. Pertambahan kekuatan otot ini karena faktor keturunan, dana latihan (olahraga). Karena perbedaan Jumlah sel-sel otot, Maka umumnya anak laki-laki lebih kuat dari pada perempuan masa kanak-kanak. Namun Pendidikan Jasmani yang diajarkan di sekolah tidak boleh membedakan anak laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan proses pembelaran. Anak perempuan mempunyai hak yang sama dengan anak laki-laki untuk mendapatkan materi pembelajaran namun guru harus memperhatikan perbedaan kemampuan anak laki-laki dan perempuan dalam keberhasilan pembelajaran penjas. Mengingat pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik untuk mencapai tujuan. Sunaryo Kartadinata (l997:50-53) menyatakan hasil pembelajaran penjas disamping dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang dipergunakan juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan jenis kelamin yaitu antara peserta didik yang berjenis kelamin laki-laki dan berjenis

6 kelamin perempuan peserta didik laki-laki lebih unggul dalam keterampilan motorik kasar dari pada peserta didik perempuan dan sebaliknya dalam keterampilan motorik halus peserta didik perempuan lebih unggul dari pada peserta didik laki-laki. Oleh karena itu, motivasi belajar siswa laki-laki dan perempuan mempunyai peren penting dalam pelajaran pendidikan jasmani. Melihat bahwa motivasi sangat penting dalam pencapaian prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan, siswa perempuan cenderung menganggap mata pelajaran Penjas itu membosankan dan membutuhkan tenaga. Hal ini dikarenakan siswa perempuan kurang minat terhadap mata pelajaran Penjas. Berbeda dengan motivasi belajar siswa laki-laki yang lebih menyukai mata pelajaran Penjas. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksetaraan dan ketidaksensitifan gender yang telah menyebar luas di masyarakat atas pengaruh budaya patriarki yang telah mengakar di masyarakat. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki dan perempuan berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Berdasarkan beberapa ahli dibidang psikologis, mengatakan perempuan pada umumnya lebih baik pada ingatan dan laki-laki lebih baik dalam berpikir logis. Perempuan lebih tertarik pada masalah-masalah kehidupan yang praktis kongret, sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi yang abstrak. Kenyataannya perbedaan tersebut sangatlah nyata dikalangan siswa khususnya dikalangan Sekolah Menengah Kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan lebih memprioritaskan anak untuk siap bekerja setelah mendapatkan kelulusan, sehingga siswa lebih mendalami berbagai bidang pilihannya. Menurut Aip Syarifudin (1997:109) menjelaskan bahwa perbedaan pertumbuhan dan perkembangan fisik yang dialami oleh anak laki-laki dan perempuan, akan memiliki dampak terhadap perbedaan kemampuan fisik, maka guru pendidikan jasmani harus memahami dan mendalami perbedaan tersebut. Memahami dan mendalami perbedaan tersebut, diharapkan guru pendidikan

7 jasmani dapat mengembangkan pendekatan yang tepat dalam merencanakan, mengelola dalam melakukan evaluasi terhadap program pembelajaran kelak. Dengan demikian program pendidikan jasmani yang diperlakukan pada anak didiknya dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis. Dari pendapat-pendapat ahli tersebut seakan memberikan penjelasan bahwa perempuan lemah dalam persoalan yang berkaitan dengan kegiatan yang membutuhkan kordinasi gerak yang rumit, karena perempuan lebih tertarik dengan kehidupan yang praktis dan kongkrit dalam belajar berbeda dengan siswa laki-laki yang lebih tertarik dengan pembelajaran yang memacu kreatifitas, keterampilan gerak dalam pembelajaran jasmani. Mengacu kepada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar siswa laki-laki dan perempuan dalam mengikuti pendidikan jasmani di SMK PGRI 2 CIMAHI B. Rumusan Masalah Motivasi merupakan suatu dorongan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atas dasar tujuan atau situasi yang terlihat dalam suatu perbuatan. Motivasi dapat mempengaruhi cara belajar siswa laki-laki maupun siswa perempuan khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Perbedaan motivasi antara individu siswa laki-laki dan perempuan dapat terlihat dalam suatu perbuatan siswa tersebut dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani. Keberhasilan seseorang dalam mencapai suatu tujuan tidak terlepas dari motivasi belajar siswa tersebut. Bertolak dari uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian skripsi sebagai berikut: 1. Bagaimana perbedaan motivasi siswa laki-laki dan perempuan dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani di SMK PGRI 2 CIMAHI?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan adalah suatu hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, begitu pula dengan penulisan penelitian ini memiliki tujuan khusus yang ingin dicapai. Maka bertolak dari latar belakang dan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan motivasi belajar siswa laki-laki dan perempuan dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani di SMK PGRI 2 CIMAHI D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Telah penulis kemukakan sebelumnya uraian mengenai latar belakang masalah, serta tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, dari permasalahan yang penulis teliti, penulis berharap semoga hasil penelitian penulis dapat berguna sebagai berikut: 1. Diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk peneliti selanjutnya. 2. Sebagai suatu studi banding antara teori-teori yang pernah didapatkan dibangku kuliah serta literature-literatur lainnya dengan praktek sesungguhnya yang terjadi dilapangan. 3. Sebagai bahan pengayaan dalam proses belajar mengajar krususnya dalam mata pelajaran Penjas. E. Batasan Masalah Supaya masalah yang akan dibahas tidak menyimpang dari masalah yang sebenarnya dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka dari itu penulis memberikan batasan-batasan masalah pada penelitian ini. Adapun ruang lingkup permasalahan yang ingin dibahas adalah:

9 1. Permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui perbedaan motivasi siswa laki-laki dan perempuan dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani di SMK PGRI 2 CIMAHI 2. Objek penelitian ini adalah siswa-siswi SMK PGRI 2 CIMAHI 3. Penelitian ini dilakukan di SMK PGRI 2 CIMAHI F. Penjelasan Istilah Penafsiran atau pandangan seseorang terhadap suatu istilah sering kali berbeda-beda antara satu dan yang lainnya sehingga dapat menimbulkan kekeliruan dan mengaburkan penelitian. Untuk menghindari penafsiran dalam penulisan judul dan isinya, penulis menggunakan beberapa istilah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Heckhausen yang dikutip oleh Setyobroto (1989:24) yaitu : motivasi merupakan proses aktualisasi dari sumber penggerak dan pendorong individu memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu 2. Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2002:28) motivasi adalah dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran dan dan insentif. Keadaan inilah yang mengaktifkan, menggerakan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. 3. Menurut Asra dan Sumiati (2009:59) yaitu : motivasi pada dasarnya merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya diarahkan untuk mencapai sesuatu atau bertujuan. Itu sebabnya sering mendengar istilah motif dan dorongan, dikaitkan dengan prestasi atau keberhasilan, yang dikenal dengan istilah motif berprestasi (achievement motive). Hal ini berarti bahwa keinginan mencapai suatu keberhasilan merupakan pendorong untuk bertingkah laku atau melakukan kegiatan belajar.

10 4. Menurut Ibrahim (2008:165) yaitu : motivasi dapat dipandang sebagai proses psikologi yang menggerakan seseorang hingga melakukan sesuatu. Motivasi menunjukkan kepada seluruh proses gerak itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, perilaku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.