BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pedesaan, mengandalkan hutan sebagai sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan kayu maupun non kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tingginya tingkat ketergantungan dan kebutuhan manusia terhadap hutan serta pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat mendorong terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan melebihi kemampuan hutan untuk memulihkan diri yang menyebabkan terjadinya degradasi hutan. Terjadinya degradasi hutan ini mendorong dilakukannya pengelolaan hutan yang lestari serta memberikan manfaat bagi semua pihak. Keadaan ini kemudian mengubah pembangunan kehutanan konvensional menuju kehutanan sosial. Menurut Simon (2001) ada 3 perbedaan penting dalam strategi pengelolaan kehutanan sosial jika dibandingkan dengan sistem konvensional, yaitu : 1. Tujuan pengelolaan hutan tidak hanya untuk menghasilkan kayu pertukangan tetapi juga untuk memanfaatkan sumber daya hutan sesuai dengan keadaan fisik dan lingkungan setempat. 1
2 2. Orientasi pengelolaan hutan berubah dari kepentingan untuk memperoleh keuntungan finansial bagi perusahaan ke kepentingan dan kebutuhan masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal di dalam dan sekitar hutan. 3. Berbeda dengan pengelolaan kebun kayu yang berskala luas dengan konsep Kelas Perusahaan untuk satu Bagian Hutan sebagai unit, dalam strategi kehutanan sosial bentuk pengelolaan hutan beragam sesuai dengan sifat fisik wilayah mikro dan pengaruh sosial, untuk memaksimalkan produktivitas tiap jengkal kawasan hutan. Pembangunan sumber daya yang berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat mensyaratkan adanya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat untuk mengelola sebagian hutan negara di Jawa pun dituntut untuk memberikan perhatian yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Hal ini mendorong Perum Perhutani untuk membuat sebuah kebijakan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat sekitar hutan yang kemudian disebut dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Anonim, 2015). PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. PHBM ini
3 dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumber daya hutan yang memadukan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. PHBM dilaksanakan dengan jiwa berbagi yang meliputi pemanfaatan ruang, waktu, dan hasil dalam proses pengelolaan hutan. Dalam pelaksanaan PHBM prinsip yang digunakan adalah prinsip saling yang saling menguntungkan, memperkuat, dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Dalam pelaksanaan sistem PHBM, hutan dibagi menjadi bagian-bagian dalam pangkuan desa hutan. Setiap pangkuan desa hutan kemudian dibentuk suatu lembaga yang disebut Lembaga Masyarakat Desa hutan (LMDH) (Anonim, 2009). Sesuai dengan yang tertulis dalam Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/DIR/2009, LMDH adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerja sama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Keberadaan LMDH diharapkan mampu menjadi jembatan bagi kepentingan Perum Perhutani akan kelestarian kayu dan keuntungan finansial, serta kebutuhan masyarakat desa di sekitar hutan akan sumber daya yang bisa diperoleh dari hutan demi kelangsungan hidup mereka. Kegiatan para anggota di LMDH antara lain adalah memanfaatkan ruang di bawah tegakan tanaman pokok untuk ditanami dengan jenis tanaman yang menguntungkan dan dapat dipanen tiap tahun.
4 Salah satu lembaga masyarakat yang bekerja sama dengan Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan yang terdapat di KPH Madiun adalah Lembaga Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan (LMPSDH) Yoso Wono di Desa Mategal, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan. LMPSDH ini termasuk dalam RPH Gangsiran, BKPH Sampung, KPH Madiun. Jika merujuk pada Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/DIR/2009, penamaan untuk lembaga masyarakat desa yang bekerja sama dalam pengelolaan hutan adalah LMDH. Adanya perbedaan penamaan antara yang ada di dalam SK (LMDH) dan di lapangan (LMPSDH) ini tidak menjadi masalah, karena LMDH maupun LMPSDH memiliki makna yang sama. Sebagai sebuah lembaga, LMPSDH Yoso Wono memiliki berbagai macam kegiatan yang melibatkan anggotanya baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki sifat dan kepentingan yang tidak sama, sehingga peran keduanya pun juga berbeda. Peran tersebut akan mempengaruhi cara masyarakat dalam mengelola hutan yang lebih lanjut juga akan berpengaruh pada kondisi hutan. Melihat hal tersebut maka diperlukan identifikasi untuk memperoleh informasi mengenai gender. Informasi gender ini akan menjelaskan hubungan antara masyarakat dengan hutan, peluang, aktivitas, akses dan kontrol terhadap sumber daya, serta pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga atau kelompok yang terkait dengan pengelolaan hutan. Analisis gender perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi gender yang bisa digunakan sebagai masukan untuk menyusun kebijakan yang adil bagi semua pihak.
5 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana diferensiasi gender dalam aktivitas produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan terkait dengan kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono? 2) Bagaimana profil akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya pada kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono berdasarkan pembagian gender? 3) Bagaimana pola pengambilan keputusan dalam keluarga dan kelompok terkait dengan adanya kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono? 4) Faktor apa saja yang mempengaruhi adanya diferensiasi gender? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Diferensiasi gender dalam aktivitas produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan terkait dengan kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono. 2) Profil akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya pada kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono berdasarkan pembagian gender. 3) Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dan kelompok terkait dengan adanya kegiatan PHBM di LMPSDH Yoso Wono.
6 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya diferensiasi gender. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Bermanfaat bagi pengembangan ilmu, khususnya tentang perspektif gender dalam pengelolaan hutan. 2) Menjadi sumber informasi bagi penelitian-penelitian lanjutan.