B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

dokumen-dokumen yang mirip
SOSIOLOGI AGAMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER VI PERTEMUAN IV AGAMA DAN MASYARAKAT OLEH: AJAT SUDRAJAT

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

SOSIOLOGI AGAMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER VI PERTEMUAN I OLEH: AJAT SUDRAJAT

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

Tujuan Instruksional Khusus

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

Manusia merupakan makhluk hidup yang sangat istimewa, karena manusia berbeda dengan makhluk

BAB II PENGENALAN TERHADAP TUHAN

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN X (SEPULUH) SOSIOLOGI SOSIOLOGI: ILMU MASYARAKAT

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

Kekuasaan dan Wewenang. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

hsirait Hasanuddin Sirait/ / Phone:

Hasanuddin Sirait/ / Phone: PETUNJUK :

Facebook :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH ALTERNATIF. (Studi Etnografi di SMP Alternatif Bumi Madania Salatiga)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

BAB I PENDAHULUAN. lain atau disebut manusia sebagai makhuk sosial. Semua itu didapatkan melalui

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

I. PENDAHULUAN. sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN

Soal Kelas X. Fungsi dan Peran Sosiologi

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

62 Pandangan Salah (6)

PENDIDIKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI HUKUMAN (Studi Tentang Pandangan Stakeholder di SMP Miftahurrohman Punduttrate Benjeng Gresik)

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

: Kemungkinan Studi Agama Secara Filsafati

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

Transkripsi:

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Agama. Beberapa cara melihat agama; menurut Soedjito (1977) ada empat cara, yaitu: memahami atau melihat sejarah perkembangan agama; memperbandingkan antar agama yang ada dan menghasilkan Ilmu Perbandingan Agama; mempelajari ajaran agamanya dan akan menumbuhkan ilmu yang disebut Theologia dan melihat fungsi agama dalam kehidupan masyarakat. Cara melihat agama dari sudut fungsi sosialnya, inilah yang menjadi dasar penglihatan sosiologi terhadap agama. 2. Pendekatan Teori Fungsional Terhadap Agama. Teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang menolak kegiatan manusia berdasarkan normanorma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang komplek ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan. Dalam pengertian ini agama merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang telah terlembaga,. Karena itu lahir masalah sejauh mana sumbangan masing-masing kompleks kelembagaan ini dalam mempertahankan sistem sosial? Teori Fungsional melihat manusia dalam masyarakat sebagai ditandai oleh dua tipe kebutuhan dan dua jenis kecenderungan bertindak. Demi kelangsungan hidupnya, manusia harus bertindak terhadap lingkungan, baik dengan cara menyesuaikan diri pada lingkungan itu, atau menguasai dan mengendalikannya Masyarakat manusia beserta kebudayaan yang merupakan sarana untuk mempertahankan hidupnya (survival) manusia dan masyarakat, sexing membutuhkan kematian sebagian anggota demi kelanjutan hidup mereka. Sejarah kemanusiaan menunjukkan bahwa kemampuan manusia untuk mengendalikan lingkungan dan mempengaruhi kondisi lingkungannya selalu meningkat. Kegiatan manusia bukan hanya kegiatan yang bersifat penyesuaian dan manipulasi. Manusia juga mengungkapkan perasaan, bertindak dan melaksanakan kebutuhan yang dirasakan, menanggapi orang dan benda dengan cara yang non utilitarian dan terlibat dalam hubungan-hubungan. Sebagaimana dinyatakan oleh George C Honians, manusia tidak pernah mencurahkan dirinya pada "kegiatan, interaksi, dan sentimen" yang perlu bagi kelanjutan hidup

kelompok, tetapi menyempurnakan unsur-unsur ini jauh melampaui berbagai kebutuhan kelangsungan hidup. Manusia juga mempunyai kebutuhan mengungkapkan, dan dalam tugas-tugas mencari penyelesaian masalah, ia menjalankan hubungan diantara sesama dan dengan situasi. Sejauh mana arti penting agama bila dilihat dari sudut pandang kebutuhan manusia akan penyesuaian dan pengungkapan ini? Selama kebutuhan ini mendapatkan pengungkapan dan jalan keluar yang sesuai dengan pola-pola budaya dalam kontek sistem sosial, maka jawaban terhadap pertanyaan pertama dari ketiga pertanyaan fungsional diatas juga hams mencakup jawaban terhadap pertanyaan ini. Aksioma teori fungsional ialah segala hal yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, jelas bahwa agama mempunyai fungsi, atau bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori Fungsional memandang sumbangan agama terhadap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan atas karakteristik pentingnya, yakni transedensi pengalaman sehari-hari dalam lingkungan alam. Mengapa manusia membutuhkan "sesuatu yang mentransedensikan pengalaman" atau dalam istilah Talcott Parsons "referensi transendental" sesuatu yang berada diluar dunia empiris? Mengapa masyarakat hams membutuhkan berbagai kebutuhan praktek serta lembaga yang menyatukan dan melestarikan mereka? Teori Fungsional memandang kebutuhan itu sebagai hasil dari tiga karakteristik dasar eksistensi manusia. Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian, hal yang sangat penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya. Dengan kata lain eksistensi manusia, ditandai oleh ketidakpastian. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempengaruhi kondisi hidupnya, walaupun kesanggupan tersebut kian meningkat, pada dasarnya terbatas. Pada titik dasar tertentu, kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Disini tercakup pembagian kerja dan produk. Ia membutuhkan kondisi imperatif, yakni suatu tingkat superordinasi dan subordinasi dalam hubungan manusia. Kebutuhan akan suatu tatanan dalam kelangkaan yang menyebabkan perbedaan distribusi barang dan nilai, dan dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif.

Jadi seorang fungsionalis memandang agama sebagai pembantu manusia untuk menyesuaikan diri dengan ketiga fakta ini, yakni ketidakpastian, ketidak berdayaan dan kelangkaan ; dan dengan demikian hams pula menyesuaikan diri dengan frustasi dan deprivasi. Menurut teori fungsional, inilah karakteristik esensial kondisi manusia, karena itu sampai tingkat tertentu tetap ada disemua masyarakat. Agama dalam artian mi dipanciang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur yang mengecewakan dan menjatuhkan. Kemungkinan atau komtek ketidapastian, menunjuk pada kenyataan semua usaha manusia, betapapun direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan seksama, tetap tidak terlepas dari kekecewaan. Dan selama usaha demikian itu sering ditandai oleh tingkat keterlibatan emosianal yang tinggi, maka kekecewaan tersebut akan membawa luka yang dalam. Bahkan di masyarakat yang teknologinya sudah maju sekalipun, keberuntungan tetap merupakan suatu berkat dari ketidakpastian. Ketidakberdayaari atau komtek ketidak mungkinan menunjuk pada kenyataan tidak semua yang diinginkan hisa diperoleh. Kematian, penderitaan, paksaan, semua hal itu menandai eksistensi manusia. Bencana yang diderita akibat kelemahan jasad kita itu merupakan warisan yang satu dengan yang lain tanpa kemauan sendiri akan mengganggu eksistensi dan menjauhkan kita dari kepuasan dan kebahagiaan. Ketidakpastian dan ketidakberdayaan, pengalaman manusia dalam kontek ketidakpastian dan ketidakmungkinan itu, membawa manusia keluar dari situasi perilaku sosial dan hatasan kultural dari tujuan dan norma sehari-hari. Sebagai ciri khas yang merupakan bawaan kondisi manusia, maka ketidakpastian dan ketidakberdayaan membawa manusia berhadapan langsung dengan berbagai situasi dimana berbagai teknik yang telah mapan serta resep-resep sosial, ternyata tidak memiliki kelengkapan total sebagai penyedia "mekanisme" penyesuaian. Kedua hal itu menghadapkan manusia pada "titik kritis" (breaking point) dengan lingkungan perilaku sehari-hari yang berstruktur. Karena adanya. unsur yang tak bisa dilampaui oleh pengalaman biasa, maka timbulah masalah-masalah yang hanya bisa dijawab oleh yang tak terlampaui itu sendiri (beyond). Pada "titik kritis" ini, apa yang dinamakan Max Weber sebagai " masalah makna: tampil dalam bentuk yang paling mendesakdan parch. Mengapa saya harus mati? Mengapa sang kekasih harus mati dimasa remaja yang belum terpuaskan? Mengapa petualangan itu sedemikian rupa. sehingga kita ingin mengulangi? Mengapa kita harus sakit? pertanyaan demikian meminta jawaban yang bermakna. Jika jawaban yang ditemukan tanpa makna, maka nilai dari tujuan dan norma yang

dilembagakan itu menjadi berkurang. Bagaimana moral dapat terpelihara bila setiap saat terjadi kekecewaan, dan kematian sebagai kekecewaan paling akhir, pada saatnya menghantam diri yang terbuka tanpa pertahanan ini. Dalam hubungan dengan ketidakpastian dan ketidakberdayaan yang merupakan kondisi alamiah manusia itu, perlu ditambahkan frustasi dan deprivasi yang merupakan bawaan masyarakat manusia. Dan sudut teori fungsional agama telah dibatasi sebagai "pendayagunaan" sarana non empiris atau supra empiris untuk maksud-maksud non empiris atau supra empiris; sedangkan magis adalah pendayagunaan sarana non empiris atau supra empiris untuk maksud-maksud empiris. 3. Teori-teori Sosiologi Tentang Agama Banyak Para ahli ilmu sosial untuk memberikan penjelasan tentang munculnya agama. Penjelasan ini nampaknya bertujuan untuk memberikan penjelasan secara ilmiah mengenai bagaimana munculnya fenomena sosial yang disebut agama tersebut. Penjelasan ini mungkin tidak memuaskan bahkan ditentang oleh para tokoh maupun pengikut agama, yang pada dasarnya berpendapat bahwa agama adalah sesuatu yang berasal dari supranatural being, sesuatu yang taken for granted dan sesuatu yang diyakini ada sebagai penuntun terhadap kehidupan manusia. Agama diyakini sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sakral dan adikodrati dan tidak terjangkau oleh kemampuan akal dan pikiran manusia. Para ahli ilmu-ilmu sosial nampaknya tetap berusaha memberikan penjelasan tentang bagaimana munculnya agama. Seperti apa yang dapat disarikan dan buku karangan EE Evan Frichard yang berjudul Teori-Teori Tentang Agama Primitif. Dijelaskan menurut teori ilmu Jiwa, agama muncul karena perasaan takut yang tumbuh pada diri manusia karena menghadapi berbagai kedasyatan alam dan gejala-gejala alam; maupun dalam menghadapi berbagai macam fenomena sosial yang selama ini tidak dapat dijawab. Misalnya mengapa orang harus mati dan sebagainya. Untuk menghadapi rasa takut inilah kemudian diciptakan suatu kekuatan yang Maha Besar atau diakui adanya kekuatan yang jauh melebihi dan apa-apa yang selama ini menakutkan mereka; dan selama itu pula tidak ada jawaban yang memuaskan dalam rangka ingin memperoleh jawaban dari sesuatu yang misterius. Oleh karena itu manusia menciptakan kekuatan-kekuatan itu sebagai diwujudkan Tuhan atau sebagai kekuatan yang maha dasyat dan supranatural, dengan suatu keyakinan bahwa kekuatan tersebut merupakan kekuatan yang lebih tinggi dari pada kekuatan-kekuatan yang dihadapi selama ini. Kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), mereka menumpukan

harapannya untuk berlindung dan memohon agar kekuatan-kekuatan yang mengancam mereka tersebut dapat dikalahkan atau ditundukkan oleh kekuatan yang maha dasyat ciptaan mereka. Keyakinan tersebut yang kemudian lahir sebagai agama. Sebenarnya yang berfungsi untuk menjawab sesuatu yang tidak pasti dan misterius tersebut dan sekaligus memberikan ketenangan dan ketentraman batin bagi setiap penuntutnya. Munculnya agama dilihat dari sosiologi, seperti apa yang dijelaskan Emile Durkheim, bahwa agama muncul akibat kebiasaan manusia untuk memuja orangtua atau nenek moyang mereka. Generasi yang berkembang tents dari waktu ke waktu menyebabkan jarak yang semakin panjang dan jauh antara nenek moyang mereka dengan mereka. Akibatnya mereka tidak mengenal lagi siapa nenek moyang mereka atau nenek moyang merupakan suatu gambaran atau bayangan dan itu diwujudkan dalam bentuk Tuhan yang mereka kenal sekarang ini sebagai kekuatan yang maha besar. Penyembahan kepada Tuhan pada dasarnya bukan pada Tuhan tetapi pada nenek moyang mereka sendiri yang sudah tidak mereka kenal lagi. Atau dengan kata lain mereka beribadah tidak menyembah Tuhan, melainkan menyembah sesamanya, yaitu sesama yang telah tidak mereka kenal lagi atau nenek moyang. Oleh karena itu menurut Durkheim, manusia dalam menjalankan agamanya sebenarnya tidak berbakti kepada Tuhan, tetapi berbakti kepada sesamanya dan menggalang kesatuan dan persatuan diantara mereka dalam menghadapi persoalan-persoalan kritik dalam kehidupan sosial secara bersama-sama. Penjelasan tersebut tentunya tidak akan memuaskan, namun hal yang perlu dicatat bahwa para ahli tersebut berusaha untuk menjelaskan sesuatu (agama) secara rasional dan empiris yang merupakan etos dan ilmu pengetahuan. Dua penjelasan diatas secara akal dapat diterima, namun secara keyakinan masih merupakan tanta tanya, karena keyakinan menuntut anggapan dasar yang mutlak tanpa pembanding; sedangkan ilmu pengetahuan didasarkan pada anggapan dasar yang relatif. Penjelasan yang dapat ditangkap dengan panca indera dan dapat dialami oleh setiap orang sebagai sesuatu yang empirik diterima sebagai sesuatu yang sah dan memuaskan bagi akal dan pikiran manusia.