1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di dunia yaitu (12,8%), negara maju 15.6% dan di negara berkembang 13,7%, (WHO, 2011). Di Singapura angka kejadian ini menempati urutan kedua setelah kanker (30%) sedangkan penyebab kematian penyakit kardiovaskuler 21,4%. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), penyebab kematian akibat kardiovaskuler pada periode tahun 2012 berjumlah 117 kasus, yaitu menempati urutan ke 4 setelah gagal ginjal kronik, AIDS dan kanker. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia pada populasi umur 15 tahun ke atas sebesar 9,2%. Pervalensi tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah 16,9% dan terendah di Provinsi Lampung 3,5% (Delima, 2009). Kardovaskuler merupakan urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di RSCM, yaitu dengan prevalensi tahun 2011 sebanyak 8455, tahun 2012 sebanyak 7708 dan Januari sampai dengan Agustus 2013 sebanyak 4662 kasus. Penyakit kardiovaskuler yang paling penting adalah infark miokard akut. Kematian yang diakibatkan oleh infark miokard akut terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah munculnya gejala (fase pra rumah sakit). Data dari laporan Pelayanan Medik RSCM pasien dengan infark miokard akut di RSCM dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2012 berjumlah 148 kasus dengan length of stay (LOS) bervariasi dengan rata-rata LOS 9 hari, dan mortalitas 18 pasien (12,2%). Pencegahan timbulnya penyakit infark miokard akut dan pengobatan medis pada fase akut memberikan kontribusi terhadap penurunan kematian akibat infark miokard akut (Smolina, et al.,2010). Tuntutan standarisasi Joint Commission International (JCI) adalah patient safety dan standarisasi keseragaman pelayanan kepada pasien. Laporan insiden patient safety selama tahun 2012 di RSCM terdapat 37,2% karena keterlambatan tindakan. Clinical pathway merupakan salah satu metode untuk memenuhi kaidah patient safety dalam menerapkan standarisasi keseragaman pelayanan pasien.
2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi: Standar Operasional Prosedur (SPO) disusun dalam bentuk panduan praktik klinik (clinical practice guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway), algoritma, protokol, prosedur atau standing order. Dalam rangka memenuhi patient safety dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, serta mengacu pada standar joint commision international (JCI) dalam chapter quality and patient safety (QPS) standar 2 menyatakan bahwa panduan praktek klinik, clinical pathway atau protokol klinik digunakan untuk memandu perawatan pasien dengan tujuan untuk standarisasi pelayanan, mengurangi risiko didalam proses pelayanan, memberikan pelayanan tepat waktu, efektif dan efisien serta memberikan pelayanan berkualitas tinggi secara konsisten menggunakan praktek berdasarkan bukti. Clinical pathway merupakan alat efektif untuk menerapkan proses layanan dan memastikan adanya integrasi dan koordinasi dari layanan. Standar 3 dalam QPS juga menyatakan bahwa rumah sakit harus mengidentifikasi, mengukur, dan evaluasi struktur, proses serta outcome dari layanan klinis yang berisiko tinggi, volume besar dan kecenderungan menjadi masalah. Dalam rangka memenuhi standar 2 dan 3 dari chapter QPS, Direktur RSCM membuat Surat Keputusan No 7807/TU.K/35/VI/2012 tentang penerapan clinical pathway di RSCM. Terdapat 8 clinical pathway yang ditetapkan untuk diimplementasikan di RSCM mulai bulan Agustus 2012, yaitu: ca mammae, sectio caesarea, katarak, TB paru, HIV, tetralogy of fallot (TOF), infark miokard akut dan stroke. Clinical pathway adalah alat yang digunakan untuk memandu standarisasi pelayanan berbasis bukti kesehatan yang telah dilaksanakan sejak 1980, dan telah dilaksanakan oleh 80% rumah sakit di Amerika Serikat (Kinsman at al., 2010). Tujuan clinical pathway adalah untuk menjamin bahwa tidak ada aspek-aspek pelayanan penting yang dilupakan dan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu, mendorong staf klinik untuk bersikap pro-aktif dalam perencanaan
3 pelayanan, diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan LOS dan tetap memelihara mutu pelayanan (Djasri, 2006). Keuntungan clinical pathway dapat mendorong klinisi untuk menilai kembali kelayakan intervensi yang sudah diberikan; meningkatkan perencanaan multidisiplin dan pemecahan masalah; memelihara kepedulian semua anggota tim terhadap perkembangan pasien dan status kesehatan pasien setiap saat; menjamin bahwa intervensi dapat dilakukan tepat waktu dalam perencanaan pelayanan yang komplek; peningkatan mutu berkelanjutan; menyediakan instrumen untuk mengidentifikasi masalah sistem yang mengganggu pelayanan; instrumen pendidikan yang berharga; meningkatkan kewenangan pasien; meningkatkan komunikasi dan kepuasan staf (Djasri, 2006). Di Pusat Jantung Terpadu RSCM telah dikembangkan clinical pathway sejak tahun 2005 dan telah diterapkan sebanyak 76 clinical pathway, namun belum dikembangkan di unit-unit lain di RSCM. Dasar pengembangan clinical pathway di Pusat Jantung Terpadu RSCM adalah variasi pelayanan, patient safety, mutu pelayanan dan efisiensi sumber daya. Dari 76 clinical pathway yang telah diterapkan di Pusat Jantung Terpadu RSCM, hanya beberapa clinical pathway yang dilakukan evaluasi dan monitoring, tetapi juga belum optimal diantaranya clinical pathway VSD closure pada tahun 2006, clinical pathway cathlab pada tahun 2007. Kendala yang ditemui saat penerapan clinical pathway di Pusat Jantung Terpadu RSCM adalah belum semua staf berkomitmen untuk mengisi dan mematuhi clinical pathway yang telah ditetapkan, variasi kondisi pasien yang menyebabkan kesulitan untuk penentuan clinical pathway yang akan digunakan. Berdasarkan global burden of disease (GBD) study 2010, Noncommunicable disease (NCD) menyebabkan 54% dari disability adjusted life years lost (DALYs) seluruh dunia. Secara global, penyakit tidak menular (NCD), terutama kanker, penyakit kardiovaskular (CVD), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan diabetes mellitus (DM), adalah penyebab paling penting dari kematian. Sepuluh masalah penting NCD adalah: stroke, penyakit jantung iskemik, kanker hati, kanker abdomen, kanker paru-paru, sirosis hati, DM, kanker kolorektal, nyeri leher, gangguan depresi dan gangguan muskuloskeletal lainnya. Di Korea empat
4 NCD kontributor utama yang menyebabkan kematian adalah kanker, CVD, DM, dan PPOK. Angka kematian usia-standar untuk NCD menurun selama dekade terakhir. Penurunan ini CVD, merupakan NCD terkemuka di Korea. Namun, dari semua penyebab angka kematian, proporsi angka kematian dari empat NCD utama (kanker, CVD, DM, dan PPOK) adalah 39,4% pada tahun 1983 namun meningkat menjadi 56,0% pada tahun 2011 (Khang, 2013). Noncommunicable Disease harus tertanam dalam agenda pembangunan pasca- 2015, karena NCD merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan terkemuka dan dapat merusak pembangunan berkelanjutan yang berdampak terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan. Maka perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian NCD. Infark miokard akut merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi dari penyakit kardiovaskuler, maka perlu penanganan dengan baik. Clinical pathway Infark miokard akut penting dilakukan di RSCM, mengingat penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor 4 tertinggi di RSCM. Evaluasi program secara berkala sangat penting untuk mengevaluasi apakah penerapan clinical pathway pada pasien infark miokard akut berjalan sesuai prosedur dan dapat meningkatkan mutu pelayanan. Untuk itu peneliti melakukan penelitian mengenai evaluasi terhadap implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM. B. Perumusan Masalah Clinical pathway pada pasien infark miokard akut telah diterapkan di RSCM sejak Agustus 2012, penerapan clinical pathway bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien yang efektif, efisien baik dari segi waktu, tenaga maupun biaya. Namun, perlu dilakukan evaluasi terhadap implementasi clinical pathway pada infark miokard akut di RSCM tersebut. Evaluasi program sangat penting dilakukan secara berkala untuk melihat proses implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut berjalan sesuai prosedur dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian
5 ini mencakup evaluasi terhadap implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Mengevaluasi proses implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM. 2. Tujuan Khusus: a. Mengevaluasi implementasi clinical pathway pasien infark miokard akut di RSCM. b. Menilai hambatan dalam penerapan clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM. c. Mengetahui mutu pelayanan pasien infark miokard akut yang menggunakan clinical pathway di RSCM D. Manfaat Penelitian Hasil akhir yang diperoleh dari penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Bagi peneliti Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan dalam melakukan evaluasi terhadap implementasi clinical pathway. 2. Bagi institusi pendidikan Program studi akan memperoleh tambahan koleksi hasil penelitian yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan evaluasi implementasi clinical pathway. 3. Bagi rumah sakit a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menyempurnakan clinical pathway infark miokard akut di RSCM. b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan di seluruh unit atau departemen penyelenggara pelayanan di RSCM untuk kasus yang lain.
6 E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2009) dengan judul Perhitungan Cost of Treatment Infark miokard Akut berdasarkan clinical pathway di RS Pertamina Jaya. Jenis penelitian studi kasus. Hasil dari penelitian tersebut adalah: tamplet clinical pathway infark miokard akut dan cost of treatment berdasarkan clinical pathway bahwa tarif pasien infark miokard akut yang berlaku di rumah sakit Pertamina masih dibawah unit cost tahun 2008. 2. Penelitian yang dilakukan oleh SoriaVictor et al., (2008) dengan judul Evaluation and Monitoring of the Clinical Pathway for Thyroidectomy di Investigation Unit and the Department of General Surgery J.M Morales Mewsaguer University Hospital, Murcia, Spain. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian proses implementasi sesuai dengan clinical pathway, menurunkan length of stay (LOS) pasien. Pada penelitian yang akan dilakukan adalah bertujuan mengevaluasi proses dari implementasi clinical pathway pada pasien infark miocard akut di RSCM. Jenis penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. 3. Menurut Chan et al. (2007), penerapan clinical pathway pada pasien infark miokard akut menurunkan LOS dari 2,6 sampai 4 hari menjadi 1,8 sampai 3,9 hari. Metode penelitian analisis studi kasus retrospektif. 4. Integrated Care Pathways Appraisal Tools (Claire, 2009). Studi ini dilakukan di Birmingham, UK (National Health Service) dengan menggunakan metode surve. Dalam studi ini dilakukan penelitian terhadap 30 clinical pathway di bidang ortopedi, maternitas, bedah umum dan kesehatan jiwa. Hasil dapat efektif untuk menilai clinical pathway. 5. Evaluasi Pengembangan dan Implementasi Clinical Pathway Section Caesaria di Eka Hospital (Mustika, 2011). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi proses pengembangan clinical pathway Section Caesaria di Eka Hospital. Hasil penelitian menunjukkan hanya ada 1 demensi yang terpenuhi secara keseluruhan dan didapatkan beberapa proses pengembangan yang cukup penting tidak dilakukan seperti dukungan penuh dan komitmen dari
7 manajemen dan klinisi. Hal ini sangat berguna untuk mendorong penerapan clinical pathway di bidang lain atau rumah sakit lain. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mengevaluasi proses implementasi clinical pathway infark miokard akut di RSCM dan mengetahui outcome.