BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja mengalami peralihan dari masa anak-anak dan menuju masa dewasa. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

KONSEP DIRI SISWA YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Peran orang tua sangat penting dalam memberikan bimbingan kepada remaja. Sebab, orang tua merupakan pendidik yang paling utama dalam kehidupan keluarga yang tugas dan tanggung jawab mulianya adalah mengasuh, membesarkan dan mendidik dengan berbagai halangan dan tantangan yang dilaluinya. Peran orang tua dalam mengasuh, membesarkan, dan mendidik remaja tidak lepas dari pola asuh yang dimiliki sebagai bentuk tanggung jawab orang tua dalam mendidik remaja agar memiliki kecakapan diri yang baik terutama kecakapan dalam mengatasi masalah (problem solving) yang dihadapi remaja. Akan tetapi, dalam hubungan dengan keluarga, para remaja sering menghadapi masalah yang berkaitan dengan (1) hubungan dengan orang tua (ibubapa), (2) hubungan dengan saudara, (3) penyesuaian norma dalam keluarga, maupun (4) konflik dengan tuntutan orang tua. Masalah tersebut dapat disebabkan adanya peran yang berbeda saat usia mereka masih kanak-kanak dengan usia remaja sehingga menghasilkan tuntutan yang berbeda. Sesuai dengan hal tersebut, Surya (2011:59) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dan kelanjutan dari masa anak-anak dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai kedewasaan. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak yang penuh ketergantungan ke masa dewasa yang penuh kemandirian. Surya (2011:61-62) mengemukakan bahwa remaja memiliki masalahmasalah yang sering dihadapi terutama berkenaan dengan masalah penyesuaian diri antara kekuatan dari dalam dirinya dengan pengaruh dan tantangan dari

2 lingkungan. Kegagalan dalam penyesuaian diri ini dapat menimbulkan berbagai gejala kelainan tingkah laku para remaja, dan dapat meluas menjadi kegagalan dalam perkembangan remaja secara keseluruhan. Singgih dalam Asrori dan Ali (2004:16-17) menguraikan sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, salah satunya yaitu terjadinya pertentangan. Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, tak jarang remaja yang mengalami kebingungan karena sering menghadapi masalah maupun pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Selain terjadinya pertentangan, sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu adanya aktivitas berkelompok. Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala maupun larangan. Adapun kendala yang sering terjadi pada remaja adalah tidak tersedianya biaya. Sedangkan bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama. Sementara di sisi lain, remaja sangat membutuhkan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa, sebab seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang tua. Maka, betapa pentingnya tanggung jawab orang tua dalam memberikan pola asuh kepada putra-putrinya terutama di usia remaja. Sebab, remaja yang kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam dirinya disertai kelalaian orang tua dalam melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberikan

3 bimbingan kepada putra-putri mereka merupakan hal yang sangat berbahaya baik bagi diri remaja, orang tua, masyarakat, maupun bangsa. Pada akhirnya apabila anak remaja mereka dibiarkan tanpa ada pengawasan atau bimbingan dari orang tua terutama dalam menyikapi masalah yang dihadapinya maka dampak yang timbul ialah munculnya tekanan dalam diri seperti depresi, stress hingga dapat menimbulkan tindakan-tindakan menyimpang atau salah suai sebagai bentuk peralihan mereka atas ketidakmampuan menyelesaikan masalah. Berbagai macam tindakan menyimpang tersebut dalam sebuah penelitian yang dilakukan sejak tahun 1992 oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) daerah Lampung dan hasil pemantauan Republika, antara lain munculnya korban kekerasan dalam keluarga, seks bebas, narkoba dengan beragam alasan dari mereka di antaranya tidak ada bimbingan orang tua sebanyak 54,36 persen dan pengaruh pergaulan/lingkungan 58,51 persen yang tidak hanya terdapat di kota-kota besar, melainkan terdapat pula di kota-kota kecil (Rehani, 2002:159-160). Kemudian, tindakan penyimpangan remaja juga dilakukan dengan bentuk tawuran. Hasil data dari Komnas Perlindungan Anak Tahun 2012 tercatat 147 remaja di Indonesia melakukan tawuran dan 81 remaja tewas dalam aksi tawuran. Adapun tanda-tanda remaja yang mengalami masalah serius, biasanya muncul perubahan atau penurunan suasana hati dan tingkat fungsinya di sekolah, di rumah, dan juga pada aktivitas lain yang dapat menunjukkan satu masalah atau lebih. Menurut Herrin (2002: 134) munculnya remaja ketika menghadapi masalah serius, maka sinyal peringatan awal terjadi pada gangguan makan, lalu menimbulkan peningkatan dan penurunan berat badan yang mencolok, ketertarikan tiba-tiba pada makanan, nutrisi, dan makanan tanpa lemak, mengabaikan waktu makan, hanya meminum minuman tanpa kalori, melakukan olah raga atau kegiatan atletik dengan intensitas tinggi, ketidaknyamanan ketika makan, keresahan pada penampilan fisik, penghargaan diri yang rendah, dan depresi.

4 Perilaku lain yang muncul pada remaja saat mereka depresi menurut Brody dalam Koplewicz (2002:7) adalah munculnya tanda-tanda klasik seperti keletihan, kebosanan, gangguan, ledakan kemarahan, ancaman kabur dari rumah, gejala fisik seperti sakit kepala atau sakit perut, kecemasan, dan keputusasaan. Sehingga pada akhirnya gejala yang timbul dan sulit dideteksi diantaranya penggunaan obat-obatan, karena remaja sering terlibat perilaku di luar rumah bersama teman, dan orang tua hanya bisa mendeteksi dampaknya saat mereka pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, munculnya perubahan pada makan dan tidur serta peningkatan keluhan fisik, hilangnya minat untuk bersekolah, membolos, terjadi penurunan nilai, kemarahan dan sensitif pada orang tua, penurunan tanggung jawab seperti mengerjakan pekerjaan rumah, dan peningkatan kesulitan bersama orang lain di sekolah. Selain itu, dalam pooling situs yang diadakan pada bulan Juli 2011 oleh www.parenting.co.id. melalui majalah Parenting Indonesia edisi Agustus 2011 menyebutkan bahwa pengaruh negatif dari teman dan lingkungan menjadi kekhawatiran para orang tua sebanyak 64 persen sementara sekitar 20 persen mereka khawatir putra-putri mereka menjadi korban kejahatan. Sebanyak 25 persen, mereka pun berharap lingkungan putra-putri mereka bebas dari pengaruh buruk. Kekhawatiran yang dihadapi orang tua merupakan salah satu bentuk kepedulian atas putra-putri mereka yang masih berpengaruh terhadap lingkungan luar rumah apabila terjadi problem atau konflik yang dihadapi putra-putrinya. Dalam sebuah penelitian kecil yang menunjukkan kurangnya peran orang tua dalam memberikan bimbingan kepada putra-putrinya dengan alasan (1) faktor kesibukan orang tua yang bekerja; (2) korban single parent atau broken home; (3) kekurangpedulian orang tua terhadap remaja mereka; (4) mempercayakan sepenuhnya remaja mereka kepada tugas dan tanggung jawab guru di sekolah atau di kelas; (5) gangguan psikologis; (6) pertengkaran antar anggota keluarga; (7) mental hygiene disorder; (8) sikap protektif orang tua terhadap remaja mereka; (9) depresi dan stress; dan (10) kasus bullying ternyata menjadi faktor risiko orang tua yang kesulitan terhadap remaja yang menghadapi masalah. Hal ini menurut Baumrind (1991:91) menunjukkan bahwa pola asuh yang terlalu membiarkan

5 (permisif) akan membuat remaja menjadi tidak berkomitmen, cenderung impulsif dan bisa memungkinkan terlibat penggunaan obat-obatan. Steinberg dalam Brooks (2011:643) juga menemukan bahwa sekitar 40 persen orang tua merasakan kesulitan dalam menghadapi anak mereka yang mengalami masalah, sebab pola asuh yang diterapkan terlalu permisif. Berbeda dengan 20 persen orang tua yang menikmati kebebasan lebih besar karena anak mereka mandiri dan mampu menyelesaikan masalah disebabkan perlakuan dari orangtua yang acceptance dan authoritative. Sedangkan 40 persen orang tua yang merespons perubahan anaknya tetapi tidak berpengaruh secara pribadi disebabkan pola perlakuan yang terlalu overprotective. Dari beberapa temuan tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan remaja dalam mengatasi masalah yang dihadapi adalah keluarga terutama dalam hal pola asuh orang tua. Peran orang tua dalam menerapkan pola asuh pada remaja dapat dilakukan dengan melanjutkan komitmen mereka pada anak dengan memantau,mengawasi, dan menegakkan aturan, namun di saat yang sama mendukung dan menerima individualitas anak. Orang tua dapat juga berperan sebagai penasehat dan memberikan informasi mengenai topik yang penting bagi remaja, berbagi kewenangan dalam pembuatan keputusan dengan remaja sehingga remaja lebih dapat mengatur dirinya dalam konteks hubungan keluarga yang hangat dan mampu menyelesaikan kondisi permasalahannya dengan baik. Oleh karena itu, di dalam ranah keluarga terutama orang tua dapat senantiasa memberikan pola asuh yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah, serta diperlukan pula situasi keluarga yang harmonis, yang dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan menghargai anak. Berdasarkan latar belakang penelitian ini, untuk melihat pola asuh orang tua terhadap kecakapan dalam menangani suatu masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill) pada putra/putri remaja yang berperan sebagai siswa/siswi SMA, maka ditetapkan judul penelitian ini yaitu Profil Kecakapan Problem Solving Siswa Kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung Tahun Ajaran.

6 B. Identifikasi Penelitian Berbagai macam tipe pola asuh seperti pola asuh otoriter, demokratis dan permisif dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya kecakapan problem solving remaja yang berperan sebagai siswa kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung. Berdasarkan tinjauan dari teori Baumrind (1991:91) menunjukkan bahwa pola asuh yang terlalu membiarkan (permisif) akan membuat remaja menjadi tidak berkomitmen, cenderung impulsif dan bisa memungkinkan terlibat penggunaan obat-obatan sebagai dampak dari perlakuan mereka atas ketidakmampuan dalam mengatasi masalah. Sedangkan menurut Steinberg dalam Brooks (2011:643) orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis dengan aspek acceptance dan authoritative menikmati kebebasan lebih besar karena anak mereka mandiri dan mampu menyelesaikan masalah. Sedangkan pola asuh orang tua yang bersifat otoriter merespons perubahan anaknya tetapi tidak berpengaruh secara pribadi dalam arti kecakapan yang dimilki remaja tidak memiliki dampak yang dominan disebabkan pola perlakuan yang terlalu overprotective. C. Rumusan Penelitian Adapun pokok permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana profil kecakapan problem solving siswa kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua? 2. Seperti apa perbedaan kecakapan problem solving siswa kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara khusus, untuk memperoleh data empirik mengenai: (1) profil kecakapan problem solving siswa kelas X SMA Plus

7 Muthahhari Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua; (2) perbedaan kecakapan problem solving siswa kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi dimensi praktis dan dimensi teoretis. Pada kegunaan praktis, khususnya kepada guru dan orang tua diharapkan dapat memberikan bimbingan yang tepat terhadap remaja. Kegunaan teoretis, yaitu: (1) memberikan masukan bagi guru BK SMA Plus Muthahhari Bandung tentang perlunya layanan BK terhadap kecakapan problem solving siswa; (2) memberikan masukan kepada orang tua tentang pentingnya memahami dan menerapkan pola asuh yang tepat terhadap remaja agar mampu mengatasi masalah secara arif dan kreatif. F. Asumsi Penelitian Penelitian tentang kecakapan problem solving siswa berdasarkan pola asuh orang tua ini dilandasi asumsi-asumsi dari konsep-konsep dan teori-teori sebagai berikut. 1. Menurut Surya (2011:61-62), remaja memiliki masalah-masalah yang sering dihadapi terutama berkenaan dengan masalah penyesuaian diri antara kekuatan dari dalam dirinya dengan pengaruh dan tantangan dari lingkungan. Kegagalan dalam penyesuaian diri ini dapat menimbulkan berbagai gejala kelainan tingkah laku para remaja, dan dapat meluas menjadi kegagalan dalam perkembangan remaja secara keseluruhan. Oleh sebab itu, remaja diperlukan keterampilannya dalam memecahkan atau mengatasi masalah (problem solving). 2. Tanggung jawab orang tua sangat penting dalam memberikan bimbingannya melalui pola asuh kepada remaja. Orang tua yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberikan bimbingan kepada remaja merupakan hal yang sangat berbahaya baik bagi diri remaja, orang tua, masyarakat,

8 maupun bangsa terutama ketika mengalami masalah serius yang tidak mampu diatasi oleh dirinya sendiri. Pada akhirnya apabila anak remaja mereka dibiarkan tanpa ada pengawasan atau bimbingan dari keluarga akan menimbulkan tekanan dalam diri seperti depresi, stress hingga tindakan menyimpang atau salah suai sebagai bentuk peralihan mereka atas ketidakmampuan menyelesaikan masalah. G. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif. Metode ini dipilih karena peneliti bemaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisis data-data dari variabel yang diteliti secara empiris, obyektif, terukur, rasional, sistematis serta menggunakan analisis statistik (Sugiyono, 2012:13). Teknik-teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dari penelitian ini adalah menggunakan skala pengukuran berupa skala semantic differensial dan skala guttman. Pengumpulan data dilakukan melalui 2 buah instrumen yakni instrumen mengenai persepsi pola asuh orang tua terhadap remaja dan instrumen kecakapan problem solving. H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di SMA Plus Muthahhari Bandung. Subjek yang dipilih ialah remaja yang berperan sebagai siswa-siswi kelas X SMA Plus Muthahhari Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang berusia sekitar 15-16 tahun. Sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan kategori sampling jenuh (total sampling), yakni teknik penentuan sampel dilakukan dari anggota populasi yang digunakan sebagai sampel. Sampel yang diambil adalah sampel dari populasi kelas gabungan (kelas random) yang mengikuti kelas minat dalam bidang bahasa yang wajib diikuti oleh siswa-siswi di SMA Plus Muthahhari. Siswa-siswi tersebut diambil dari kelas minat bahasa jepang dan korea. Alasan peneliti mengambil sampel ini bahwa

9 populasi yang digunakan sudah sebagian besar dapat dianggap homogen dan benar-benar bersifat representatif, sehingga subjek sampel dilakukan sebanyak 25 siswa.