BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V E R S I P U B L I K

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai KAWASAN EKONOMI KHUSUS

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Agus Rusli. External Relation GM PT. Harita Prima Abadi Mineral SARI

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

V E R S I P U B L I K

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PROSPEK PERKEMBANGAN BAUKSIT. Triswan Suseno

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

EKO PURWANTO SETYARAHARJA NM:

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

Peningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

Waktu dan Tempat Penyelenggaraan

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

PENGEMBANGAN KAWASAN INOVASI BAUKSIT SEBAGAI PUSAT UNGGULAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PONTIANAK SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM KORIDOR 3 MP3EI

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

n.a n.a

Prospek PT Inalum Pasca Pengambilalihan oleh Pemerintah. Oleh: Hilman Qomarsono 1

Study Proses Reduksi Mineral Tembaga Menggunakan Gelombang Mikro dengan Variasi Daya dan Waktu Radiasi

PENGEMBANGAN KAWASAN INOVASI BAUKSIT SEBAGAI PUSAT UNGGULAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PONTIANAK SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM KORIDOR 3 MP3EI

PENGEMBANGAN KAWASAN INOVASI BAUKSIT SEBAGAI PUSAT UNGGULAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PONTIANAK SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM KORIDOR 3 MP3EI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1

Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE ALUMINA REFINERY, ANTAM DAN PLN DI KETAPANG KALIMANTAN BARAT. 2 4 April 2015

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

9,8x KENA PHK FREKUENSI BERCINTA PRIA INDONESIA BERJAYA SETELAH PENTINGNYA KONSUMEN PERTAMA BINTAN LAGOON RAYUAN PANTAI PASIR PUTIH

BAB I PENDAHULUAN. Resin akrilik telah banyak digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai

Yogyakarta, Agustus 2013 Penulis, AJI DZULIANDA DAFTAR ISI. vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

Lintong Mandala Putra Siregar 1, Fauzu Nuriman 2

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam

BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. Hal LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO...

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN RAKYAT DI NAD

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

EKSPLORASI UMUM BAUKSIT DI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Yoan Toreno dan Moe tamar. , 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN PABRIK SGA (SMELTER GRADE ALUMINA) MEMPAWAH DENGAN PROSES BAYER

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

INVENTARISASI CEBAKAN BIJIH BESI PRIMER DI KABUPATEN TANAH BUMBU DAN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang penting di Indonesia. Berdasarkan data dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2011, jumlah sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua area utama yaitu Kepulauan Riau sebesar 180,97 juta ton dan Kalimantan Barat sebesar 3,29 miliar ton. Pada tahun 2010, jumlah produksi bauksit di Indonesia mencapai 10,29 juta ton. Jumlah ini rata-rata meningkat sebanyak 2% per tahun pada kurun waktu 2008-2010. Hasil produksi dari bauksit ini kebanyakan diekspor ke China dan Jepang, dimana Indonesia merupakan pemasok utama yang memenuhi 80% dari kebutuhan bauksit China. Hal tersebut membuktikan bahwa bauksit merupakan salah satu komoditas yang memegang peranan penting dan posisi strategis di Indonesia (esdm.go.id). UU no 4 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no 07 tahun 2012 menyatakan bahwa seluruh bahan tambang mentah tidak boleh langsung diekspor ke luar negeri, melainkan harus dilakukan pengolahan lanjutan untuk meningkatkan nilai dari hasil tambang tersebut. Peraturan ini berlaku untuk semua hasil pertambangan termasuk bauksit. Apabila sebelumnya bauksit diekspor dalam bentuk endapan laterit yang belum diolah (raw material), maka setelah peraturan tersebut diberlakukan endapan laterit tersebut harus terlebih dahulu diolah sekurang-kurangnya menjadi alumina. Peraturan ini mulai 1

diimplementasikan tanggal 12 Januari 2014. Untuk memenuhi kebutuhan pengolahan endapan laterit bauksit dalam negeri maka dibangunlah pabrik pengolahan bauksit Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA) di Sanggau, Kalimantan Barat oleh PT Antam Tbk (esdm.go.id). Di wilayah Kalimantan Barat, Sanggau merupakan daerah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar, yaitu sebesar 1,23 miliar ton. Dan di daerah tersebut, tambang bauksit yang terbesar yaitu terletak di daerah Tayan yang termasuk dalam IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Antam Tbk. Sumber daya bauksit terindikasi yang potensial yaitu sekitar 104 juta ton kubik, dengan kadar rata-rata yaitu Al2O3 = 46%, SiO2 = 13%, SiO2(reaktif) = 4%, Fe2O3 = 12% dan TiO2 = 0,9% (Surata, et al., 2010). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di daerah Tayan yaitu oleh Surata (2007) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari batuan induk dan kemiringan lereng terhadap kualitas bauksit yang dihasilkan. Selain itu, daerah tersebut juga diteliti oleh Wilatikta (2013) yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit, faktor pengontrol pembentukan bauksit dan mengetahui perubahan komposisi mineralogi dan geokimia dari batuan dasar menjadi endapan bauksit. Penelitian yang sekarang dilakukan merupakan penelitian lebih lanjut dari Wilatikta (2013) untuk membahas dengan lebih detail mengenai endapan bauksit di daerah Tayan yaitu mengenai model pembentukan endapan bauksit dan perubahan mineralogi dan geokimianya dengan menggunakan data tambahan berupa unsur jejak dan unsur tanah jarang. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan 2

pemahaman yang lebih jelas mengenai proses pembentukan bauksit ditinjau dari segi mineralogi dan geokimia. Karena mulai saat ini proses pengolahan bauksit harus mulai dilakukan secara mandiri, maka sangatlah penting untuk mengetahui secara jelas dan pasti mengenai karakteristik fisik, mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit. Ketiga hal tersebut merupakan faktor kunci yang menentukan apakah proses metalurgi dalam industri ekstraksi aluminium dapat berhasil atau tidak yang sekaligus berimbas apakah endapan tersebut bersifat ekonomis atau tidak. Tayan dipilih sebagai lokasi penelitian untuk tesis ini karena memiliki sumberdaya bauksit yang besar dan sebagai daerah pertambangan, lebih mudah untuk mengumpulkan sampel endapan laterit suatu profil yang menerus dari permukaan tanah. I.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui transformasi serta distribusi mineral selama proses pelapukan pada endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gabro Mengetahui perilaku unsur mayor dan minor (unsur jejak dan unsur tanah jarang) selama proses pelapukan pada endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gabro. Membuat model pembentukan endapan bauksit di daerah penelitian 3

I.3 Batasan masalah Tesis ini fokus pada pembahasan mengenai pembentukan endapan bauksit di daerah penelitian ditinjau dari mineralogi dan geokimia dari batuan dasar berupa granodiorit dan gabro serta profil laterit yang ditemui di area penelitian. I.4 Lokasi penelitian Lokasi penelitian terletak di tambang bauksit di daerah Tayan, Kalimantan Barat yang termasuk wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) dari PT Antam. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar I.1. Gambar I.1 (A) Pulau Kalimantan (B) Wilayah kabupaten Pontianak, Landak, Sanggau, dan Ketapang (C) Lokasi Penelitian I.5 Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap studi pustaka, pengambilan data lapangan, analisis data, dan kemudian tahap penyusunan laporan. Secara ringkas waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel I.1. 4

Tahapan Studi Pustaka Pengambilan Data Analisis Data Penyusunan Laporan Tabel I.1 Waktu penelitian 2012 2013 2014 2015 Maret November-Desember Januari-Desember Januari I.6 Peneliti terdahulu Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian mengenai unsur tanah jarang yang berasosiasi dengan endapan laterit serta endapan bauksit di Kalimantan Barat adalah sebagai berikut: I.6.1 Surata (2007) Penelitian yang dilakukan oleh Surata (2007) ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari batuan induk dan kemiringan lereng terhadap kualitas bauksit yang dihasilkan. Dari hasil penelitiannya tersebut diketahui bahwa bauksit di daerah Tayan dapat dibedakan menjadi dua tipe. Tipe yang pertama yaitu bauksit tipe SiO2, dimana bauksit tipe ini berasal dari batuan induk diorit kuarsa dan memiliki sifat fisik yang tidak homogen dan rapuh. Kandungan Al2O3-nya memiliki korelasi dengan kandungan SiO2-nya. Selain itu, kandungan SiO2, SiO2(reaktif), dan TiO2 dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng. Tipe yang kedua yaitu bauksit tipe Fe2O3 yang berasal dari batuan induk gabro dan memiliki sifat fisik yang homogen dan kompak. Kandungan Al2O3-nya memiliki korelasi dengan kandungan Fe2O3- nya. Pada bauksit tipe ini, kadarnya tidak dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng. 5

I.6.2 Surata et al. (2010) Publikasi ini melaporkan penyelidikan mengenai endapan bauksit di Kalimantan Barat, yaitu di daerah Mempawah dan Landak. Penyelidikan dilakukan di daerah tersebut karena daerah tersebut memiliki kemiripan kondisi geologi dengan sumberdaya bauksit terbukti yang berada di Tayan. Perbandingan yang dilakukan yaitu meliputi batuan dasar, kemiringan lereng, dan faktor-faktor lain yang mendukung proses pembentukkan bauksit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa endapan bauksit yang berada di daerah Mempawah memiliki rasio Fe2O3/SiO2>1 dan endapan bauksit yang berada di daerah Landak memiliki rasio Fe2O3/SiO2<1. Potensi bauksit yang ditemukan di daerah ini membuktikan bahwa masih terdapat kemungkinan menemukan sumberdaya bauksit di luar sabuk laterit yang sudah ada dengan menggunakan metode perbandingan genetik. I.6.3 Wilatikta (2013) Penelitian yang dilakukan oleh Wilatikta (2013) ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit, mengetahui faktor pengontrol pembentukan bauksit, dan mengetahui perubahan komposisi mineralogi dan geokimia dari batuan dasar menjadi endapan bauksit di area tambang Tayan, Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembentukan endapan bauksit dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, litologi, dan struktur geologi. Faktor yang dominan bekerja yaitu faktor litologi, dimana endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gneiss mengalami pengayaan Al2O3 yang lebih tinggi dibandingkan bauksit yang berasal dari gabro. Profil laterit yang ditemukan di daerah penelitian dapat dibedakan 6

menjadi dua zona, yaitu zona clay dan zona bauksit berdasarkan kandungan Al2O3- nya. Dari diagram perubahan mineral, dapat diketahui perubahan mineral-mineral dari batuan dasar kemudian terlapukkan dan membentuk endapan bauksit. 7