BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang penting di Indonesia. Berdasarkan data dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2011, jumlah sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua area utama yaitu Kepulauan Riau sebesar 180,97 juta ton dan Kalimantan Barat sebesar 3,29 miliar ton. Pada tahun 2010, jumlah produksi bauksit di Indonesia mencapai 10,29 juta ton. Jumlah ini rata-rata meningkat sebanyak 2% per tahun pada kurun waktu 2008-2010. Hasil produksi dari bauksit ini kebanyakan diekspor ke China dan Jepang, dimana Indonesia merupakan pemasok utama yang memenuhi 80% dari kebutuhan bauksit China. Hal tersebut membuktikan bahwa bauksit merupakan salah satu komoditas yang memegang peranan penting dan posisi strategis di Indonesia (esdm.go.id). UU no 4 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no 07 tahun 2012 menyatakan bahwa seluruh bahan tambang mentah tidak boleh langsung diekspor ke luar negeri, melainkan harus dilakukan pengolahan lanjutan untuk meningkatkan nilai dari hasil tambang tersebut. Peraturan ini berlaku untuk semua hasil pertambangan termasuk bauksit. Apabila sebelumnya bauksit diekspor dalam bentuk endapan laterit yang belum diolah (raw material), maka setelah peraturan tersebut diberlakukan endapan laterit tersebut harus terlebih dahulu diolah sekurang-kurangnya menjadi alumina. Peraturan ini mulai 1
diimplementasikan tanggal 12 Januari 2014. Untuk memenuhi kebutuhan pengolahan endapan laterit bauksit dalam negeri maka dibangunlah pabrik pengolahan bauksit Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA) di Sanggau, Kalimantan Barat oleh PT Antam Tbk (esdm.go.id). Di wilayah Kalimantan Barat, Sanggau merupakan daerah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar, yaitu sebesar 1,23 miliar ton. Dan di daerah tersebut, tambang bauksit yang terbesar yaitu terletak di daerah Tayan yang termasuk dalam IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Antam Tbk. Sumber daya bauksit terindikasi yang potensial yaitu sekitar 104 juta ton kubik, dengan kadar rata-rata yaitu Al2O3 = 46%, SiO2 = 13%, SiO2(reaktif) = 4%, Fe2O3 = 12% dan TiO2 = 0,9% (Surata, et al., 2010). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di daerah Tayan yaitu oleh Surata (2007) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari batuan induk dan kemiringan lereng terhadap kualitas bauksit yang dihasilkan. Selain itu, daerah tersebut juga diteliti oleh Wilatikta (2013) yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit, faktor pengontrol pembentukan bauksit dan mengetahui perubahan komposisi mineralogi dan geokimia dari batuan dasar menjadi endapan bauksit. Penelitian yang sekarang dilakukan merupakan penelitian lebih lanjut dari Wilatikta (2013) untuk membahas dengan lebih detail mengenai endapan bauksit di daerah Tayan yaitu mengenai model pembentukan endapan bauksit dan perubahan mineralogi dan geokimianya dengan menggunakan data tambahan berupa unsur jejak dan unsur tanah jarang. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan 2
pemahaman yang lebih jelas mengenai proses pembentukan bauksit ditinjau dari segi mineralogi dan geokimia. Karena mulai saat ini proses pengolahan bauksit harus mulai dilakukan secara mandiri, maka sangatlah penting untuk mengetahui secara jelas dan pasti mengenai karakteristik fisik, mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit. Ketiga hal tersebut merupakan faktor kunci yang menentukan apakah proses metalurgi dalam industri ekstraksi aluminium dapat berhasil atau tidak yang sekaligus berimbas apakah endapan tersebut bersifat ekonomis atau tidak. Tayan dipilih sebagai lokasi penelitian untuk tesis ini karena memiliki sumberdaya bauksit yang besar dan sebagai daerah pertambangan, lebih mudah untuk mengumpulkan sampel endapan laterit suatu profil yang menerus dari permukaan tanah. I.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui transformasi serta distribusi mineral selama proses pelapukan pada endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gabro Mengetahui perilaku unsur mayor dan minor (unsur jejak dan unsur tanah jarang) selama proses pelapukan pada endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gabro. Membuat model pembentukan endapan bauksit di daerah penelitian 3
I.3 Batasan masalah Tesis ini fokus pada pembahasan mengenai pembentukan endapan bauksit di daerah penelitian ditinjau dari mineralogi dan geokimia dari batuan dasar berupa granodiorit dan gabro serta profil laterit yang ditemui di area penelitian. I.4 Lokasi penelitian Lokasi penelitian terletak di tambang bauksit di daerah Tayan, Kalimantan Barat yang termasuk wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) dari PT Antam. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar I.1. Gambar I.1 (A) Pulau Kalimantan (B) Wilayah kabupaten Pontianak, Landak, Sanggau, dan Ketapang (C) Lokasi Penelitian I.5 Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap studi pustaka, pengambilan data lapangan, analisis data, dan kemudian tahap penyusunan laporan. Secara ringkas waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel I.1. 4
Tahapan Studi Pustaka Pengambilan Data Analisis Data Penyusunan Laporan Tabel I.1 Waktu penelitian 2012 2013 2014 2015 Maret November-Desember Januari-Desember Januari I.6 Peneliti terdahulu Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian mengenai unsur tanah jarang yang berasosiasi dengan endapan laterit serta endapan bauksit di Kalimantan Barat adalah sebagai berikut: I.6.1 Surata (2007) Penelitian yang dilakukan oleh Surata (2007) ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari batuan induk dan kemiringan lereng terhadap kualitas bauksit yang dihasilkan. Dari hasil penelitiannya tersebut diketahui bahwa bauksit di daerah Tayan dapat dibedakan menjadi dua tipe. Tipe yang pertama yaitu bauksit tipe SiO2, dimana bauksit tipe ini berasal dari batuan induk diorit kuarsa dan memiliki sifat fisik yang tidak homogen dan rapuh. Kandungan Al2O3-nya memiliki korelasi dengan kandungan SiO2-nya. Selain itu, kandungan SiO2, SiO2(reaktif), dan TiO2 dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng. Tipe yang kedua yaitu bauksit tipe Fe2O3 yang berasal dari batuan induk gabro dan memiliki sifat fisik yang homogen dan kompak. Kandungan Al2O3-nya memiliki korelasi dengan kandungan Fe2O3- nya. Pada bauksit tipe ini, kadarnya tidak dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng. 5
I.6.2 Surata et al. (2010) Publikasi ini melaporkan penyelidikan mengenai endapan bauksit di Kalimantan Barat, yaitu di daerah Mempawah dan Landak. Penyelidikan dilakukan di daerah tersebut karena daerah tersebut memiliki kemiripan kondisi geologi dengan sumberdaya bauksit terbukti yang berada di Tayan. Perbandingan yang dilakukan yaitu meliputi batuan dasar, kemiringan lereng, dan faktor-faktor lain yang mendukung proses pembentukkan bauksit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa endapan bauksit yang berada di daerah Mempawah memiliki rasio Fe2O3/SiO2>1 dan endapan bauksit yang berada di daerah Landak memiliki rasio Fe2O3/SiO2<1. Potensi bauksit yang ditemukan di daerah ini membuktikan bahwa masih terdapat kemungkinan menemukan sumberdaya bauksit di luar sabuk laterit yang sudah ada dengan menggunakan metode perbandingan genetik. I.6.3 Wilatikta (2013) Penelitian yang dilakukan oleh Wilatikta (2013) ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mineralogi dan geokimia dari endapan bauksit, mengetahui faktor pengontrol pembentukan bauksit, dan mengetahui perubahan komposisi mineralogi dan geokimia dari batuan dasar menjadi endapan bauksit di area tambang Tayan, Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembentukan endapan bauksit dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, litologi, dan struktur geologi. Faktor yang dominan bekerja yaitu faktor litologi, dimana endapan bauksit yang berasal dari batuan dasar granodiorit dan gneiss mengalami pengayaan Al2O3 yang lebih tinggi dibandingkan bauksit yang berasal dari gabro. Profil laterit yang ditemukan di daerah penelitian dapat dibedakan 6
menjadi dua zona, yaitu zona clay dan zona bauksit berdasarkan kandungan Al2O3- nya. Dari diagram perubahan mineral, dapat diketahui perubahan mineral-mineral dari batuan dasar kemudian terlapukkan dan membentuk endapan bauksit. 7