RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 4. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengatur bahwa secara hierarkis 1
kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari undang-undang, oleh karena itu ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, dan jika ada ketentuan undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 9 UU Tipikor, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang- Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 9 UU Tipikor karena akibat pasal a quo Pemohon tidak menerima gaji penuh sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan tidak mendapatkan keadilan karena telah menjalani 2
hukuman tahanan badan didalam Lembaga Pemasyarakatan selama 5 bulan. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU Tipikor: Pasal 9: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftardaftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pembukaan UUD 1945 alinea kedua: Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 2. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 3
4. Pasal 28G ayat (1): Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 5. Pasal 28H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 6. Pasal 28H ayat (2): Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 7. Pasal 28H ayat (4): Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa saat ini berdasarkan Putusan Pidana Nomor: 53/Pid.Sus- TPK/2015/PN Pengadilan Negeri Jayapura, Pemohon yang berprofesi sebagai seorang dokter PNS di Kabupaten Asmat Provinsi Papua dijatuhi hukuman pidana 2 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) atas tuduhan tindak pidana korupsi yaitu menggunakan uang sebesar Rp 630.616.395 untuk kepentingan sendiri dan memperkaya diri sendiri; 2. Bahwa menurut Pemohon, Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena Pemohon merasa dihukum dengan undang-undang yang tidak tepat yaitu UU Tipikor, Pemohon tidak melakukan korupsi namun tetap dihukum dengan menggunakan dasar hukum UU Tipikor; 3. Bahwa Pemohon mendalilkan, menurut Putusan Pidana Nomor: 53/Pid.Sus- TPK/2015/PN Pengadilan Negeri Jayapura pada halaman 177 paragraf terakhir dan halaman 178 paragraf pertama telah terang benderang menyatakan pada intinya pemeriksaan di persidangan tidak dapat membuktikan bahwa dana sebesar Rp 630.616.395 telah diambil dan 4
digunakan Pemohon untuk kepentingan sendiri dan memperkaya diri sendiri, karena sesungguhnya dana tersebut telah dibelanjakan seluruhnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin asli Papua di Kabupaten Asmat; 4. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 9 UU Tipikor bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat (2), ayat (4) UUD 1945 karena pasal a quo telah merugikan hak konstitusional Pemohon, dimana Pemohon adalah seorang dokter PNS yang mengabdi di Kabupaten Asmat Provinsi Papua dan dalam tugasnya mendukung program Jamkespa untuk masyarakat Kabupaten Asmat namun justru dikenakan hukuman berdasarkan Pasal 9 UU Tipikor karena tuduhan melakukan penyelewengan dana Jamkespa, hal ini telah mengakibatkan Pemohon tidak mendapatkan perlindungan kepastian hukum yang adil, kehilangan hak untuk memperoleh kesejahteraan sesuai dengan profesinya. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan materi muatan Pasal 9 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sebagaimana Telah Diubah Dan Ditambah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionaly constitutional) sepanjang dimaknai semua pemalsuan (tanpa mempedulikan kerugian yang ditimbulkan, dan/atau memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara); 3. Menyatakan materi muatan Pasal 9 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sebagaimana Telah Diubah Dan Ditambah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tidak mempunyai kekuatan hukum 5
mengikat sepanjang dimaknai semua pemalsuan (tanpa mempedulikan kerugian yang ditimbulkan, dan/atau memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara); 4. Memberikan penafsiran atau penjelasan tambahan Pasal 9 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sebagaimana Telah Diubah Dan Ditambah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang pada intinya harapan Pemohon, memuat atau menambahkan penjelasan bahwa tindakan pemalsuan yang dimaksud pasal 9 diatas, jika menimbulkan kerugian negara dan atau memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi (sesuai definisi Korupsi) dapat dipidana 5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 6