STUDI PELEPASAN BEBAN PADA SKEMA PERTAHANAN (DEFENCE SCHEME) JARINGAN SISTEM KHATULISTIWA

dokumen-dokumen yang mirip
SIMULASI PELEPASAN BEBAN DENGAN MENGGUNAKAN RELE FREKUENSI PADA SISTEM TENAGA LISTRIK CNOOC SES LTD.

Analisis Kestabilan Transien dan Mekanisme Pelepasan Beban di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (R.U.) VI Balongan Jawa Barat

SIMULASI PELEPASAN BEBAN DENGAN MENGGUNAKAN RELE FREKUENSI PADA SISTEM TENAGA LISTRIK CNOOC SES Ltd. SKRIPSI

Simulasi dan Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban pada Sistem Kelistrikan PT. Semen Indonesia Pabrik Aceh

SIMULASI PELEPASAN BEBAN DENGAN RELAYFREQUENCY PADA SISTEM TENAGA LISTRIK CNOOC SES Ltd.NORTH BUSINESS UNIT MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP 7.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Komponen tersebut mempunyai fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas Transien dan Perancangan Pelepasan Beban pada Joint Operating

Analisis Kestabilan Transien Dan Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri Akibat Penambahan Generator Dan Penambahan Beban

Analisis Kestabilan Transien dan Pelepasan Beban Pada Sistem Integrasi 33 KV PT. Pertamina RU IV Cilacap akibat Penambahan Beban RFCC dan PLBC

Indar Chaerah G, Studi Penurunan Frekuensi pada Saat PLTG Sengkang Lepas dari Sistem

Nama : Ririn Harwati NRP : Pembimbing : 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, PhD 2. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, MT.

Analisis Kestabilan Transien dan Mekanisme Pelepasan Beban di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Cilacap, Jl. Letjen Haryono MT. 77 Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.

Tugas Mingguan Peserta OJT Angkatan 13 Th. 2009

Studi Penerapan Metode Island Operation Sebagai Defence Scheme Pada Gardu Induk Teluk Lembu

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. putaran tersebut dihasilkan oleh penggerak mula (prime mover) yang dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB III PLTU BANTEN 3 LONTAR

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK

D. Kronologis Gangguan (2)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sistem Tenaga Listrik adalah suatu sistem yang terdiri atas sistem

Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban di Perusahaan Minyak Nabati

Analisis Kestabilan Transien di PT. PUSRI Akibat Penambahan Pembangkit 35 MW dan Pabrik P2-B Menggunakan Sistem Synchronizing Bus 33 kv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat, baik pada sektor rumah tangga, penerangan,

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SISTEM PENGAMAN ELEKTRIS UTAMA PADA GAS TURBIN GENERATOR PLTGU

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

Studi Pengaturan Arus Eksitasi untuk Mengatur Tegangan Keluaran Generator di PT Indonesia Power UBP Kamojang Unit 2

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern saat ini, tenaga listrik memegang peranan penting dalam

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB II GENERATOR SINKRON

SISTEM TENAGA LISTRIK

Studi Koordinasi Proteksi Sistem Kelistrikan di Project Pakistan Deep Water Container Port

Analisis Stabilitas Transien dan Perancangan Pelepasan Beban Sistem Kelistrikan Distrik II PT. Medco E&P Indonesia, Central Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan frekuensi nominalnya. peningkatan kualitas sistem kelistrikannya agar didapatkan sistem yang dapat bekerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDY KASUS BLACKOUT 30 SEPTEMBER 2007 SISTEM SUSELTRABAR

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

Studi Kestabilan Sistem dan Pelepasan Beban (Load Shedding) Berdasarkan Standar IEEE di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV

BAB 3 PELEPASAN BEBAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK. CNOOC SES Ltd NORTH BUSINIESS UNIT DENGAN TEGANGAN OPERASI 13.8 KV

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR

ANALISIS KONTINGENSI SISTEM KELISTRIKAN SULAWESI SELATAN DAN BARAT

Analisis Stabilitas Transien di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Akibat Penggantian Sebuah Unit Pembangkit GTG 18 MW Menjadi STG 32 MW

Tampak bahwa besarnya arus hubung singkat tersebut menurun sebagai fungsi waktu. Pada 3-4

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN DI PT. WILMAR NABATI GRESIK AKIBAT ADANYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN FASE 2

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

ANALISA PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP KARAKTERISTIK GENERTOR SINKRON ( Aplikasi PLTG Pauh Limo Padang )

Strategi Interkoneksi Suplai Daya 2 Pembangkit di PT Ajinomoto Indonesia, Mojokerto Factory

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

Gambar 1. Karakteristik torka-kecepatan pada motor induksi, memperlihatkan wilayah operasi generator. Perhatikan torka pushover.

BAB 2 SISTEM PELEPASAN BEBAN. listrik. Energi listrik mula-mula dibangkitkan oleh generator yang memanfaatkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK Kata Kunci :

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

Pengujian Relay Arus Lebih Woodward Tipe XI1-I di Laboratorium Jurusan Teknik Elektro

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK TENAGA LISTRIK NO LOAD AND LOAD TEST GENERATOR SINKRON EXPERIMENT N.2 & N.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

PENGARUH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) TERHADAP PERILAKU SISTEM TENAGA LISTRIK SULAWESI SELATAN DALAM KEADAAN TRANSIEN

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

ANALISIS KESTABILAN TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN PADA SISTEM INTEGRASI 33 KV PT. PERTAMINA RU IV CILACAP AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN RFCC DAN PLBC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Proteksi Generator

Analisis Kestabilan Sistem Daya pada Interkoneksi PT.Ajinomoto Indonesia dan PT.Ajinex Internasional Mojokerto Factory

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

GENERATOR SINKRON Gambar 1

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK

BAB II LANDASAN TEORI

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik.

MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK )

BAB II LANDASAN TEORI

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Stabilitas Transien pada Sistem Kelistrikan PT. Pupuk Kalimantan Timur (Pabrik KALTIM 1), Akibat Reaktivasi Pembangkit 11 MW.

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

Perhitungan Setting Rele OCR dan GFR pada Sistem Interkoneksi Diesel Generator di Perusahaan X

Analisa Transient Stability dan Pelepasan Beban Pengembangan Sistem Integrasi 33 KV di PT. Pertamina RU IV Cilacap

Disusun oleh Muh. Wiji Aryanto Nasri ( ) Ryan Rezkyandi Saputra ( ) Hardina Hasyim ( ) Jusmawati ( ) Aryo Arjasa

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275, Indonesia.

OPERASI MANUAL LOAD SHEDDING TERHADAP KESTABILAN FREKUENSI PADA SUB SISTEM KELISTRIKAN UNGARAN

Penggunaan & Pengaturan Motor Listrik PENGEREMAN MOTOR LISTRIK

PELEPASAN BEBAN OTOMATIS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA SISTEM TENAGA LISTRIK SULSELRABAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Dapat dikatakan pula bahwa energi listrik menjadi

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

Transkripsi:

STUDI PELEPASAN BEBAN PADA SKEMA PERTAHANAN (DEFENCE SCHEME) JARINGAN SISTEM KHATULISTIWA Erni Noviyani 1), Junaidi 2), Purwo Harjono 3) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura e-mail: erninoviyani@ymail.com 1), juntek@ymail.com 2), ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja skema pelepasan beban yang merupakan bagian dari skema pertahanan (defence scheme) yang ada di sistem khatulistiwa. Penelitian ini dilakukan dimulai dari penelusuran literatur tentang data spesifikasi generator, data frekuensi sistem saat terjadi gangguan dan data gangguan di lapangan yang menyebabkan skema pelepasan beban UFR bekerja dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dan perhitungan. Dari penelitian ini dapat diperoleh bahwa idealnya sebuah skema pelepasan beban memiliki kriteria yang harus dipenuhi, yaitu pelepasan beban dilakukan secara bertahap, beban yang dilepaskan harus seminimal mungkin, dan beban yang dipilih harus memenuhi kriteria tertentu yang tidak merugikan perusahaan apabila dilepas. Dari hasil penelitian terlihat bahwa skema pelepasan beban yang ada di lapangan sudah berada pada kondisi ideal atau berhasil. Laju pemulihan frekuensi hasil penelitian menunjukan pelepasan beban mulai 8 MW 11 MW memulihkan frekuensi dari 51.18 Hz 50.34 Hz. Kata kunci: Pelepasan beban, UFR, Load Shedding, rendah 1. Latar Belakang Pada sistem kelistrikan Kalimantan Barat khususnya Sistem Khatulistiwa, memiliki frekuensi gangguan yang sangat tinggi (berdasarkan pada data gangguan PLN APDP 2013). Sebagian besar gangguan tersebut bersifat sementara (temporer), yang akan segera hilang setelah PMT membuka (trip). Masalah lain pada sistem khatulistiwa adalah defisitnya neraca daya yang disebabkan berkurangnya daya mampu sehingga sering mengakibatkan unit pengatur beban melakukan MLS (Manual Load Shedding). Gangguan pada sistem tenaga listrik, khususnya pada sistem khatulistiwa dapat menyebabkan ketidakstabilan bahkan menuju ke arah yang lebih buruk lagi yaitu pemadaman total (blackout). Untuk itu diperlukan skema pertahanan (Defence Scheme) yang berfungsi untuk melakukan tindakan segera (immediate action) untuk mengatasi gangguan agar tidak terjadi terlalu banyak pemadaman sebagian atau pemadaman total (blackout partial / blackout total) agar sistem kembali ke keadaan operasi optimal. Pada umumnya suatu sistem tenaga listrik dikatakan sebagai sistem yang baik jika memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: keandalan, kualitas, dan kestabilan. Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus dipenuhi yaitu sistem harus mampu memberi pasokan listrik secara terus menerus dengan standar besaran untuk tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku dan harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan. Untuk jaringan yang sangat komplek dimana beberapa pembangkit saling terkoneksi satu sama lain maka keluaran daya elektris berupa besaran seperti tegangan dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada pembangkit yang kelebihan beban dan pembangkit yang lain bebannya kecil. Salah satu bagian dari Defence Scheme adalah pelepasan beban. Pelepasan beban dapat dilakukan secara manual maupun otomatis, hal ini bergantung kepada besar penurunan frekuensi yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Semakin besar kelebihan beban yang terjadi maka semakin besar pula penurunan frekuensi yang terjadi. Untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan maka pelepasan beban pun semakin cepat dilakukan. Dengan menggunakan skema pelepasan beban menggunakan rele frekuensi rendah (UFR) diharapkan penurunan frekuensi pada sistem tenaga listrik cepat teratasi tanpa menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap perusahaan. Pelepasan beban ini diatur untuk mengatasi penurunan frekuensi secara tiba-tiba akibat hilangnya pasokan daya sistem. 2. Dasar Teori 2.1 Definisi Skema Pertahanan (Defence Sheme) Skema pertahanan (Defence Scheme) adalah suatu tindakan dalam mempertahankan sistem dari hal hal yang tidak diinginkan seperti pemadaman (blackout) partial / sebagian dan pemadaman total. Skema pertahanan diperlukan agar I-1

I-2 sistem kelistrikan tidak mengalami keruntuhan sistem (collapsed). Tindakan tindakan yang dilakukan dalam cakupan skema pertahanan / defence scheme adalah Manual Load Shedding (MLS), Brown Out, Load Shedding (Under Relay), Island Operation dan host load. Load shedding adalah pelepasan beban secara sengaja (otomatis / manual) dengan pemutusan beban tertentu oleh sistem karena kejadian abnormal, untuk mempertahankan integritas Jaringan dan menghindari pemadaman yang lebih besar. Pelepasan beban otomatis ini terjadi jika terjadi gangguan suplai pembangkit yang mengakibatkan sistem mengalami defisit secara tiba tiba dan tidak dapat diseimbangkan dengan Manual Load Shedding. Pelepasan beban otomatis ini bekerja berdasarkan pengaturan setting frekuensi sistem yang menggunakan UFR (Under Frequency Relay). Load Shedding dilaksanakan apabila terjadi penurunan frekuensi secara tiba-tiba (dan menyentuh setting) yang disebabkan hilangnya pasokan daya sistem. Pelepasan beban dilakukan seketika dan secara otomatis dengan menggunakan relai UFR. Dalam praktek pelepasan beban (load shedding) dilakukan dengan memasang UFR pada berbagai penyulang distribusi yang dipilih menurut kondisi setempat. Jumlah UFR pada penyulang (feeder) harus sedikitnya cukup untuk melepas beban sebesar unit terbesar dalam sistem. 2.2 Sistem Pembangkitan Listrik Sistem tenaga listrik merupakan suatu rangkaian proses dan penghasilan energi listrik hingga energi tersebut dimanfaatkan bagi banyak orang secara aman. Energi listrik mula mula dibangkitkan oleh generator yang memanfaatkan berbagai penggerak utama. Dalam hal ini yang dihasilkan oleh generator adalah suatu tegangan dan arus yang nantinya akan ditransmisikan ke beban. Kemudian, tahap yang harus dilalui oleh tegangan tersebut sebelum dimanfaatkan oleh konsumen adalah transmisi tenaga listrik. Komponen penting yang terdapat dalam transmisi tenaga listrik adalah transformator penaik tegangan (Step Up) dan saluran transmisi. Hal ini penting dilakukan karena pada umumnya letak pembangkit cukup jauh dari konsumen, untuk mengurangi rugi rugi daya ketika penyaluran maka tegangan sistem dinaikan sehingga arus transmisi kecil. Untuk dimanfaatkan oleh peralatan listrik yang dimiliki oleh konsumen, tegangan dari sistem transmisi masuk ke sistem distribusi. Pada sistem ini yang dibutuhkan adalah transformator penurun tegangan (Step Down) dan saluran distribusi. Penurunan tegangan yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan peralatan listrik. Untuk menghasilkan energi listrik yang handal dan aman bagi peralatan diperlukan sistem proteksi. 2.3 Prinsip Kerja Generator Sinkron Pada generator sinkron, suatu sumber arus DC dihubungkan dengan kumparan rotor atau kumparan medan. Hal ini mampu menghasilkan suatu medan magnet rotor. Rotor tersebut kemudian diputar oleh penggerak utama (Prime Mover) sehingga muncul medan magnet putar pada mesin. Medan magnet tersebut menembus stator sehingga menghasilkan fluks magnet. Ketika rotor berputar maka terjadi perubahan sudut yang dibentuk oleh normal bidang yang ditembus fluks (stator) dan kerapatan fluks setiap detiknya. Perubahan tersebut akan menghasilkan suatu gaya gerak listrik (ggl) induksi. Ggl induksi tersebut mampu menghasilkan arus apabila generator dihubungkan dengan suatu beban sehingga membentuk suatu rangkaian tertutup. Apabila beban yang dihubungkan dengan generator bersifat induktif maka arus yang dihasilkan terlambat (lagging) terhadap tegangan, begitu juga apabila beban yang hubungkan bersifat kapasitif maka arus yang dihasilkan mendahului (leading) tegangan. Arus - arus pada stator dapat menghasilkan medan magnet stator. Medan magnet stator menghasilkan tegangan stator. Tegangan output dari generator adalah resultan tegangan induksi dan tegangan stator. Tegangan ini merupakan tegangan AC (Alternating Current), karena terdapat tiga kumparan jangkar pada stator yang dipasang melingkar dan membentuk sudut 120 o satu sama lain. Pemasangan tipe kumparan tersebut menghasilkan AC 3 fasa. 2.4 Gangguan Beban Lebih Terjadinya beban lebih suatu sistem tenaga listrik antara lain adalah akibat adanya pembangkit yang dapat menyuplai daya yang sangat besar keluar dari sistem sehingga mengakibatkan jumlah beban tidak

I-3 seimbang. Hal ini tidak boleh dibiarkan terjadi karena akan mempengaruhi kinerja generator. 2.4.1 Penanggulangan Untuk Gangguan Beban Lebih Suatu sistem tenaga listrik hendaknya memiliki daya yang dihasilkan oleh pembangkit minimal sama dengan beban yang ditanggungnya termasuk juga rugi-rugi daya yang mungkin terjadi pada sistem tersebut. Namun, demi keamanan dan keandalan sistem, sistem pembangkit lebih baik menyiapkan cadangan daya. 2.5. Hubungan Antara dan Daya Aktif Suatu generator bekerja menghasilkan suatu daya keluaran yang disalurkan ke beban. Pada umumnya daya yang dihasilkan generator besarnya sesuai dengan permintaan daya pada beban. Namun, kenyataannya daya yang dihasilkan generator lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan daya beban karena terdapat rugi-rugi daya di sepanjang saluran transmisi dan distribusi. 2.6 Pelepasan Beban Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya yang tersedia tidak dapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh (trip) atau beberapa unit pembangkit, maka indikasi pertama adalah turunnya tegangan dan frekuensi. Kadang jatuh tegangan dapat juga terjadi karena gangguan short circuit pada sistem. Kehilangan pembangkit secara tiba tiba dapat menyebabkan turunnya frekuensi maka untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed perlu dilakukan pelepasan beban. Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang terjadi di suatu sistem tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban keluar dari sistem sehingga menghasilkan sistem tenaga listrik. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya beban lebih pada sistem, sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem agar seperti sediakala diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu. Suatu sistem tenaga listrik yang bekerja secara normal memiliki daya permintaan beban dan rugi-rugi daya tranmisi. Adanya ketidaknormalan yang disebabkan oleh terjadinya beban lebih pada umumnya dipicu oleh beberapa hal, antara lain: a. Ada pembangkit yang lepas dari sistem yang mengakibatkan beban yang seharusnya disuplai oleh pembangkit tersebut menjadi tanggungan pembangkit lain. b. Adanya gangguan pada saluran tranmisi sehingga ada beberapa beban yang tidak dapat disuplai oleh salah satu pembangkit dalam sistem interkoneksi. Keadaan yang kritis dalam sistem karena jatuhnya unit pembangkit dapat dideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun dengan cepat. Pada sistem tenaga listrik yang mengalami gangguan karena lepasnya (trip) unit generator yang besar dapat mengurangi aliran daya aktif yang mengalir ke beban, sehingga menyebabkan generatorgenerator yang lain dipaksa bekerja. Jika hal ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada batang kopel generator karena dipaksa bekerja. Untuk itu diperlukan under frequency relay yang berfungsi untuk mendeteksi penurunan frekuensi sistem secara tiba-tiba akibat adanya unit pembangkit besar yang lepas dari sistem. Salah satu cara untuk menaikan frekuensi tersebut adalah dengan melepas beban. Makin besar unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang) makin cepat frekuensi menurun. Kecepatan penurunan frekuensi juga bergantung kepada besar kecilnya inersia sistem. Makin besar inersia sistem, makin kokoh sistemnya, makin lambat turunnya frekuensi. (Djiteng Marsudi: 2006). Perancangan skema pelepasan beban dapat dilakukan apabila memenuhi beberapa syarat. Syarat tersebut harus dipenuhi agar tidak menimbulkan permasalahan bagi sistem tenaga listrik setelah pelepasan beban. Syarat tersebut antara lain: a. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada pelepasan tahap pertama frekuensi belum juga pulih masih dapat dilakukan pelepasan beban tahap berikutnya untuk memperbaiki frekuensi. b. Jumlah beban yang dilepaskan hendaknya seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki frekuensi.

I-4 c. Beban yang dilepaskan harus memenuhi kriteria tertentu yang tidak merugikan perusahaan apabila dilepas. Beban yang memiliki prioritas paling rendah dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh sebab itu seluruh beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria kriteria tertentu. d. Pelepasan beban dilakukan tepat guna yaitu pada saat benar-benar terjadi penurunan frekuensi akibat beban lebih. Oleh karenanya harus ditentukan waktu tunda minimum relay untuk mendeteksi apakah penurunan frekuensi generator akibat beban lebih atau pengaruh lain seperti misalnya masuknya beban yang sangat besar ke dalam sistem secara tiba tiba. Pelepasan beban dapat mencegah: a. Penuaan yang semakin cepat dari komponen mekanik generator yang disebabkan oleh penurunan frekuensi. Penurunan frekuensi yang cukup parah menimbulkan getaran (vibrasi) yang berlebihan pada sudu turbin. Hal ini mampu memperpendek usia pakai peralatan. b. Pertimbangan pemanasan. Berkurangnya frekuensi menyebabkan berkurangnya kecepatan putaran motor pendingin generator, berakibat berkurangnya sirkulasi udara (ventilasi) yang dapat menyebabkan pemanasan pada generator. Terjadinya eksitasi lebih. Ketika terjadi penurunan frekuensi pada generator pada tegangan normal, arus eksitasi generator semakin meningkat hal ini memicu terjadinya eksitasi lebih. Eksitasi lebih ini ditandai dengan fluks berlebih yang dapat menyebabkan munculnya arus pusar. Arus pusar tersebut dapat menyebabkan pemanasan pada inti generator. Untuk mendapatkan nilai frekuensi kerja rele dan besar beban efektif yang harus dilepaskan pada setiap tahap pelepasan beban setelah membuat kombinasi generator lepas adalah menghitung laju penurunan frekuensi setiap kombinasi generator lepas. Untuk dapat menghitung besar laju penurunan frekuensi digunakan persamaan swing generator : = ( ) x f 0 (1) Dimana, = laju penurunan frekuensi, Ps=kelebihan beban, G = rata-rata MVA generator, H = rata-rata konstanta inersia generator, f 0 = frekuensi nominal. Nilai ratarata konstanta inersia dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: H total = (2) 2.6.1 Akibat Beban Lebih pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang dapat mengganggu kestabilan sistem, yaitu: a. Penurunan tegangan sistem b. Penurunan frekuensi 2.6.2. Perancangan Suatu Skema Pelepasan Beban Otomatis Untuk merancang suatu skema pelepasan beban otomatis, hal pertama yang harus diperhatikan adalah: 1. Model yang menggambarkan mesin pembangkit yang berbeda (model mesin sederhana). 2. Parameter beban yang harus dilepaskan dalam sistem. 3. Kriteria untuk setting relay frekuensi. Parameter yang digunakan suatu skema pelepasan beban. Aspek aspeknya adalah: 1. Beban maksimum yang harus diputus atau dilepas. 2. awal dari skema pelepasan beban (biasanya ± 93% dari frekuensi nominal) agar tidak terjadi kerusakan. 3. minimum yang diperbolehkan. Untuk mendapatkan nilai frekuensi saat pemutus tenaga benar-benar bekerja digunakan rumus sebagai berikut: f load shedding = [ f 0 ( x t trip) ] (3) Pelepasan beban akan dilakukan ketika frekuensi turun hingga batas yang ditentukan (49.2 Hz). Pelepasan beban diawali dengan waktu frekuensi sistem turun hingga 49.2 Hz

I-5 dari 50 Hz yang menandai adanya kehilangan pembangkitan. Dengan batas frekuensi minimum 47 Hz. Untuk menghitung waktu trip yang digunakan untuk menentukan perkiraan frekuensi akhir dimana saat pelepasan beban dilakukan setelah frekuensi tertinggi untuk trip terdeteksi yaitu dengan menggunakan rumus di bawah ini: T trip = T pick up + T relay + T CB (4) 2.6.3. Kriteria Untuk Setting Relay Penurunan frekuensi akibat beban lebih yang sangat besar diperlukan suatu pelepasan beban untuk memulihkan frekuensi. Besarnya laju penurunan frekuensi sangat berpengaruh terhadap beberapa hal, antara lain: a. Jenis pelepasan beban yang dilakukan. b. Waktu tunda relay. c. Jumlah beban yang dilepas. Untuk menentukan setting relay frekuensi hal yang harus diperhatikan adalah: waktu kerja (waktu operasi/trip). Waktu trip dipengaruhi oleh 3 waktu, yaitu: a. waktu pick-up b. waktu rele maka berikut ini adalah tabel setting relay frekuensi sistem khatulistiwa. Tabel 1.1 Setting UFR Sistem Khatulistiwa No Load Shedding Setting ( Hz ) Beban (MW) 1. UFR tahap-1 49.2 8 2. UFR tahap-2 49.1 8 3. UFR tahap-3 49.0 9 4. UFR tahap-4 48.9 9 5. UFR tahap-5 48.8 10 6. UFR tahap-6 48.7 10 7. UFR tahap-7 48.6 11 8. UFR df/dt 2 Hz/s 12 4. Data Pelepasan Beban Sistem Khatulistiwa Berikut ini merupakan data pelepasan beban UFR yang dilakukan sistem khatulistiwa dalam beberapa tahap. Tabel 2.2 Data pelepasan beban UFR Tahun 2014 c. waktu pemutus tenaga 2.7. Laju Pemulihan Besar beban yang dilepaskan dari suatu sistem untuk memulihkan frekuensi generator disesuaikan dengan tingkat frekuensi acuan yang telah diatur pada rele. Untuk mendapatkan besarnya nilai beban yang harus dilepaskan terdapat beberapa parameter yang harus ditentukan dengan mempertimbangkan keandalan sistem, yaitu: a. yang diharapkan setelah pelepasan beban b. Waktu pemulihan Laju pemulihan frekuensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus: fo = f + x t (5) 3. Setting UFR Sistem Khatulistiwa Untuk mengetahui pada frekuensi berapa setting pelepasan beban dimulai, No Tanggal / Jam 1 18-02- 15:44 2 27-04- 05:55 Beban trip (MW) Tahap trip (Hz) yang terjadi di lapangan 9 4 48.9 10 5 48.8

I-6 3 14-07- 16:18 5 48.8 5.99 10 50.39 6 48.7 5.98 10 50.29 7 48.6 6.57 11 50.34 4 24-08- 20:50 5 26-08- 18:04 4.1. Laju Pemulihan 9 4 48.9 9 4 48.9 Setelah dilakukan perhitungan laju penurunan frekuensi pada gangguan tahun 2014 dan tahun 2015, maka perlu dilakukan perhitungan untuk laju pemulihan frekuensi dalam beberapa tahap juga. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar tingkat laju pemulihan frekuensi yang terjadi di sistem khatulistiwa. Berikut ini merupakan data laju pemulihan frekuensi dan beban yang dilepaskan dalam beberapa tahap. Tahap ke Tabel 1.3. Laju pemulihan dan Beban Lepas Setting Laju Pemulihan (Hz) Beban yang Dilepaskan (MW) Setelah Pemulihan (Hz) 1 49.2 4.838 8 51.18 2 49.1 4.828 8 50.40 3 49.0 5.42 9 50.45 4 48.9 5.41 9 50.34 5. Analisa dan Pembahasan Dari data gangguan tahun 2014 dan tahun 2015, setelah dilakukan pengamatan di lapangan dan setelah dilakukan perhitungan, maka dapat dianalisa apakah skema pelepasan beban yang ada di sistem khatulistiwa dapat dikatakan berhasil. Dari data yang ada di lapangan dapat dianalisa bahwa skema pelepasan beban UFR yang diaplikasikan di sistem khatulistiwa telah memenuhi syarat keberhasilan dan telah memenuhi standard yang diberlakukan oleh PLN, karena setelah melalui perhitungan dari beberapa gangguan yang terjadi di sistem khatulistiwa antara data perhitungan dan data di lapangan setiap tahapan pelepasan bebannya dapat mengembalikan frekuensi sistem ke frekuensi nominal yaitu 50 Hz. Serta bisa mengurangi pemadaman secara total yang sering terjadi di sistem khatulistiwa sebelum Under Frequency Relay Load Shedding diaplikasikan di sistem khatulistiwa. 6. Simpulan Berdasarkan hasil studi pelepasan beban atau analisa yang telah dilakukan pada skema pelepasan beban sistem khatulistiwa maka dapat disimpulkan: 1. Skema pelepasan beban yang dilakukan oleh sistem khatulistiwa telah memenuhi standard yang diberlakukan oleh PT. PLN APDP, dan berhasil serta telah mengurangi gangguan agar tidak meluas, dilihat dari data di lapangan selama kurun waktu 5 tahun, telah terjadi penurunan pemadaman total (blackout total). 2. Ketika terjadi gangguan generator lepas yang mengakibatkan penurunan frekuensi karena sistem kekurangan suplai daya aktif, generator dengan nilai konstanta inersia lebih kecil dan bekerja dengan pengaturan governor droop mengalami ketidakstabilan

I-7 dengan menghasilkan peningkatan suplai daya aktif lebih besar daripada yang seharusnya disuplai untuk memenuhi kekurangan suplai daya aktif tersebut. Nilai konstanta inersia suatu generator mempengaruhi kerja generator dalam menghasilkan suplai daya aktif. [11] PT. PLN (Persero) APDP. 2015. Data Operasi Sistem Khatulistiwa. Pontianak Referensi [1] PT. PLN (Persero) APDP. 2014. Data Operasi Sistem Khatulistiwa. Pontianak [2]Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta: Graha Ilmu. [3]Nugraheni, Ari. 2009. Simulasi Pelepasan Beban Dengan Menggunakan Rele Pada Sistem Tenaga Listrik CNOOC SES Ltd. Jakarta: Universitas Indonesia. [4]Lokay, H.E., and V. Burtnyk. 1968. Application of Underfrequency Relays for Automatic Load Shedding. [5]M Gers, Juan., and J Holmes, Edward. 2004 Protection of Electricity Distribution Networks United kingdom: Herts, Six Hill Way Stevenage [6]Warren C. New. 1974. Load Shedding, Load Restoration and Generator Protection Using Solid-state and Electromechanical Underfrequency Relays Philadelphia, Pa : General Electric Company. [7]Power Systems Relaying Committee. 2007. IEEE Guide for the Application of Protective Relays Used for Abnormal Frequency Load Shedding and Restoration. New York : 3 Park Avenue. [8]Uman P, Dimas Fajar. 2011. Under Frequency Load Shedding Berbasis Fuzzy Logic Controller Menggunakan Metode Gradien Pada Sistem Jawa Bali 500 kv. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. [9]Chaerah G, Indar. 2009. Studi Laju Penurunan Pada Saat PLTG Sengkang Lepas Dari Sistem SULSELTRABAR. Sulawesi Selatan: Universitas Hasanuddin. [10]Kundur, Prabha.1993. Power System Stability and Control. British Columbia: Mc.Graw-Hill, Inc.