BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan secara positif serta mampu mengambil keputusan sesuai dengan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster.

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

Peers and Friends. Santi e. Purnamasari, M.Si. UMBY

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

1. PENDAHULUAN. Hal-hal yang sering dihadapi oleh para remaja pada umumnya adalah gejolak emosi dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan. sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan yang sering terjalin dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

PENGARUH FRIENDLY SMART MONOPOLY TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia akan selalu mengadakan kontak sosial yaitu selalu berhubungan dengan orang lain. Menjalin hubungan dengan orang lain sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Begitu pentingnya, sehingga apabila manusia tidak melakukan interaksi dengan orang lain dalam jangka waktu yang lama, akan menimbulkan depresi, kurang percaya diri dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan sehari-hari. Murray dan McClelland (Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2006:123) mengemukakan bahwa terdapat dua motif sosial yang mendorong seseorang untuk melakukan hubungan dengan orang lain, yaitu adanya kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation) atau keinginan untuk memberntuk dan mempertahankan beberapa hubungan interpersonal yang memberikan ganjaran (reward), dan adanya kebutuhan berhubungan intim (need for intimacy), yaitu kebutuhan untuk memiliki hubungan yang hangat, dekat dan komunikatif. Sementara itu, menurut DeVito (1997:226) beberapa alasan yang melatarbelakangi individu untuk menjalin suatu hubungan sosial adalah adanya keinginan untuk: (a) mengurangi kesepian dimana rasa kesepian akan muncul ketika kebutuhan interaksi tidak terpenuhi; (b) mengutarakan dorongan karena semua manusia membutuhkan dorongan semangat dan salah satu cara mendapatkannya adalah melalui interaksi 1

2 antar manusia; (c) memeproleh pengetahuan akan melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihatnya; (d) memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan rasa sakit dengan cara berbagi rasa dengan orang lain. Terdapat enam jenis hubungan antarpribadi atau interpersonal, yaitu hubungan perkenalan, hubungan pertemanan, hubungan keintiman, hubungan suami istri, hubungan orangtua dengan anak, dan hubungan persaudaraan (Liliweri, 1997:54). Penelitian ini akan berfokus pada relasi pertemanan sebagai salah satu bentuk hubungan interpersonal yang paling menonjol pada masa remaja. Masa remaja sering disebut sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan yang lebih luas, terutama di dalam kelompok teman sebaya (peer group). Kehidupan sebaya, terutama pertemanan sebaya merupakan ciri khas kehidupan remaja, dimana interaksi bersama teman sebaya merupakan hal yang paling menyenangkan. Keadaan ini merupakan embrio atau cikal bakal untuk memasuki kehidupan sosial yang sebenarnya di masa dewasa. Bagi kebanyakan remaja, disukai dan diterima oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Apabila remaja dapat diterima oleh teman dan bahkan menjadi idola maka ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Sebaliknya, penolakan dari teman dapat menimbulkan kesedihan, perasaan rendah diri, stress, dan frustrasi (Santrock, 2003: 219).

3 Hubungan pertemanan (friendships), memiliki peranan penting dalam perkembangan pribadi dan sosial remaja. Ormrod [2001, http://www.education.com] mengungkapkan bahwa hubungan pertemanan merupakan arena bagi remaja untuk belajar dan mempraktekkan berbagai macam keterampilan sosial, yang meliputi negosiasi (negotiation), persuasi (persuasion), kerja sama (cooperation), kompromi (compromise), kendali emosi (emotional control) dan resolusi konflik (conflict resolution). Penelitian yang dilakukan oleh Berndt dan Keefe pada tahun 1996, serta Wentzel pada tahun 2004 mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki pertemanan yang positif menunjukan perilaku prososial yang lebih baik, lebih populer, memiliki self esteem yang tinggi, memiliki masalah-masalah emosional yang lebih sedikit, dan memiliki sikap yang lebih baik terhadap sekolah [2008, http://www.education.com]. Sebaliknya, pertemanan yang negatif akan mengurangi keterlibatan remaja terhadap sekolah serta mengarah pada perilakuperilaku yang merusak (disruptive behavior). Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Newman pada tahun 2000, Connell dan Wellborn pada tahun 1991, Galanaki dan Kalantzi-Azizi pada tahun 1999 yang mengungkapkan bahwa hubungan pertemanan akan mempengaruhi motivasi akademik siswa. Siswa dengan rasa kesepian dan ketidakpuasan sosial cenderung memiliki prestasi akademik yang kurang [http://www.education.com]. Seiring dengan semakin meningkatnya tingkat keakraban dalam pertemanan maka remaja dituntut untuk mempelajari sejumlah kemampuan dalam hubungan

4 interpersonal. Buhrmester et al. (Santrock, 2003: 229; Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2006: 136) mengungkapkan kemampuan yang harus dimiliki oleh remaja dalam menjalin hubungan interpersonal, termasuk hubungan pertemanan, meliputi kemampuan untuk melakukan inisiatif, kemampuan untuk membuka diri dengan tepat, kemampuan untuk menyediakan dukungan emosi kepada teman, kemampuan untuk menyatakan ketidaksetujuan, serta kemampuan untuk mengelola konflik. Pada kenyataannya masih banyak remaja yang kurang memiliki kemampuan yang tepat untuk menjalin relasi pertemanan secara efektif. Ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi pertemanan dapat mengarah kepada dua kemungkinan, yaitu remaja masuk ke dalam pertemanan yang kurang kondusif, atau remaja tidak memasuki kehidupan pertemanan sama sekali (Surya, 2003). Kemungkinan yang pertama dapat terlihat dari adanya fenomena geng remaja yang mengarah pada tindakan-tindakan anarkis dan destruktif, seperti tindakan pengrusakan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh geng motor Brigez, XTC dan berbagai geng lainnya di Bandung, geng Nero di Pati, geng Brinka di Tasik, dan banyak lainnya [http://marsaja.wordpress.com]. Kemungkinan yang kedua dapat terlihat dari adanya remaja yang menarik diri dari lingkungan pertemanan yang kemudian berkembang menjadi masalah isolasi sosial (social isolation). Dalam setting sekolah, isolasi sosial dapat terlihat dari adanya fenomena siswa terisolir. Hasil penelitian Sunarya (1999) menunjukkan bahwa terdapat 67 orang remaja terisolir atau 22,79% dari keseluruhan 294 remaja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suherlan (2005) menyatakan bahwa 14,14% remaja terisolir,

5 yang berarti bahwa dari setiap seratus orang remaja, sebanyak 14 orang terisolir. Rohaeni (2006) mengungkapkan bahwa terdapat 5,49% remaja yang mendapat status terisolir. Hal ini sejalan dengan penelitian Supiadi (2007) yang menyatakan bahwa dari 278 orang remaja, terdapat 12,9% atau 36 orang remaja yang terisolir. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak SMA Sumatra 40 Bandung, diketahui bahwa di SMA Sumatra 40 Bandung terdapat permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan pertemanan siswa, seperti adanya siswa yang terisolir, dan adanya fenomena geng remaja. Pertemanan bukanlah sesuatu yang bersifat statis tetapi merupakan proses yang dinamis. Sebagai sebuah proses, maka pertemanan dapat dibentuk dan dikembangkan oleh siapa saja. Faktor yang amat menentukan adalah individu itu sendiri. Beberapa karakteristik pribadi yang tepat dalam menjalin relasi pertemanan adalah keaktifan dan inisiatif untuk bergaul, kebaikan hati, suka menolong, menghargai diri sendiri maupun orang lain, serta suka memberi dukungan sosial. Sebaliknya sifat agresif secara verbal maupun nonverbal, sikap curiga, memusuhi, dan anti sosial justru akan menjauhkan pertemanan. Dapat disimpulkan bahwa pertemanan pada masa remaja memiliki peranan penting terhadap perkembangan remaja itu sendiri, sehingga remaja dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjalin relasi pertemanan. Layanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen integral dari pelaksanaan pendidikan di sekolah dalam hal ini dapat mengupayakan tercapainya kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa melalui bimbingan pribadi-sosial. Bimbingan pribadisosial merupakan bidang bimbingan yang tepat dan dapat memfasilitasi

6 tercapainya perkembangan kemampuan menjalin relasi pertemanan dengan optimal.. Permasalahan di atas menunjukan pentingnya suatu upaya untuk membantu meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa sekolah menengah atas melalui program bimbingan. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kemampuan Menjalin Relasi Pertemanan Siswa Sekolah Menengah Atas B. Identifikasi Masalah Masa remaja adalah masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan dominan. Axler [http://www.fcps.edu] mengemukakan tiga hubungan sosial yang signifikan pada masa remaja, yaitu hubungan dengan orang tua (parent-adolescence relationships), hubungan pertemanan (friendships), dan hubungan dengan lawan jenis (romantic relationships). Dari ketiga hubungan sosial yang signifikan pada masa remaja, hubungan pertemanan (friendships) merupakan yang paling menonjol. Hal ini dikarenakan perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan teman sebaya dibanding orang tua. Dibandingkan pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman sehingga pada masa remaja peran teman sebaya sangat besar. Havighurst (Sobur, 2003: 139) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan

7 teman sebaya baik pria maupun wanita. Keberhasilan remaja dalam menjalin relasi pertemanan dipengaruhi oleh kemampuan remaja itu sendiri dalam menjalin hubungan antar pribadi yang efektif. Kemampuan remaja dalam menjalin relasi pertemanan merupakan bagian dari kompetensi interpersonal sebagaimana yang dikemukakan oleh Brett et al. [2006, http://www.accessmylibrary.com] bahwa terdapat tiga domain kompetensi interpersonal, yaitu: (a) social acceptance, (b) friendships competence, dan (c) romantic competence. Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester [2009, http://tuti.azzahrauniversity.ac.id] adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk memahami berbagai situasi sosial dimanapun berada serta bagaimana tersebut menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan harapan orang lain yang merupakan interaksi dari individu dengan individu lain. Kekurangmampuan dalam hal membina hubungan interpersonal berakibat terganggunya kehidupan sosial seseorang, seperti malu, menarik diri, berpisah atau putus hubungan dengan seseorang yang pada akhirnya menyebabkan kesepian. Kemampuan interpersonal berpengaruh terhadap banyak hal seperti popularitas anak dalam kelompok sebaya, kesuksesan menjalin hubungan antar jenis pada manusia dewasa dan kepuasan kehidupan perkawinan. Buhrmester et al. (Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2006: 136) mengemukakan lima aspek kompetensi interpersonal yaitu. 1. Inisiatif (initiative) yaitu usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Pengertian inisiatif diarahkan kepada penciptaan suatu hubungan antar pribadi yang baru

8 dengan seseorang yang belum atau baru dikenal, dan tindakan-tindakan yang dapat membantu mempertahankan hubungan yang telah dibina. 2. Menyangkal pernyataan negatif (negative assertion) merupakan kemampuan untuk mempertahankan diri dari tuduhan yang tidak benar atau tidak adil, mengatakan tidak terhadap permintaan-permintaan yang tidak masuk akal, dan meminta pertolongan atau bantuan saat diperlukan. 3. Pengungkapan diri (self disclosure) adalah pengungkapan bagian dalam diri antara lain berupa pengungkapan ide, pendapat, minat, pengalaman, dan perasaan kepada orang lain. 4. Dukungan emosional (emotional support) merupakan ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain. 5. Manajemen konflik (conflict management) merupakan suatu cara atau strategi untuk menyelesaikan adanya pertentangan dengan orang lain yang mungkin terjadi saat melakukan hubungan interpersonal. Kemampuan menjalin relasi pertemanan dalam penelitian ini mengacu pada kemampuan interpersonal yang dikemukakan oleh Buhrmester (Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2006: 136), yang terdiri atas aspek inisiatif (initiative), menyangkal pernyataan negatif (negative assertion), pengungkapan diri (self disclosure) dukungan emosional (emotional support), dan manajemen konflik (conflict management).

9 C. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bimbingan pribadi sosial yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa SMA? Rumusan masalah tersebut secara operasional dituangkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah gambaran umum kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung? 2. Bagaimanakah gambaran umum kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung berdasarkan aspek inisiatif (initiative), menyangkal pernyataan negatif (negative assertion), pengungkapan diri (self disclosure), dukungan emosional (emotional support), dan manajemen konflik (conflict management)? 3. Bagaimanakah perbedaan kemampuan menjalin relasi pertemanan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung? 4. Bagaimanakah perbedaan kemampuan menjalin relasi pertemanan antara siswa kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menyusun suatu bimbingan pribadi-sosial yang dapat meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan

10 siswa SMA. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun tujuan khusus penelitian sebagai berikut. 1. Memperoleh gambaran mengenai kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa SMA Sumatra 40 Bandung. 2. Memperoleh gambaran umum kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa SMA Sumatra 40 Bandung berdasarkan aspek-aspeknya, yaitu aspek inisiatif (initiative), menyangkal pernyataan negatif (negative assertion), pengungkapan diri (self disclosure), dukungan emosional (emotional support), dan manajemen konflik (conflict management). 3. Memperoleh gambaran mengenai perbedaan kemampuan menjalin relasi pertemanan antara siswa laki-laki dan dengan siswa perempuan kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung. 4. Memperoleh gambaran mengenai perbedaan kemampuan menjalin relasi pertemanan antara siswa kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi konselor, data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi upaya peningkatan kemampuan siswa dalam menjalin relasi pertemanan.

11 2. Bagi sekolah, tersusunnya bimbingan pribadi-sosial yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan. 3. Bagi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, temuan penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah keilmuan pada umumnya dan rancangan bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa. 4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya dan melengkapi hasil penelitian terdahulu berkenaan dengan bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa. F. Asumsi Dasar Penelitian yang dilakukan bertitik tolak dari beberapa asumsi berikut. 1. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. 2. Pertemanan merupakan salah satu tugas perkembangan remaja, serta aspek yang penting dalam perkembangan remaja. 3. Bimbingan pribadi-sosial adalah upaya memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan dirinya melalui pemahaman dan pengembangan seluruh potensi diri serta keterampilan-keterampilan sosial pribadi yang dimiliki, sehingga individu memperoleh keselarasan dalam menjalani hidup baik dalam dimensi sosial pribadi (intrapersonal) maupun antar sosial pribadi (interpersonal).

12 G. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2006: 130). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Sumatra 40 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Sugiyono, 2006:118). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel bertujuan karena peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.. Pertimbangan dalam menentukan sampel dan populasi penelitian di SMA Sumatra 40 Bandung diantaranya adalah : 1. Pemilihan siswa SMA yang berada pada rentang usia remaja yaitu 15 18 tahun berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia remaja, hubungan pertemanan dengan sebaya semakin meningkat dan menjadi ciri khas dari perkembangan remaja. Agar dapat menjalin relasi pertemanan dengan efektif, maka remaja diharapkan memiliki kemampuan menjalin relasi pertemanan. 2. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak sekolah, terdapat permasalahan siswa yang berhubungan dengan relasi pertemanan, seperti adanya geng remaja dan adanya siswa terisolir. 3. Belum adanya bimbingan pribadi-sosial di SMA Sumatra 40 Bandung yang didasarkan pada kemampuan menjalin relasi pertemanan siswa