BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk
|
|
- Inge Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk pada kategori remaja, tepatnya masa remaja awal. Konopka (Pikunas, 1976 dalam Yusuf, 2004 : 184) mengklasifikasi masa remaja menjadi tiga yang meliputi: a) remaja awal tahun, b) remaja madya tahun, c) remaja akhir tahun. Salah satu karakteristik remaja pada usia ini adalah mulai memasuki hubungan teman sebaya (peer group), dalam arti sudah mengembangkan interaksi sosial yang lebih luas dengan teman sebaya. Remaja sudah memiliki kesanggupan menyesuaikan diri melalui sikap yang kooperatif dan mau memperhatikan kepentingan orang lain. Minat remaja bertambah pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh teman sebaya dan keinginan untuk diterima menjadi anggota kelompok semakin meningkat. Remaja akan senang jika dapat diterima dalam kelompoknya. Hubungan dengan teman sebaya memiliki banyak fungsi, diantaranya dapat memfasilitasi proses belajar dan perkembangan remaja. Melalui hubungan teman sebaya, remaja memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial yang penting untuk kehidupannya, terutama keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan sosial dan untuk memecahkan konflik sosial, yang mencakup keterampilan berkomunikasi, berkompromi, dan berdiplomasi. Di samping mengajari remaja cara bertahan hidup di kalangan sesamanya, hubungan
2 2 teman sebaya memberikan kesempatan kepada remaja untuk dapat membandingkan dirinya dengan orang lain serta belajar untuk berkelompok. Combs dan Slaby (Budd, 1985 : 24) menemukan bahwa hubungan teman sebaya yang baik secara konsisten terkait langsung dengan dimensi keramahan, partisipasi, pengayoman (nurturance), kemurahan hati, dan responsif dalam interaksi teman sebaya. Di samping itu, remaja yang banyak melibatkan dirinya dengan teman sebayanya juga dapat memperoleh kesempatan untuk membangun rasa percaya diri sosial (social self-confidence). Remaja akan memupuk kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri untuk mencapai tujuan interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa kecewa dengan pasangsurutnya interaksi sosial dan akhirnya akan berimplikasi terhadap kemampuan penyesuaian sosial dan profesionalnya di kemudian hari. Interaksi sosial memberikan kesempatan kepada remaja untuk belajar dari reaksi teman sebayanya. Berbagai studi tentang penguatan (reinforcement) dari teman sebaya menunjukkan bahwa remaja cenderung berusaha untuk menghindari perilaku yang kurang disukai teman sebayanya agar terhindar dari agresi atau suatu keadaan yang tidak menguntungkan, sehingga hubungan remaja dengan teman sebayanya bersifat egaliter. Dengan kata lain, interaksi antara teman sebaya memperkenalkan kepada remaja perilaku saling memberi dan menerima, yang sangat penting untuk memupuk sosialisasi dan menekan agresi (Budd, 1985 : 30). Lebih lanjut, sejumlah kajian literatur (Ladd & Asher, 1985 ; Hartup, 1992), menunjukkan bahwa perolehan dan pemeliharaan berbagai bentuk perilaku sosial, disposisi kepribadian, dan sikap yang diperoleh pada masa kanak-kanak (misalnya
3 3 pola bahasa, isyarat altruistik, popularitas di kalangan teman sebaya, keyakinan moral) sebagian tergantung pada reaksi yang diperoleh remaja dari teman-teman sebayanya. Hartup (1992 : 11) mengidentifikasi empat fungsi hubungan teman sebaya dalam kehidupan remaja sebagai berikut : 1. hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress; 2. hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan; 3. hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; 4. hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Uraian di atas menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam kelompok sebayanya menjadi sangat penting dan berarti. Namun pada kenyataannya tidak sedikit remaja yang mengalami keterisoliran di sekolah/kelas. Secara kasat terisolir berarti merujuk kepada suatu keadaan dimana seseorang mengalami keterasingan, keterisolasian atau terpencil dari lingkungannya. Keterisoliran ini merupakan dampak dari proses sosialisasi yang dilakukan seseorang (siswa) terhadap orang lain di lingkungan tempat ia berada. Keterisoliran juga bisa dikatakan sebagai dampak dari salah satu perilaku salah suai (maladjusment)
4 4 dalam konteks hubungan sosial, sebagaimana diungkapkan S. Nasution dan Abin Syamsuddin (Sunarya, 1999 : 2-3) bahwa salah satu perilaku maladjusment di sekolah adalah isolasi diri. Steinberg (Suherlan 2005 : 24) mengemukakan bahwa many pshycologist believe that rejected and neglected youngsters lack social skill and social understanding necessary to be popular with peers. Jika pandangan tersebut dikaitkan dengan situasi sekolah/kelas, maka hal ini menjelaskan bahwa kondisi keterisoliran dapat mengakibatkan kurangnya keterampilan dan pemahaman sosial yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan teman sebaya. Hasil penelitian Sunarya (1999) menunjukkan bahwa terdapat 67 orang siswa terisolir atau 22,79 % dari keseluruhan 294 siswa. Penelitian Suherlan (2005) menyatakan ada 14,14 % siswa terisolir, artinya dari setiap seratus orang siswa, sebanyak 14 orang terisolir. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Rohaeni (2006) bahwa terdapat 5,49 % siswa yang mendapat status terisolir dan penelitian terbaru Supiadi (2007) yang menyatakan bahwa dari 278 orang siswa, ada sebanyak 12,9 % atau 36 orang siswa yang terisolir. Ini artinya hampir dapat dipastikan bahwa di setiap sekolah terdapat anak-anak terisolir yang secara teori mengalami gangguan dalam proses sosialisasi akibat status sebagai siswa terisolir. Sunarya (1999 : ) juga menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak muncul pada siswa terisolir adalah perasaan susah bergaul, tidak akrab dengan teman, ingin lebih populer, merasa tidak ada orang yang dapat dijadikan tempat mengeluh, dan sebagainya. Keadaan ini menunjukkan hal yang
5 5 sangat realistis, yaitu para siswa terisolir merasa kesulitan dalam melakukan relasi sosial dengan sesama temannya Dinkmeyer dan Caldwell (Supiadi, 2007 : 2) menyatakan bahwa siswa yang ditolak atau diabaikan oleh kelompoknya akan menjadi anak yang cemas dan menjadi individu yang tidak bahagia. Perasaan ditolak dan perasaan tidak berharga ini akan mempengaruhi kemampuan siswa untuk bersosialisai dan berinteraksi di sekolah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Schmidt (1999 : 38) mengungkapkan bahwa menjadi siswa yang memiliki prestasi akademis yang bagus, tetapi gagal dalam menjalani hubungan intra pribadi (intrapersonal) dan antar pribadi (interpersonal) seringkali membuat siswa memiliki rasa tidak puas dalam menjalani kehidupan sosial, mengisolasi diri, memiliki hubungan yang kacau, kekerasan dalam menjalani hubungan sosial, depresi dan tragisnya ialah bertekad untuk mengakhiri hidupnya. Pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam menjalani hubungan sosial menjadi sebuah keharusan untuk dimiliki oleh siswa di sekolah. Hal ini sangat penting, mengingat kecenderungan kehidupan sosial di masa depan akan berubah, semakin kompetitif dan kompleks. Dengan demikian, setiap siswa dituntut untuk memiliki keterampilan sosial yang dapat dijadikan sarana beradaptasi dengan masyarakat yang tidak hanya digunakan demi masa depan namun berlaku sepanjang hidupnya. Keterampilan sosial sendiri mengacu pada perilaku yang dipelajari dan dapat diterima oleh masyarakat yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara mendatangkan respon
6 6 positif dan membantu menghindari respon negatif dari orang lain (Cartledge & Milburn, 1992 : 7). Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi besar untuk membantu siswa mencapai tugas perkembangan. Sekolah tidak hanya mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mengembangkan aspekaspek lainnya, termasuk aspek sosial. Di sisi lain, siswa SMP yang mulai memasuki masa remaja dengan segala bentuk perubahan dan permasalahan terutama dalam bidang sosial yang harus dihadapi dalam proses menuju dewasa, membutuhkan lingkungan dan sarana yang tepat guna membimbing dan mengarahkan kemampuan (ability) serta kompetensi (competance) yang ada pada dirinya. Dengan demikian sekolah tidak hanya berperan sebagai transformer ilmu pengetahuan, tetapi sekolah juga berperan dalam mengembangkan potensi diri siswa untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Bab 1 pasal 1 UU RI No. 20 tahun 2003). SMP Pasundan 3 Bandung adalah salah satu sekolah swasta di Bandung yang memiliki misi untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas siswa dalam rangka pencapaian mutu dan efisiensi pendidikan yang seutuhnya. Oleh karena itu dalam peningkatan kualitas serta kuantitas siswa secara utuh, maka pendidikan di sekolah tidak hanya memfokuskan pada bidang akademik saja, melainkan difokuskan pula pada bidang sosialnya.
7 7 Fenomena yang didapat berdasarkan informasi dari guru pembimbing, hasil observasi di lapangan selama pelaksanaan PLP (program latihan profesi) dan penyebaran sosiometri, menunjukkan terdapat beberapa siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial di sekolah. Ketidakmampuan tersebut ditunjukkan oleh siswa melalui berbagai sikap negatif yang menyebabkan terjadinya penyimpanganpenyimpangan perilaku, yaitu pelanggaran tata tertib sekolah, sering menentang guru, tidak masuk sekolah tanpa alasan, terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan PR, mengisolir diri, sulit bekerja sama, mengganggu teman, saling bermusuhan, berkelahi, membolos, berbuat onar di kelas, hingga melakukan kekerasan terhadap teman sendiri. Sikap ini membuat mereka dijauhi dan tidak disukai oleh teman-temannya dan akhirnya membuat mereka menjadi terisolir di kelas/sekolah. Kondisi siswa yang cenderung terisolir tersebut membutuhkan bantuan berupa layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan konseling sebagai salah satu komponen integral dari pelaksanaan pendidikan di sekolah harus mampu memberikan layanan bantuan yang bersifat psikoedukatif, yang tidak diperoleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas. Melihat kebutuhan serta mengedepankan prinsip pengembangan potensi sosial siswa terutama siswa terisolir di SMP Pasundan 3 Bandung secara optimal, maka perlu perlu diupayakan pemberian bantuan melalui program bimbingan pribadi-sosial dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir sehingga tercapainya kematangan pribadi-sosial di sekolah.
8 8 Berdasarkan alasan di muka, maka fokus penelitian adalah masalah keterampilan sosial pada anak terisolir dan pengembangan program bimbingan pribadi sosial sebagai upaya dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir. Penelitian ini diberi judul Program Bimbingan Pribadi Sosial Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Terisolir (Studi Pengembangan Program Bimbingan Pribadi Sosial terhadap Siswa Terisolir di SMP Pasundan 3 Bandung). B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Keterampilan sosial (social skills) merupakan bagian penting dari kemampuan hidup individu. Tanpa memiliki keterampilan sosial individu tidak memiliki kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga hidupnya kurang harmonis (maladjusment). Keterampilan sosial dalam kategori ini lebih memfokuskan terhadap perilaku sosial yang dibutuhkan dalam pengembangan kepribadian dan pembangunan diri individu. Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang atau warga masyarakat dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan kemampuan memecahkan masalah, sehingga memperoleh adaptasi yang harmonis di masyarakat. Definisi di atas menunjukkan bahwa keterampilan sosial mempunyai manfaat bagi individu dan masyarakat. Manfaat keterampilan sosial antara lain dapat menguatkan perilaku yang proaktif di masyarakat, prososial dan hidup produktif, dapat memecahkan masalah dalam berinteraksi dengan orang lain,
9 9 hidup bertanggung jawab dan disiplin, memupuk perilaku berwawasan kemasyarakatan, kebangsaan dan global (Cartledge and Millbern, 1992: 12 dan Boulton, 2000 : 3). Karakteristik siswa SMP (tahap remaja awal) yang memasuki proses pencarian jati diri dan pemenuhan tugas perkembangan dalam mengembangkan interaksi sosial yang lebih luas dengan teman sebaya, memunculkan berbagai sifat-sifat negatif yang mengganggu proses pemenuhan tugas perkembangan. Menurut Yusuf (2004 : 26) salah satu sifat negatif yang dimaksudkan adalah negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat (negatif pasif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif). Sifat negatif tersebut jika oleh siswa diterapkan di sekolah/kelas maka akan menimbulkan gangguan dalam proses interaksi sosial, sehingga memunculkan keadaan ketika seseorang mengalami keterasingan, keterisolasian atau terpencil dari lingkungannya atau biasa disebut terisolir. Dalam hal ini keterampilan sosial menjadi bagian yang sangat penting bagi siswa untuk dimiliki karena dapat menunjang ketercapaian kematangan sosial, tanggung jawab sosial, dan identitas prososial siswa sesuai dengan tugas perkembangan yang tengah dijalani siswa terutama siswa terisolir. Menurut Cartledge dan Millbern (1992 : 15), keterampilan sosial mempunyai empat sub bagian, yaitu: (1) environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) yang terdiri atas peduli terhadap lingkungan, emergensi, dan gerakan cinta lingkungan; (2) interpersonal behavior (perilaku interpersonal) yang terdiri atas penerimaan pengaruh orang lain, berhadapan dan mengatasi
10 10 konflik, memperoleh perhatian, salam dengan orang lain, membantu orang lain, membuat percakapan, kerjasama, sikap positif terhadap orang lain, bergaul secara informal, dan menjaga milik orang lain; (3) self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri) yang terdiri atas kemampuan menerima konsekuensi, berperilaku etis, menyatakan perasaan, sikap positif, bertanggung jawab, dan peduli terhadap orang lain; dan (4) task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas) yang terdiri atas kemampuan mengerjakan suatu pekerjaan, menampilkan perilaku, partisipasi, mengikuti aturan, kewirausahaan, dan kualitas pekerjaan. Berdasarkan uraian teoretis tersebut, perumusan program pribadi sosial dalam lingkup pendidikan dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir akan ditinjau dari empat sub bagian dalam keterampilan sosial, yaitu: perilaku yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan, antar pribadi, pribadi (personal), dan tugas-tugas akademis. Rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah program bimbingan pribadi-sosial yang tepat dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir? Untuk merumuskan permasalahan yang didapatkan diatas maka perlu diungkap dan dianalisis mengenai karakteristik keterampilan sosial pada siswa, yang dijabarkan ke dalam pertanyaan berikut. 1. Bagaimana gambaran umum environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung?
11 11 2. Bagaimana gambaran umum interpersonal behavior (perilaku interpersonal) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung? 3. Bagaimana gambaran umum self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung? 4. Bagaimana gambaran umum task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk menyusun program bimbingan pribadi sosial yang efektif dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir Tujuan spesifik dari penelitian adalah untuk mengungkap dan menganalisis data empiris tentang aspek keterampilan sosial pada siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung dengan penjabaran sebagai berikut. 1. Memperoleh gambaran umum mengenai environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung. 2. Memperoleh gambaran umum mengenai interpersonal behavior (perilaku interpersonal) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung.
12 12 3. Memperoleh gambaran umum mengenai self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung. 4. Memperoleh gambaran umum mengenai task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas) siswa terisolir kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini bagi pemahaman dan aplikasi pelaksanaan layanan bimbingan pribadi-sosial adalah sebagai berikut : 1. bagi konselor, yaitu dapat memberikan masukan yang konstruktif dalam upaya pemberian bantuan kepada siswa, yang pelaksanaannya tidak hanya mencapai target kurikulum saja tetapi sesuai dengan kebutuhan dan harapan siswa terutama siswa terisolir; 2. bagi sekolah, yaitu dapat menguatkan dan memperkaya konsep tentang keterampilan sosial dalam konteks bimbingan, serta menguatkan konsep pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah; 3. bagi jurusan, yaitu dapat menjadi tambahan referensi konseptual tentang pengembangan program bimbingan konseling pribadi-sosial dalam meningkatkan keterampilan sosial pada siswa terisolir di sekolah.
13 13 E. Asumsi Penelitian Penelitian ini bertitik tolak dari asumsi sebagai berikut. 1. Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sendiri dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilan sosial terhadap lingkungan sekitarnya. 2. Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi makin penting ketika anak sudah menginjak masa remaja. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif, dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrem bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, sampai tindakan kekerasan. 3. Siswa terisolir adalah siswa yang berdasarkan sosiometri memperoleh skor paling rendah bahkan tidak mendapat pilihan dari teman-temannya. Mereka dikenal sebagai siswa yang terasing atau terpencil atau dikucilkan oleh teman sekelompoknya. 4. Bimbingan pribadi-sosial adalah suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan sosial klien, sehingga individu memantapkan kepribadian dan
14 14 mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. 5. Program bimbingan pribadi-sosial bertujuan membantu siswa memahami dirinya, mengarahkan dirinya, bertindak wajar sesuai dengan norma masyarakat, dan akhirnya mampu membuat keputusan-keputusan atau pilihan secara benar dan akhirnya mampu menjalankan tugas perkembangan hidupnya. F. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisisan data hasil penelitian secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. Metode yang digunakan adalah deskriptif, yang bertujuan untuk melukiskan keadaan pada saat penelitian dilakukan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. sosiometri sebagai alat untuk mengidentifikasi siswa terisolir; 2. angket tentang karakteristik dan kebutuhan siswa terisolir, yang didalamnya juga mencakup lingkungan serta proses belajar pada siswa terisolir; 3. pedoman penilaian dengan menggunakan skala Likert untuk menguji validasi program dari pakar terhadap program bimbingan pribadi sosial dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa terisolir.
15 15 Pengolahan data penelitian, digunakan statistik yaitu dengan memberikan bobot skor pada tiap item pernyataan instrumen penelitian, kemudian untuk menyajikan data digunakan teknik persentase, penafsiran dan pemaknaan terhadap data tersebut dilakukan dengan mendeskripsikan data disertai analisisnya. G. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2007/2008. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu pengambilan sampel bertujuan untuk mengkategorikan anak terisolir melalui sosiometri. Pertimbangan dalam menentukan sampel dan populasi penelitian di SMP Pasundan 3 Bandung diantaranya adalah : 1. pemilihan siswa kelas VIII berdasarkan asumsi bahwa siswa kelas VIII merupakan bagian dari masa awal remaja (pubertas) dengan berbagai macam peningkatan beban akademis dan sosial terutama hubungan dengan teman sebaya.; 2. pemilihan siswa kelas VIII juga berdasarkan asumsi bahwa siswa di kelas VIII adalah siswa yang sudah mengalami proses interaksi dengan teman sebayanya selama lebih dari satu tahun (ketika kelas VII) di sekolah, sehingga penyebaran sosiometri menjadi lebih efektif; 3. SMP Pasundan 3 Bandung belum mempunyai program bimbingan konseling yang mengkhususkan pada siswa terisolir;
16 16 4. sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh guru pembimbing dimana terdapat berbagai masalah/kasus yang timbul akibat terganggunya perkembangan sosial pada siswa terisolir SMP Pasundan 3 Bandung.
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik merupakan kebutuhan masyarakat. Kemampuan bersaing, beradaptasi serta penguasaan pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan individu. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam setiap aspek perkembangannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya membuat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya membuat individu menjalin sebuah hubungan sosial demi memenuhi kebutuhan hidup, baik secara moril
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan formal pertama dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan formal pertama dan mendasar bagi anak. Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha membantu individu dalam mengembangkan potensinya agar mencapai perwujudan diri. Perwujudan diri akan tampak dari
Lebih terperinciPeranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Oleh Didi Tarsidi
Peranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Oleh Didi Tarsidi Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan betapa besarnya dampak jenis pertemanan antarsebaya di kalangan anak-anak
Lebih terperincisaaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN
saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan secara positif serta mampu mengambil keputusan sesuai dengan keadaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah secara umum bertujuan untuk membantu siswa mengenal dan menerima dirinya, mengenal dan menerima lingkungan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan nasional. Keterlibatan remaja sebagai generasi penerus berperan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif.
45 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu penelitian yang memungkinkan dilakukannya observasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai ujung tombak perubahan memiliki peranan penting dalam mengoptimalkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik memiliki kompetensi dalam
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi besar untuk membantu siswa mencapai perkembangan psiko-sosialnya. Layanan pendidikan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisional. Pendidikan formal, informal dan non-formal merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam masyarakat modern dewasa ini telah menjadi wacana publik. Tidak demikian dengan masyarakat yang masih sederhana atau tradisional. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan setiap manusia. Apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi sedang berlangsung
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
Lebih terperinciBAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA. Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup
13 BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA A. Keterampilan Sosial 1. Pengertian Keterampilan Sosial Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup individu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa depan bangsa. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa, bermartabat tidaknya suatu bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai wahana yang digunakan untuk mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan bagi siswa yang bersifat progresif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri
Lebih terperinciASSALAMU ALAIKUM WR.WB.
ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang harus ditempuh oleh setiap warga negara. Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan bahwa setiap warga negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal pikiran dan berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Pertama berada pada masa remaja. Pada masa remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis motivasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutan lingkungan sebagaimana memenuhi kebutuhan sendiri. Keluarga sebagai lingkungan awal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini kita semua pasti pernah merasakan tekanan-tekanan batin akibat kesalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Didalam dunia pendidikan saat ini terjadi kesadaran akan pentingnya penerimaan atas diri. Salah satunya adalah menghargai diri sendiri. Dalam hidup ini kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan secara normatif sebagai suatu proses membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya (Kartadinata, 2011). Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late Childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir kanak-kanak ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengaruh terhadap minat, bakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah [Type text] Pendidikan adalah faktor utama dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau buruknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinci