BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya kaum muslimin untuk melandasi segenap aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya berlandasan Al-Qur an dan As-Sunnah. dilihat dengan berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Al-Qur an dan As-Sunnah, termasuk dari segi ekonominya. Upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Antonio, 2001). Khairunisa, 2001 ). (Karim, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. gerakan renaissance Islam Modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari

Bank Kon K v on e v n e sion s al dan Sy S ar y iah Arum H. Primandari

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan manusia untuk mengolah tujuan-tujuan hidupnya. Agama

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

EVALUASI PENERAPAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 59 (Survai Pada BMI dan BMT) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bank syariah di dunia, baru dimulai di Mesir pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Dimana bank adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

SYSTEM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha usaha berkategori terlarang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan adalah semua badan usaha yang berada dibidang keuangan. terutama dalam memberikan biaya investasi pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka dapat diartikan bahwa bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Islam tapi bahkan juga di negara-negara barat. Hal ini terbukti. Inggris (Ismal, 2012). Menurut Antonio (2001), bank syariah muncul

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

Prinsip prinsip Islam

BAB I PENDAHULUAN. tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang

PRODUK PERHIMPUNAN DANA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting didunia

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. bidang keuangan, salah satunya adalah bank. Dalam al-qur an, istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2008), h. 17

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bank syariah muncul pertama kali di Mesir pada tahun 1963, dengan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. MUI, yaitu dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI)

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah

I. PENDAHULUAN. 1997/1998, dimana pada masa itu, Bank Indonesia menetapkan capital adequacy

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

OPERASIONAL BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur an

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Khairunisa, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

TINJAUAN PUSTAKA Bank

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB III KOSPIN JASA SYARIAH CAPEM PEMALANG: SEJARAH, VISI MISI, DAN PRODUK-PRODUKNYA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Pada saat kuliah kerja praktek di PT. Bank BJB Kantor Pusat Bandung,

Porsi. Nasabah. Porsi. Bank. SUMBER DANA: Giro Wadiah Tab Wadiah Tab. Mudharabah Dep. Mudharabah Equity. Profit Distribution.

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat di negara maju dan berkembang sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang. berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB IV PEMBAHASAN. Implementasi Sistem Bagi Hasil dan Risiko Berdasarkan Prinsip. Mudharabah Di Bank Jabar Banten Syariah

Manajemen dana bank syariah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

AKAD MURABAHAH DAN APLIKASINYA

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai lembaga keuangan yang kegiatan nya tidak terlepas dari transaksi

Bank Syariah. A. Pengertian dan Sejarah Berdirinya Bank Syariah. 1. Pengertian Bank Syariah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Awal Perbankan Syariah Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam Modern : Neorevivalis dn Modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur an dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar Tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada Tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, Bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika. Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan Internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan 9

subsidiaries yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modalpun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang Kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan. 2.2 Sejarah Islamic Development Bank Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Ialam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam. Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk: a. Mengatur transaksi komersial antar negara Islam. b. Mengatur institusi pembangunan dan investasi.

c. Merumuskan masalah transfer, kliring, serta settlement antar bank sentral di negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya sistem ekonomi Islam yang terpadu. d. Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di negara Islam. e. Mendukung upaya-upaya bank sentral di negara Islam dalam hal pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja Islam. f. Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat. g. Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral negara Islam. Selain hal tersebut, diusulkan pulapembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-Negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries). Badan tersebut akan berfungsi sebagai: a. Mengatur investasi modal Islam. b. Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara Islam. c. Memilih lahan/sektor yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya. d. Memberikan saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di negara-negara Islam. Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusulkan pembentukan perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam (Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan syariah. Tugas badan ini diantaranya menyediakan bantuan teknis bagi negara-negara Islam yang ingin mendirikan bank syariah dan lembaga keuangan syariah. Bentuk bantuan teknis tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke negara tersebut,

penyebaran atau sosialisasi sistem perbankan Islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman antar negara Islam. 2.3 Kategori Lembaga Keuangan Syariah Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk International Holding Companies. Bank-bank yang masuk kategori pertama diantaranya: 1. Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan), 2. Kuwait Finance House, 3. Dubai Islamic Bank, 4. Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, 5. Bahrain Islamic Bank, 6. Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir). Adapun yang termasuk kategori yang kedua diantaranya: 1. Daar Al-Maal Al-Islami (Jenewa),

2. Islamic Investment Company of the Gulf, 3. Islamic Investment Company (Bahama), 4. Islamic Investment Company (Sudan), 5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama), 6. Islamic Investment House (Amman). 2.4 Perkembangan Bank-Bank Syariah di berbagai Negara 2.4.1 Perkembangan Bank Syariah di Pakistan dan Mesir Pakistan Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi : National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan), dan Mutual Funds of the Investment Corporation of Pakistan (kerja sama investasi). Pada 1979-80, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan. Pada tahun 1981, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang bank komersial nasional di seluruh Pakistan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.

Mesir Bank syariah pertama yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan Maret 1978 dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total aset sekitar 2 miliar dolar AS. Selain Faisal Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrumen keuangan Islam dan menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai bank investasi (investment bank), bank perdagangan (merchant bank), maupun bank komersial (commercial bank). 2.4.2 Perkembangan Bank Syariah di Siprus dan Kwait Siprus Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yamg memiliki 2 cabang di Siprus dan 1 cabang di Istambul. Dalam sepuluh bulan awal operasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar TL 450 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki). Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non-syariah. Kehadiaran bank Islam di Siprus telah menggerakkan masyarakat untuk menabung. Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan menggunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya seperti alqardhul hasan dan zakat. Kuwait Kuwait Finance House didirikan pada Tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selam dua tahun saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD149 juta menjadi KD474 juta. Pada akhir tahun 1985, total aset mencapai KD803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD17 juta (satu Dinar Kuwait ekuivalen dengan 4 hingga 5 dolar US). 2.4.3 Perkembangan Bank Syariah di Bahrain dan Uni Emirat Arab Bahrain Bahrian merupakan off-shore banking heaven terbesar di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain (anak perusahaan Citi Corp. N.A), Faysal Islamic Bank of Bahrain, dan Al-Barakah Bank. Uni Emirat Arab Dubai Islamic Bank merupakan salah satu pelopor perkembangan Bank Syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek

industry, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. 2.4.4 Perkembangan Bank Syariah di Iran dan Turki Iran Ide pengembangan perbankan syariah di Iran sesungguhnya bermula sesaat sejak Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan perkembangan dalam srti riil baru dimulai sejak Januari tahun 1984. Berdasarkan ketentuan/undang-undang yang disetujui pemerintah pada bulan Agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan sebenarnya telah terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 miliar rial yang diadministrasikan sesuai dengan sistem syariah. Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: (1) perbankan komersial, (2) lembaga pembiayaan khusus. Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Islam (1983), seluruh sistem perbankan di Iran otomatis berjalan sesuai syariah di bawah control penuh pemerintah.

Turki Sebagai negara yang berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-maal al-islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Menurut ketentuan Bank Sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember 1984 didirikan pula Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi pada bulan April 1985. Di samping dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan jika tidak ribuan lembaga wakaf (vaqfi organiyasyonu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan kepada masyarakat. 2.4.5 Perkembangan Bank Syariah di Malaysia Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30 persen modal merupakan milik pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar hampir di setiap negara bagian dan kota-kota Malaysia. Sejak beberapa tahun yang lalu, BIMB telah tercatat sebagai listed-public company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh Lembaga Urusan dan Tabung Haji. Pada Tahun 1999, di samping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru sajamelakukan merger dengan Bank of Commerce.

Di negeri jiran ini, di samping full pledge Islamic banking, pemerintah Malaysia memperkenankan juga sistem Islamic Window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional. 2.4.6 Perkembangan Bank Syariah di Indonesia 2.4.6.1 Latar Belakang Bank Syariah Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawan Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Di antaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada Tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

2.4.6.2 PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturrahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai bank dengan sistem bagi hasil ; tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangat jelas tercermin dari UU No. 7 Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan sisipan belaka. 2.4.6.3 Era Reformasi dan Perbankan Syariah Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan

diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan Pelatihan Perbankan Syariah bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPPP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter. 2.4.6.4 Bank Syariah Mandiri Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan Bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara structural, BSM berasal dari Bank Susila Bakti (BSB), sebagai salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri (exbdn), yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh. Dalam rangka melancarkan proses konversi menjadi bank syariah, BSM menjalin kerja sama dengan Tazkia Institute, terutama dalam bidang pelatihan dan pendampingan koversi. Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang memiliki aset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, BSM memiliki beberapa keunggulan

komparatif dibanding pendahulunya. Demikian juga perkembangan politik terakhir di Aceh menjadi blessing in disguise bagi BSM. Hal ini karena BSM akan menyerahkan seluruh cabang Bank Mandiri di Aceh kepada BSM untuk dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan menggelembungkan aset BSM dari posisi pada akhir Tahun 1999 sejumlah Rp 400.000.000.000,00 (empat ratus miliar rupiah) menjadi di atas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah cabang BSM, yaitu dari 8 menjadi lebih dari 20 buah. 2.4.6.5 Cabang Syariah dari Bank Konvensional Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pasca reformasi adalah diperkenankannya konversi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah. Beberapa bank yang sudah dan akan membuka cabang syariah diantaranya: 1. Bank IFI (membuka cabang syariah pada 28 Juni 1999) 2. Bank BNI Syariah 3. Bank BTN Syariah 4. Bank Niaga Syariah 5. Bank Danamon Syariah 6. Bank BRI Syariah 7. Bank Bukopin Syariah 8. Bank BII Syariah 9. Bank Syariah Mega Indonesia 10. Bank Permata Syariah

2.5 Persepsi Islam terhadap Konsep Bunga dan Riba Pengertian Bunga dan Riba Secara leksikal, bunga adalah terjemahan dari kata interest. Secara istilah interest is a charge a financial loan, usually a percentage of the amount loaned. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dalam persentase dari uang yang dipinjamkan. Pendapat lain menyatakan interest yaitu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkutan dengan yang dinamakan suku bunga modal. (Muhammad, 2002:54). Timbul permasalahan, apakah bunga sama dengan riba? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut perlu dikaji apa sebenarnya riba. Kata riba berarti bertumbuh, menambah atau berlebih. Al riba atau ar rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan dalam Al-Qur an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai usuary yang artinya the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest. Sementara para ulama Fiqih mendefenisikan riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya. Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo. Aktifitas semacam ini, berlaku luas di

kalangan masyarakat Yahudi sebelum datangnya Islam, sehingga masyarakat Arab pun sebelum dan pada masa awal Islam melakukan muamalah dengan cara tersebut. Oleh karena itu, apabila sedikit menarik pelajaran sejarah masyarakat barat, terlihat jelas bahwa interest dan usuary yang dikenal saat ini pada hakekatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umunya dalam persentase. Istilah usuary muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada masa itu sehingga penguasa harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. 2.5.1 Penghimpunan Dana Penghimpunan dana merupakan jasa utama yang ditawarkan dunia perbankan, baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Keduanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana. Jasa berupa penghimpunan dana dari masyarakat bisa dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Idealnya dana dari masyarakat ini merupakan suatu tulang punggung (basic) dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan (Muhammad Djumhana 1993:169). Kegiatan usaha bank yang utama adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penghimpunan dana dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu, sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana

penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud itu dipengaruhi antara lain oleh hal-hal berikut, (Sri Susilo,2000) Kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Gambaran sebuah bank secara umum di mata masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyaknya faktor yang mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat, seperti pelayanan, keadaan keuangan, beritaberita di mass media tentang bank tersebut. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada sebuah bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut untuk menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya. Perkiraan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh penyimpan dana relative terhadap pendapatan dari alternative investasi lain dengan tingkat resiko seimbang. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang diperkirakan oleh calon penyimpan dana ini, akan semakin mudah suatu bank dalam menarik dana dari calon penyimpan dananya. Resiko penyimpanan dana, apabila suatu bank dapat memberikan tingkat kepastian yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik lagi sesuai waktu yang telah dijanjikan, maka masyarakat semakin bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut. Pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan dan dihormati sehingga merasa senang untuk terus bertransaksi keuangan dengan bank tersebut.

Pelayan ini bisa berupa pelayanan dari pihak petugas bank, pemberian hadiah, atau pemberian fasilitas yang lain. Sumber-Sumber Penghimpunan Dana a. Dana Sendiri Meski untuk suatu usaha bank proporsi dana sendiri ini relative kecil dibandingkan dengan total dana yang dihimpun ataupun total aktivanya, namun dana sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dari bank sentral untuk mengukur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adquacy Ratio atau CAR Minimum sebesar 8% dan secara gardual ditingkatkan, sehingga mencapai 12%. Apabila CAR suatu bank terlalu rendah, maka kemapuan suatu bank tersebut untuk survive pada saat mengalami kerugian juga rendah. b. Dana dari Deposan Pada umumya dana dari masyarakat berupa Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit), dan Deposito Berjangka (Time Deposit) yang berasal dari nasabah perorangan atau badan. Giro (Demand Deposit) Pada umumnya, bank syariah menggunakan akad al-wadi ah pada rekening giro. Nasabah yang membuka rekening giro berarti melakukan akad wadiah titipan. Dalam fiqih muamalah, wadiah dibagi menjadi dua macam:

a. Wadiah yad al-amanah adalah akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan (dalam hal ini bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerusakan. Biasanya akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit box. Dalam hal ini, bank hanya bertanggung jawab atas kondisi barang (uang) yang dititipkan. b. Wadiah yad adh-dhamanah adalah titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang dititipkan. Bank syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah untuk rekening giro. Tabungan (Saving Deposit) Bank syariah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadi ah dan mudharabah. Tabungan yang menerapkan akad wadi ah mengikuti prinsip-prinsip wadi ah yad adh-dhamanah seperti yang dijelaskan di atas. Artinya, tabungan ini tidak mendapatkan keuntungan karena ia titipan dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM. Tabungan yang berdasarkan akad wadi ah ini tidak mendapatkan keuntungan dari bank karena sifatnya titipan. Akan tetapi, bank tidak dilarang jika ingin memberikan semacam bonus/hadiah. Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip akad mudharabah. Diantaranya sebagai berikut: Pertama, keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi anatar shahibul maal (dalam hal ini nasabah) dan muharib (dalam hai ini bank).

Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan waktu yang cukup. Simpanan Deposito (Time Deposit) Bank syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Seperti dalam tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibul maal dan bank selaku mudharib. Penerapan mudharabah terhadap deposito dikarenakan kesesuaian yang terdapat diantara keduanya. Misalnya, seperti yang dikemukakan di atas bahwa akad mudharabah mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari dan seterusnya. c. Dana Pinjaman Dana pinjaman adalah dana yang diperoleh bank dalam rangka menghimpun dana antara lain dapat berupa: Call Money Market Merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dari bank lain melalui Inter Bank Call Money Market. Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi rush. Pinjaman Antar Bank

Kebutuhan pendanaan kegiatan usaha suatu bank juga dapat diperoleh dari pinjaman jangka pendek dari bank lain. Berbeda dengan Call Money Market, karena pinjaman bukan untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank. Kredit Likuiditas Bank Indonesia Sesuai dengan namanya, Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia terutama pada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah kliring atau adanya rush penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah suatu bank. Kredit likuiditas ini terbagi atas: 1. Kredit Likuiditas Biasa 2. Kredit Likuiditas Kalah Kliring 3. Kredit Likuiditas Sektor Prioritas 4. Lender of Last Resort 5. Kredit Likuiditas Gadai Ulang 2.5.2 Aset (Aktiva) Semua benda yang berwujud atau tidak berwujud yang mempunyai nilai uang adalah aset. Untuk pembagian dalam aktiva secara biasanya dibagi dalam kelompokkelompok yang berbeda. Dua kelompok yang paling banyak terdapat adalah: Aktiva Lancar (Current Assets)

Uang kas dan aktiva lain yang diharapkan dapat ditukarkan dengan uang kas, dijual atau dipakai dalam jangka waktu satu tahun atau kurang, melalui kegiatan usaha yang normal dari aktiva lancer. Di samping kas, yang termasuk dalam kelompok aktiva ini, dan biasanya dimiliki oleh sebuah perusahaan jasa adalah wesel tagih, piutang usaha, perlengkapan dan bermacam-macam biaya yang dibayar dimuka. Uang kas adalah semua alat pertukaran dimana pihak bank akan menerimanya pada nilai nominal. Yang termasuk dalam kategori uang kas adalah: rekening giro di bank, uang kertas, cek, bank draft dan surat perintah membayar. Wesel tagih adalah klaim kepada debitur (yang berhutang) yang dibuktikan dengan surat perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu, atau membawa wesel tersebut. Piutang usaha adalah klaim kepada debitur yang bersifat agak kurang formal dibandingkan dengan wesel tagih, yang berasal dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Biaya dibayar di muka meliputi persediaan perlengkapan yang ada dan semua pembayaran-pembayaran di muka, misalnya asuransi dan pajak-pajak. Aktiva Tetap (Fixed Assets) Aktiva berwujud yang digunakan dalam perusahaan, yang sifatnya tetap atau permanen disebut dengan aktiva tetap, kecuali tanah. Aktiva tersebut secara terusmenerus akan susut atau kalau tidak akan berkurang manfaatnya bersama dengan berlalunya waktu. Keadaan yang demikian ini disebut menyusut. Jumlah biaya penyusutan untuk satu periode tidak dapat ditetapkan secara pasti, tidak seperti halnya dengan jenis-jenis biaya yang lain.

2.5.3 Pengertian Bagi Hasil dan Prinsip Bagi Hasil dalam Perbankan Islam Pengertian bagi hasil: Lahirnya Bank Islam yang beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil sebagai alternative pengganti bunga pada bank-bank konvensional yang merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank konvensional. Hal ini merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank seoptimal mungkin. Dengan demikian umat Islam akan berhubungan dengan perbankan dengan tenang tanpa keraguan yang didasari oleh motivasi keagamaan yang kuat di dalam memobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan ekonomi umat. Praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil dimungkinkan untuk dilakukan di Indonesia setelah diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan (pasal 6 huruf m). ketentuan pelaksanaan mengenai Bank dengan prinsip bagi hasil ini diatur dalam peraturan pemerintah No.7 Tahun 1992. Diperkenankannya bank melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil, diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga keuangan lainnya yang telah dahulu dikenal dalam sistem perbankan Indonesia. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan syariah Isalm delam melakukan kegiatan usaha bank. Prinsip bagi hasil dalam Perbankan Syariah: a. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang dipercaya kepada bank syariah.

b. Menetapkan imbalan yang akan diterima oleh nasabah sehubungan dengan penyelesaian dana pada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja. c. Menetapkan imbalan yang akan diterima oleh nasabah sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: 1. Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Landasan syariah bagi prinsip Al-Musyarakah: a. Al-Qur an Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Shaad:24) Ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat an-nisaa :12 perkongsian terjadi secara otomatis (jarb) karena waris, sedangkan dalam surat Shaad:24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari). b. Al-Hadist

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, :Aku ihak ketiga dari dua orang yang berserikat selam salah satunya tidak mengkhianati lainnya. (HR. Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-buyu dan Hakim). Hadist tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian selam saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan. c. Ijma Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-mughni, telah berkata, Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya. Aplikasi dalam Perbankan Pembiayaan Proyek Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank

melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema al-musyarakah Nasabah Parsial: Asset Value Bank Syariah Parsial PROYEK USAHA KEUNTUNGAN Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah) 2. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Landasan syariah bagi prinsip Al-Mudharabah: a. Al-Qur an Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT. (al-jumu ah:10)

Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu. (al- Baqarah:198) Surat al-jumu ah:10 dan al-baqarah:198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha. b. Al-Hadist Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani) c. Ijma Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang dikutib Abu Ubaid. Aplikasi dalam Perbankan Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya. b. Deposito special (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. Secara umum, aplikasi perbankan al-mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema al-mudharabah PERJANJIAN BAGI HASIL Nasabah (Mudharib) BANK (Shahibul PROYEK / USAHA PEMBAGIAN KEUNTUNGAN MODAL Pengembalian Modal Pokok 2.6 Jenis-Jenis Pembiayaan dalam Bank Syariah Menyediakan pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi:

Pembiayaan Produktif Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik produksi, perdagangan, maupun investasi. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. 2.6.1 Pembiayaan Modal Kerja Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat liquid, piutang dagang, dan persediaan barang yang umumnya terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas, pembiayaan piutang dan pembiayaan persediaan. Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut, dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk menandai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga. Bank syariah dapat memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan

nasabah, di mana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal). Sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing), (Antonio, 1999). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara priodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank. 1. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing) Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang ditimbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas cerukan (overdraft facilities) atau biasa yang disebut kredit rekening koran. Atas pemberian fasilitas ini bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut. Bank syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini nasabah harus membuka rekening giro, dan bank tidak memberikan bonus atau giro tersebut. Bila nasabah mengalami situasi mitmached, nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negative sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun, kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.

2. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing) Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya. 3. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing) Pada bank konvensional dapat kita jumpai adanya kredit modal kerja yang digunakan untuk mendanai pengadaan persediaan (Inventory Financing). Pola pembiayaan ini pada prinsipnya sama dengan kredit untuk mendanai komponen modal kerja lainnya, yaitu memberikan pinjaman dengan bunga. Bank syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual beli (Al Bai ) dalam dua tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari supplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama, antar bank dengan nasabah. 4. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan a. Perdagangan Umum Perdagangan Umum adalah Perdagangan yang dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual,

baik pedagang eceran(retailer) maupun pedagang besar (whole seller) pada umumnya perputaran modal kerja perdagangan semacam ini sangat tinggi, tetapi pedagang harus mempertahankan sejumlah persediaan yang cukup, karena barang-barang yang dijual itu sebatas persediaan yang ada atau telah dikuasai penjual. b. Perdagangan berdasarkan pesanan Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan atau di selesaikan di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan antar kota, perdagangan antar pulau, atau perdagangan antar negara. Pembeli terlebih dahulu memesan barang-barang yang di butuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang atau daftar serta harga yang ditawarkan, biasanya pembeli hanya akan membayar apabila barang-barang yang telah di pesan diterimanya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan resiko akibat ketidakmampuan penjual memenuhi pesanan, atau ketidaksesuain jumlah dan kualitas barang yang di kirimkan dengan spesifikasi yang di maksud dalm surat penawaran atau pemesanan. 2.6.2 Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi diberikan kepada seluruh nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah, (Antonio, 1999) 1. Untuk pengadaan barang-barang modal 2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah 3. Berjangka waktu menengah dan panjang

Pada umumnya pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan, sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan. 2.6.3 Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal maupun berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang secara kuantitatif dan kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang seperti makanan, minuman, pakaian, perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan dan sebagainya. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi lagi menjadi: a. Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan untuk memenuhi: (1) peningkatan produksi, baik secara konsumtif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil

produksi, dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 2.7 Konsep-Konsep Pembiayaan Bank Syariah Produk bank syariah yang berkaitan dengan penyaluran dana, dalam istilah bank syariah dikenal dengan pembiayaan (sama dengan kredit dalam istilah bank konvensional) menerapkan beberapa sistem. Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR Tgl 12 Mei 1999 Bab VI Pasal 28 tentang kegiatan usaha, disebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dengan kegiatan usahanya yang meliputi: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a. Giro berdasarkan prinsip wadiah Giro wadiah adalah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. b. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Tabungan mudharabah

merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip mudharabah, dimana bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana), dimana nasabah akan memperoleh nisbah yang telah disepakati. c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah merupakan deposito syariah dimana bank syariah sebagai mudharib (pengelola dana) dan nasabah sebagai shahibul maal (pemilik dana), bank syariah dapat melakukan bermacam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkan, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga. 2. Melakukan penyaluran dana melalui: a. Murabahah, yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, dimana pembayaran murabahah dilakukan dengan cara mencicil pembayaran dengan menyerahkan barang di muka. b. Istisna, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang telah disepakati antara pemesan dan penjual. Di mana barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya dibayar secara mencicil.

c. Ijarah, yaitu hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang tersebut.