BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang, mengupayakan pengembangan untuk mencapai tujuan guna persaingan dengan negara lain. Unsur dasar yang harus diperbaiki di negara ini adalah kualitas pemerintahan. Lingkup pemerintahan sangatlah luas, dari mulai pemerintahan yang ada di badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif hingga pegawai negeri sipil yang notabene bertugas memberikan pelayanan pada masyarakat. Pegawai negeri adalah pegawai yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan diberikan gaji berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan dalam sistem perekrutannya telah memenuhi syarat yang ditentukan (Wikipedia.org, 31 Oktober 2014). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 mengenai pokok-pokok kepegawaian dinyatakan bahwa pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Anggota Tentara Nasional Indonesia. Pegawai negeri sipil menjadi unsur yang tak luput dari perhatian dan sorotan media dan masyarakat mengingat kinerjanya adalah melayani masyarakat Indonesia. Upah dan gaji pegawai negeri sipil tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 7% (tujuh persen) dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan gaji pokok PNS tahun 2014 tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2014 mengenai Perubahan keenambelas atas Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (www.gajimu.com, 31 Oktober 2014). Gaji tersebut mulai dari Rp. 1.402.400., hingga Rp. 5.302.100., berdasarkan pengklasifikasian golongan. Gaji pokok yang diterima oleh PNS setiap bulannya bukanlah 1
2 satu-satunya sumber penghasilan dari PNS. PNS juga berhak atas tunjangan seperti tunjangan fungsional, tunjangan jabatan, bahkan tunjangan kinerja. Pegawai negeri sipil terdiri dari pegawai negeri sipil pusat dan pegawai negeri sipil daerah. Pada pasal 4 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintahan. Umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan dan ketaatan adalah suatu tekad dan kesanggupan dari seorang pegawai negeri untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, kemerosotan kinerja pada PNS di Indonesia semakin terekspos oleh media. Pemaparan di bidang pendidikan yang didapat dari Dikpora Provinsi DIY menyatakan bahwa terdapat kendala dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi pada sekolah regular di Kabupaten Sleman (www.pendidikandiy.go.id, 25 November 2014). Hal ini disebabkan karena fasilitas yang kurang mendukung, pandangan negatif masyarakat pada sekolah yang menerima siswa difabel, dan tenaga kerja yang belum memadai. Menyoroti mengenai tenaga kerja yang belum memadai, guru regular yang tersedia di sekolah untuk mendampingi anakanak berkebutuhan khusus perlu menerima pelatihan khusus guna pendampingan selama proses belajar mengajar. Sumber lain, dinas tenaga kerja dan sosial kabupaten sleman, menemukan adanya kecurangan pada empat perusahaan yang tidak memberikan tunjangan hari raya pada pegawainya (www.harianjogja.com, 25 November 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa pengawasan di bidang ketenagakerjaan di Yogyakarta kurang sigap dalam menindaklanjuti terjadinya ketidak-adilan pada pegawai. Peneliti melakukan wawancara pra-penelitian guna menguak masalah yang terjadi. Penuturan pegawai yang diwawancari saat pra-penelitian pada tanggal 18 Desember 2014 oleh
3 peneliti mengungkapkan bahwa pegawai tersebut memiliki seorang teman yang meninggal saat sedang tugas belajar. Salah satu rekan saya meninggal karena sakit fisik. Akhirnya dia stres terus merasa tertekan. Beban kerjanya dirasa teralu berat. Dia sering mengeluh. Masalah keluarganya juga banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa beban kerja pegawai negeri yang terlalu berat dan tidak diimbangi dengan intervensi untuk mengurangi stress kerja membuat pegawai tersebut merasa kesejahteraannya belum tercapai dan berimbas pada kinerja yang tidak maksimal. Kaligis (2013) mengemukakan banyak masalah yang terjadi pada PNS di Indonesia, seperti kinerja dan produktivitas yang cenderung masih rendah. Pegawai kurang diberdayakan dan kesejahteraan pegawai itu sendiri kurang diperhatikan. Kesejahteraan dalam diri yang belum tercapai mengindikasikan kualitas kehidupan kerja yang masih rendah (Riyono, 2012). Kasus yang telah dipaparkan di atas mengindikasikan bahwa kinerja pegawai belum maksimal terlibat secara penuh untuk mencapai tujuan instansi yang ingin dicapai, belum memenuhi pokok-pokok kepegawaian, serta belum mencapai kesejahteraan guna meningkatkan produktivitas. Penelitian yang dilakukan Husnawati (2006) menghasilkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas kehidupan kerja dengan kinerja karyawan. Kualitas kehidupan kerja merupakan masalah utama yang patut mendapat perhatian organisasi (Lewis dkk. dalam Husnawati, 2006). Hal ini merujuk pada pemikiran bahwa kualitas kehidupan kerja dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan para anggota atau karyawan untuk mencapai kinerja perusahaan yang maksimal. Kinerja pegawai yang cenderung tinggi adalah bentuk dari akibat kualitas kehidupan yang tinggi begitupun sebaliknya, kinerja pegawai yang cenderung rendah adalah bentuk dari akibat kualitas kehidupan kerja PNS yang dapat dikatakan rendah (Husnawati, 2006). Kasih (2012) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu bentuk filsafat yang
4 diterapkan manajemen yang secara umum mengelola organisasi dan secara khusus mengelola sumber daya yang ada (www.slideshare.net, 25 November 2014). Bernadine dan Rusell (dalam Idrus, 2006) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja merujuk pada tingkat kepuasan, keterlibatan, motivasi, dan komitmen pengalaman individual dengan penghargaan terhadap kehidupan kerja mereka. Inda (2013) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah tentang bagaimana terciptanya lingkungan kerja yang kondusif yang dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas (books.google.co.id, 25 November 2014). Kualitas kehidupan kerja yang baik penting untuk diterapkan pada sebuah perusahaan atau instansi (Riyono, 2012). Hal tersebut ditujukan guna menarik dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas dan menghasilkan kinerja yang baik. Sumber daya manusia yang berkualitas berperan penting dalam kemajuan suatu perusahaan atau instansi (Riyono, 2012). Mathis dan Jackson (2006) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi (humancapitaljournal.com, 25 November 2014). Sumber daya manusia yang ada pada suatu instansi haruslah dikelola dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan pegawai yang terampil, mengedepankan kepentingan instansi, memiliki loyalitas yang tinggi, dan terlibat secara penuh dalam upaya pencapaian tujuan dan keberlangsungan proses pada intstansi itu sendiri guna mendukung tercapainya tujuan instansi tersebut (Mathis & Jackson dalam humancapitaljournal.com, 2014). Melihat kenyataan bahwa kualitas kehidupan kerja PNS masih cenderung rendah yang terindikasi dari kinerja dan kesejahteraan yang buruk dan belum tercapainya tujuan instansi dengan maksimal, penelitian ini berfokus pada kualitas kehidupan kerja pegawai negeri sipil. Hal ini mengingat pegawai negeri sipil bertugas melayani masyarakat dengan berbagai sarana
5 dan jasanya serta penelitian terdahulu mengenai kualitas kehidupan kerja belum banyak dilakukan di sektor pemerintahan. Penelitian akan berfokus pada pegawai negeri sipil di Kabupaten Sleman sesuai dengan keterjangkauan peneliti dengan sampel yang akan diteliti. Peneliti tergerak untuk meninjau lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja seorang pegawai khususnya pada PNS. Peneliti bermaksud untuk meninjau beberapa faktor yang berasal dari dua aspek yang berhubungan dengan kualitas kehidupan kerja pada pegawai. Aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek psikologis yang berasal dari luar diri dan dalam diri. Faktor yang diteliti adalah dukungan sosial supervisor (atasan) dan kecerdasan emosi. Hasil wawancara awal peneliti pada tanggal 19 Desember 2014 dengan beberapa pegawai negeri sipil Kab. Sleman, peneliti mendapatkan informasi bahwa dukungan yang diberikan oleh atasan sangat mempengaruhi kenyamanan mereka dalam berada di lingkungan kerja. Perlakuan yang baik dari atasan dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai. Saya tuh seneng mbak kalau punya atasan yang supel dan ramah. Kerja juga jadinya ngga ada beban. Kalau banyak masalah ngga sungkan buat cerita ke atasan, jadinya saya juga ngerasa dingertiin. Atasan yang baik bikin semangat kerja pokoknya. Penelitian yang dilakukan Purba (2009) mendapatkan hasil bahwa dukungan sosial dapat berasal dari atasan di tempat kerja. Supervisor (atasan) memiliki peran yang cukup sulit. Supervisor adalah jembatan sekaligus penyeimbang antara pemimpin dan bawahan. Dukungan supervisor membantu karyawan untuk meningkatkan fungsinya dalam pekerjaan dan menemukan semangat dalam bekerja (Anderson dkk. dalam Sinha, 2012). Hackman dan Oldhams (dalam Sinha, 2012) menyoroti hal-hal yang dapat membangun kualitas kehidupan kerja dalam kaitannya dengan interaksi antara lingkungan kerja dengan kebutuhan pribadi mereka. Kebutuhan pribadi seseorang dikatakan memuaskan apabila mendapatkan imbalan
6 dari organisasi berupa kompensasi, promosi, pengakuan, dan pengembangan guna memenuhi harapan mereka. Karyawan dan supervisor (atasan) yang puas dengan gaji dan tunjangan mereka akan termotivasi untuk bekerja secara produktif. Penelitian yang dilakukan Sinha (2012) mengemukakan bahwa dukungan supervisor (atasan) termasuk faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja seseorang yang termasuk dalam kategori selfdeterministic and systemic orientation. Selain itu, hasil wawancara pra-penelitian yang dilakukan pada tanggal 20 Desember 2014 mendapatkan hasil bahwa sehubungan dengan tugas PNS yaitu melayani masyarakat, dibutuhkan pengelolaan emosi yang baik dalam menghadapi karakteristik masyarakat yang beragam untuk tetap dapat bersikap profesional. Begitu pula dengan hubungan interpersonal antar pegawai maupun pegawai dengan atasan, dibutuhkan pengelolaan emosi yang baik agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan baik. Hal tersebut dirasa sangat penting bagi mereka mengingat mereka bekerja secara bersama-sama setiap harinya. Ya mbak, harus sabar kalau berhadapan dengan orang yang sifatnya macemmacem. Kadang ya kesel juga, tapi harus tetap profesional. Kadang atasan juga nyemangatin biar tetep semangat dan sabar kalau lagi kerja. Ya intinya harus legowo Peneliti mengambil kedua aspek tersebut dengan alasan lain untuk mengembangkan penelitian sebelumnya. Telah banyak penelitian mengenai kedua aspek tersebut pada perusahaan profit dan kali ini peneliti akan mengembangkan penelitian pada sektor pemerintahan yaitu pegawai negeri sipil yang yang notabene adalah instansi pelayanan masyarakat. Guyton (dalam Chakraborty & Konar, 2009) mendefinisikan kecerdasan emosi adalah hal yang mengacu pada kompetensi untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi, memahami emosi, mengasimilasi dalam pikiran, dan mengatur emosi yang ada pada dalam
7 diri dan diri orang lain. Penelitian yang dilakukan Besharat (dalam Farahbakhsh, 2012) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi dapat mengurangi konflik interpersonal dan meningkatkan hubungan sosial melalui memperkuat kesehatan mental, meningkatkan simpati pada sesama, konsistensi sosial, perbaikan emosi, dan kepuasan akan hidup. Goleman, Boyatzis, dan Mckee (2006) mengatakan bahwa seorang karyawan dalam suatu organisasi harus memiliki kecerdasan emosi yang baik guna berhadapan dengan rekan kerja dan situasisituasi tertentu dengan sikap yang sadar, tenang, hormat, perhatian, dan empati. Penelitian yang dilakukan oleh Farahbakhsh (2012) menghasilkan kesimpulan bahwa kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas kehidupan kerjanya. Kecerdasan emosi pada penelitian yang dilakukan Farahbakhsh (2012) meliputi beberapa komponen yaitu kesadaran akan emosi yang dirasakan, manajemen diri dan kontrol diri, juga kesadaran sosial. B. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui hubungan antara dukungan sosial supervisor (atasan) dan kecerdasan emosi dengan kualitas kehidupan kerja secara bersama-sama. 2) Mengetahui sumbangan efektif dari dukungan sosial supervisor (atasan) dan kecerdasan emosi terhadap kualitas kehidupan kerja. C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara konseptual dan pengembangan teori khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai dinamika dukungan sosial supervisor (atasan) dan kecerdasan emosi dengan kualitas kehidupan kerja.
8 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi perusahaan untuk memberikan dukungan pada pegawai melalui peran supervisor (atasan) dan memberikan saran untuk diterapkannya kegiatan yang dapat membantu pengelolaan emosi pegawai dalam menyelesaikan beban kerja yang didapat, serta memberikan saran sebagai rancangan intervensi guna meningkatkan kualitas kehidupan kerja pegawai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau landasan bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti dan mengembangkan topik kecerdasan emosi dan dukungan sosial atasan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja.