BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur kebijaksanaan yang telah dibuat oleh pemerintah, alasan utamanya

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB I PENDAHULUAN. sumber utama penerimaan negara, sedangkan negara-negara miskin dan negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB I PENDAHULUAN. negara yang dapat bertahan dari dampak krisis tersebut. Hal ini membuat

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan, maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai sumber

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Penerapan..., Sulaeman, Fakultas Ekonomi 2015

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Salah satu sumber pemasukan yang paling vital yaitu perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan pembangunan dibutuhkan segala potensi yang. Sumber pendapatan keuangan Pemerintah dalam upaya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI KEPADA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

# masuk ke suatu daerah tertentu dan sebagai prasarana penghubung antar daerah, antar pulau, bahkan antar negara. Hal tersebut ditegaskan dalam UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. memenuhi kewajiban dalam bentuk fasilitas telah diberikan untuk mempermudah

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pajak. Penjualan. Barang Mewah. PPn. Rehabilitasi. NAD. NIAS Hibah. Pemberlakuan.

1 dari 4 11/07/ :43

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. baik perdagangan besar maupun perdagangan eceran. Sektor perdagangan

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya bersumber dari sektor perpajakan. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Bagi pelaku bisnis pajak

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan. sangat besar untuk pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Indonesia dalam menyelenggarakan

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. (BUMN) Multinasional Company pertama di Indonesia. PT Semen

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan tidak langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Realisasi pendapatan negara tahun 2014 mencapai Rp. 1.537,2 triliun dimana penerimaan perpajakan mencapai Rp. 1.143,3 atau sekitar 74% dan penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp. 390,7 triliun atau sekitar 25% (www.kemenkeu.go.id). Pemerintah berusaha menggalakkan penerimaan dari sektor perpajakan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yaitu pemerintah berusaha menggali potensi pajak dengan mengenakan objek-objek tertentu yang sebelumnya tidak dikenakan pajak, atau dengan mempertahankan objek pajak yang sudah ada, akan tetapi kegiatan pemungutan pajaknya lebih ditingkatkan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung yang terjadi atas konsumsi barang kena pajak dan atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean. Pajak ini dikelola oleh pemerintah pusat. Secara umum, PPN yang terutang atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual. Akan tetapi jika 1

2 yang bertindak sebagai pembeli BKP atau JKP berstatus sebagai Pemungut PPN maka pajak yang terutang atas transaksi penyerahan BKP atau JKP tersebut tidak dipungut oleh PKP penjual melainkan disetor langsung ke kas Negara oleh pemungut tersebut. Berdasarkan pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 yang berlaku sejak 1 juli 2012, menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Dengan adanya peraturan ini, maka BUMN mempunyai kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Ditunjuknya BUMN sebagai pemungut PPN ini didorong untuk mendapatkan ekstensifikasi pajak yang kini diduga tidak riil time (www. bumn.go.id). Sejak tahun 2004, pajak PPN dan/atau PPnBM BUMN dititipkan kepada rekanan atau pemasok (supplier) dengan kewajiban bagi rekanan atau supplier untuk melaporkan dan menyetor PPN dan/atau PPnBM ke direktorat pajak. Akan tetapi menurut isu yang beredar, pajak tersebut tidak diserahkan kepada negara namun dipakai sendiri oleh pemasok untuk menambah biaya operasional (www.bumn.go.id) Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 diharapkan dapat membuat likuiditas Negara menjadi lancar karena BUMN wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut paling lambat tanggal

3 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir atau sejak barang atau jasa diserahterimakan ke BUMN (Pasal 7 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012) yang semula memiliki jangka waktu paling lambat 3 bulan karena basis penyetoran pajak dahulu berdasarkan hitungan sejak ditagihkan bukan saat barang atau jasa diserahterimakan sehingga memberikan keuntungan besar bagi dirjen pajak karena ada jaminan dibayarkannya PPN oleh BUMN. Disatu sisi BUMN memiliki tantangan karena berdasarkan pasal 7 ayat 2 PMK-136/PMK.03/2012, BUMN wajib menyetorkan PPN yang telah dipungut dengan jarak penyetoran PPN menjadi lebih singkat yaitu 15 hari bulan berikutnya yang mana faktur pajak juga harus dilampirkan pada saat pelaporan (paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak). Tanggal jatuh tempo penyetoran ini tidak mengacu pada tanggal penerbitan Faktur Pajak oleh PKP rekanan, dengan demikian apabila BUMN terlambat melakukan penyetoran yang disebabkan karena keterlambatan PKP rekanan menerbitkan Faktur Pajak, maka konsekuensinya menurut UU KUP Nomor 28 tahun 2007, Negara berhak menjatuhkan sangsi sebesar 2 % per bulan paling lama 24 bulan dari dasar pengenaan pajak (pasal 14 ayat 4), denda 200% dan kurungan maksimal satu tahun (pasal 38) dan denda 400% kurungan paling lama 6 tahun (pasal 39). Sanksi ini ditujukan kepada BUMN sebagai pemungut PPN. Risiko yang mungkin timbul atas faktur pajak selain karena keterlambatan penerbitan yaitu PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan/atau direstitusi oleh BUMN jika faktur pajak tersebut dinyatakan tidak lengkap. Jumlah ini akan

4 menjadi biaya bagi BUMN yang bersangkutan dan berpotensi menambah tingginya biaya perekonomian di Indonesia. Jika melihat besarnya risiko yang harus ditanggung oleh masing-masing BUMN, maka seharusnya regulasi pajak diperbaiki karena aktivitas bisnis yang dilakukan oleh BUMN pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perolehan pajak yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (www.bumn.go.id). Berdasarkan fenomena yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa metode penilaian risiko yang diterapkan perusahaan hanyalah sebuah formalitas untuk memenuhi aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Frekuensi penilaian tidak dilakukan secara konsisten dan faktor-faktor dalam penilaian risiko juga tidak selalu dievaluasi sehingga hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai karena hasil penilaian risiko tidak sesuai dengan risiko yang sebenarnya. Risiko itu bukan sesuatu yang bisa dikelola sekali dalam setiap kuartal, bulan atau minggu. Risiko timbul dan harus dikelola sepanjang waktu. Oleh karena itu, pengelolaan risiko seharusnya terintegrasi dengan setiap proses pengambilan keputusan, penentuan dan implementasi strategi serta pengelolaan kinerja setiap elemen perusahaan. Perusahaan juga seharusnya dapat mengelola segala potensi risiko yang timbul akibat ketidakpastian (www.jurnalakuntansikeuangan.com). Penelitian sebelumnya tentang penilaian risiko dilakukan oleh Setyobudi (2006) dan Buana (2009) dalam Majid (2013) yang menyatakan bahwa hal ini penting untuk dilakukan karena dunia usaha selalu penuh dengan ketidakpastian.

5 Dengan dilakukannya penilaian risiko, perusahaan dapat mengetahui tingkat risiko yang terjadi dan dapat mengelolanya dengan baik sehingga terhindar dari kondisi yang tidak diinginkan. Salah satu risiko yang harus dikelola khususnya adalah risiko pajak sebagaimana hasil penelitian Suprajadi et al (2011) yang menyimpulkan bahwa perusahaan yang diteliti masih memiliki kelemahan sehingga dapat menimbulkan risiko pengenaan sanksi administrasi pajak meski kesemua risiko tersebut tidak signifikan. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Majid (2013) yang menyebutkan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko PPN di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk sudah memadai dan perusahaan ini dikategorikan sebagai PKP dengan tingkat risiko rendah berdasarkan analisis kuantitatif risiko profil umum. PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company). Pendapatan dari sektor Migas juga menduduki tingkat yang cukup besar dalam penerimaan dalam negeri yaitu mencapai Rp. 320,254 triliun di tahun 2014 (bisnis.liputan6.com). Sebagai perusahaan BUMN, PT Pertamina (Persero) tentunya juga akan dipengaruhi oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 yang menunjuk BUMN sebagai pemungut PPN dan/atau PPnBM. Dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengelolaan risiko pajak pertambahan nilai (PPN) di perusahaan BUMN. Peneliti melakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif mengenai bagaimana manajemen risiko pajak perusahaan pada proses pemungutan pajak

6 pertambahan nilai oleh wajib pungut PPN. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek atau tempat penelitian dan tahun penelitian. Oleh karena itu, penulis mengangkat sebuah skripsi dengan judul : Analisis Manajemen Risiko Pajak Perusahaan pada Proses Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di PT. PERTAMINA (Persero).

7 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pelaksanaan pengelolaan risiko PPN di PT. Pertamina Persero sudah terlaksana dengan baik sesuai prosedur dan aturan perpajakan yang berlaku? 2. Apa saja risiko yang mungkin timbul akibat penunjukkan kembali PT. Pertamina Persero sebagai pemungut PPN? 3. Seberapa besar risiko yang kemungkinan akan dihadapi oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai pemungut PPN? C. Tujuan Dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian : a. Untuk mengevaluasi pengelolaan risiko PPN yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero). b. Untuk mengidentifikasi risiko terkait pemungutan PPN yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). c. Untuk mengetahui besarnya risiko yang kemungkinan akan dihadapi oleh PT. Pertamina (Persero) selaku pemungut PPN.

8 2. Kontribusi Penelitian : a. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan dalam bidang perpajakan. b. Bagi PT. Pertamina (Persero) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melaksanakan pengelolaan risiko pajak yang lebih baik. c. Bagi penulis dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan pengelolaan risiko pajak. d. Bagi pihak lain dapat digunakan sebagai bahan referensi terhadap penelitian akuntansi yang berhubungan dengan manajemen pengelolaan risiko pajak.