BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB V PENUTUP. 1.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Analisis Efektivitas,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi nasional yang dicanangkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG TARGET KINERJA PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

PENGGOLONGAN PAJAK, JENIS PAJAK, TARIF PAJAK, DAN SANKSI DALAM PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP...,SUWARNI, F. HUKUM, UMP 2017.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang berguna untuk mendanai berbagai kegiatan di pemerintahan. Pajak bahkan memiliki peran penting dalam pembangunan sebuah negara. Penerimaan pajak berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah. Berdasarkan jenisnya, pajak terdiri dari pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pemungutan pajak daerah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang ini merupakan pengganti dari UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adanya pergantian Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah. Pergantian Undang-Undang Pajak Daerah bertujuan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi. Pemberian kewenangan ini sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, 1

meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah, serta memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Guna melaksanakan perintah Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, setiap pemerintah daerah diwajibkan untuk membuat Peraturan Daerah sebagai dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di daerah masing-masing. Kabupaten Banyumas selanjutnya menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah ini mengatur jenis pajak yang dipungut, besaran pungutan pajak, serta mekanisme pemungutannya. Jenis pajak daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tersebut adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, 2

Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Salah satu jenis pajak daerah yang pemungutannya sering dipermasalahkan karena penerimaannya sering tidak sesuai target adalah pajak restoran. Pajak restoran sebenarnya merupakan penerimaan pajak yang potensial saat ini, mengingat semakin banyaknya restoran yang berdiri. Sayangnya, hal itu tidak diikuti dengan tertibnya pemungutan pajak restoran yang dipungut Dinas Pendapatan Daerah ke setiap restoran. Kondisi yang demikian apabila dibiarkan tentunya akan mempengaruhi pemungutan pajak restoran setiap tahunnya menjadi tidak sesuai target. Di Kabupaten Banyumas, pemungutan pajak daerah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2014 No Jenis Pajak Target (Rp) Realisasi (Rp) Persen 1 Pajak Hotel 5.000.000.000,00 4.772.100.218,00 95,44 2 Pajak Restoran 4.000.000.000,00 2.251.463.454,00 56,29 3 Pajak Hiburan 1.500.000.000,00 1.542.861.120,00 102,86 4 Pajak Reklame 3.000.000.000,00 2.026.432.563,00 67,55 5 Pajak Penerangan 32.000.000.000,00 37.640.166.859,00 117,63 Jalan 6 Pajak Pengambilan 1.000.000.000,00 2.186.339.453,00 218,63 Mineral Bukan Logam dan Batuan 7 Pajak Parkir 500.000.000,00 308.167.668,00 61,63 8 Pajak Air Tanah 300.000.000,00 300.854.778,00 100,28 9 BPHTP 20.000.000.000,00 22.164.139.138,00 110,82 10 Pajak PBB Perdesaan 38.000.000.000,00 37.636.160.933,00 99,04 dan Perkotaan Jumlah 105.300.000.000,00 110.828.686.184,00 105,25 Sumber: Penerimaan Pajak Daerah DPPKAD Kabupaten Banyumas, 2015 3

Berdasarkan data pada tabel 1.1. di atas, terdapat beberapa jenis pajak yang mencapai target, yaitu pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan mineral bukan logam dan batuan, pajak air tanah, dan BPHTP. Jenis pajak daerah yang gagal mencapai target adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak parkir, dan pajak PBB perdesaan dan perkotaan. Untuk capaian terendah pajak daerah pada tahun 2014 di Kabupaten Banyumas adalah pajak restoran yang hanya mencapai 56,29% dengan jumlah wajib pajak restoran sebesar 403. Pada tahun 2015, penerimaan jenis pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak pengambilan mineral bukan logam dan batuan, serta pajak parkir di Kabupaten Banyumas gagal mencapai target. Untuk jenis pajak restoran, pemungutannya tetap tidak mampu mencapai target yang telah ditentukan meskipun target tetap seperti tahun sebelumnya dan jumlah wajib pajak restoran meningkat menjadi 418. Tabel 1.2. Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2015 No Jenis Pajak Target (Rp) Realisasi (Rp) Persen 1 Pajak Hotel 5.500.000.000,00 6.025.201.413,00 109,55 2 Pajak Restoran 4.000.000.000,00 3.562.399.541,00 89,06 3 Pajak Hiburan 1.700.000.000,00 1.637.881.567,00 96,35 4 Pajak Reklame 3.500.000.000,00 2.717.550.959,00 77,64 5 Pajak Penerangan 39.000.000.000,00 44.401.192.424,00 113,85 Jalan 6 Pajak Pengambilan 2.000.000.000,00 1.820.026.569,00 91,00 Mineral Bukan Logam dan Batuan 7 Pajak Parkir 600.000.000,00 532.861.655,00 88,81 8 Pajak Air Tanah 450.000,000,00 488.023.576,00 108,45 9 BPHTB 23.000.000.000,00 26.943.852.642,00 117,15 10 PBB Pedesaan Perkotaan 40.800.000.000,00 41.749.381.775,00 102,37 Jumlah 120.550.000.000,00 129.678.372.121,00 107,57 Sumber: Penerimaan Pajak Daerah DPPKAD Kabupaten Banyumas, 2016 4

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah bagian barat yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Pertumbuhan ekonomi ini salah satunya ditandai dengan semakin banyak jumlah restoran yang berdiri, khususnya di wilayah kota Purwokerto sebagai ibukota Kabupaten Banyumas. Keberadaan restoran yang sangat banyak merupakan obyek pajak potensial untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah yang bersumber dari pajak restoran. Namun sayangnya, fakta yang terjadi di lapangan justru berbanding terbalik dengan potensi yang telah diperkirakan sebelumnya. Pemungutan pajak restoran belum berjalan secara optimal sehingga mengakibatkan target pajak restoran setiap tahun tidak dapat tercapai. Pajak restoran dipungut dari konsumen yang mendapatkan pelayanan di restoran. Pemilik restoran sebagai wajib pajak menjadi perantara subyek pajak (konsumen) untuk memungut pajak yang kemudian disetorkan kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, sebenarnya wajib pajak restoran (pemilik restoran) tidak membayar pajak restoran dengan uang miliknya, tetapi pajak tersebut dibebankan kepada konsumen restoran (subyek pajak). Pada konteks ini, kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak restoran menjadi sangat penting. Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sangat ditentukan oleh banyak faktor. Bahkan menurut Kirchler (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dapat berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, serta antara individu yang satu dengan individu lainnya. Menurut Barbuta-Misu (2011), faktor tersebut antara lain persepsi wajib pajak tentang sistem perpajakan dan otoritas pendapatan, sikap kelompok/norma 5

subyektif, pemahaman wajib pajak tentang sistem pajak/peraturan perpajakan, motivasi, sanksi, biaya kepatuhan, etika/moralitas wajib pajak dan petugas pajak, sistem perpajakan yang adil, faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, dan tingkat pendapatan. Meskipun peraturan pajak restoran telah tercantum dalam Peraturan Daerah terkait, dalam kenyataannya tidak seluruh wajib pajak restoran yang sadar untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Kendala yang terjadi di lapangan adalah kurangnya pemahaman wajib pajak restoran terhadap kewajibannya membayar pajak restoran. Bahkan Eriksen dan Fallan (1996) menyatakan bahwa salah satu yang menjadi kendala terhadap kepatuhan pajak adalah adanya ketidaktahuan terhadap peraturan perpajakan. Kepatuhan pajak dapat dilakukan dengan dilandasi pengetahuan terhadap pajak itu sendiri. Peningkatan pengetahuan perpajakan setiap wajib pajak salah satunya dapat dilakukan dengan melalui sosialisasi peraturan perpajakan secara berkala. Demi meningkatkan kepatuhan wajib pajak restoran, Pemerintah Kabupaten Banyumas juga telah menerapkan sanksi administrasi sebagai bentuk konsekuensi atas tindak pelanggaran. Namun, penerapan sanksi administrasi tersebut masih belum efektif karena keterbatasan pengetahuan pajak yang dimiliki wajib pajak restoran serta persepsi yang berbeda-beda antar wajib pajak restoran dalam menilai sanksi pajak tersebut. Wajib pajak restoran akan patuh membayar pajak apabila memiliki persepsi yang baik terhadap sanksi pajak. Persepsi yang baik dalam hal ini adalah wajib pajak memahami bahwa fungsi sanksi pajak 6

adalah sebagai pemberi efek jera atas pelanggaran sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian terhadap wajib pajak restoran, mengingat peran wajib pajak restoran sebagai penyetor pajak yang telah dipungut dari konsumen. Penelitian ini akan menguji pengaruh pengetahuan perpajakan wajib pajak restoran dan persepsi wajib pajak restoran tentang sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak restoran di Kabupaten Banyumas. Kedua faktor ini dipandang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kepatuhan wajib pajak restoran di Kabupaten Banyumas. Judul yang diangkat untuk penelitian ini adalah Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Persepsi Wajib Pajak Restoran tentang Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Restoran di Kabupaten Banyumas. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa masalah yang ada dalam pemungutan pajak restoran di Kabupaten Banyumas adalah terkait kepatuhan wajib pajak restoran dalam menyetorkan pajak restoran yang telah dipungut dari konsumennya ke Pemerintah Daerah. Pajak restoran merupakan salah satu jenis pajak daerah yang seharusnya memiliki potensi penerimaan pajak yang tinggi seiring dengan selalu meningkatnya jumlah restoran setiap tahunnya. Pemerintah Daerah telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah termasuk di dalamnya penjelasan mengenai pajak restoran. Peraturan terkait pajak 7

daerah ini disusun dan diterbitkan dengan tujuan sebagai landasan serta pedoman bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. Peraturan yang diterbitkan nyatanya tidak otomatis membuat wajib pajak patuh untuk membayar pajak restoran. Banyaknya wajib pajak yang tidak menyetor pajak restoran ke Pemerintah Daerah ini yang mengakibatkan pajak restoran tidak terkumpul sesuai target yang ditetapkan. Wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak restoran ke Pemerintah Daerah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu wajib pajak yang memungut pajak restoran ke konsumen tetapi tidak menyetorkan hasil pungutan tersebut ke Pemerintah Daerah dan wajib pajak yang memang tidak memungut pajak restoran ke konsumennya. Dalam Peraturan Daerah telah disebutkan bahwa meskipun wajib pajak restoran tidak memungut pajak restoran ke konsumen, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh konsumen telah termasuk pajak restoran. Namun, kurangnya pengetahuan terhadap pajak restoran membuat adanya pemahaman yang salah terhadap pajak restoran ini. Jika pajak restoran yang berhasil dipungut tidak mencapai target yang telah ditentukan, maka pajak daerah tidak dapat terkumpul secara optimal. Pemungutan pajak daerah yang tidak optimal tentu saja akan membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurun. Demi mengoptimalkan pemungutan pajak restoran agar mencapai target yang ditentukan setiap tahunnya, maka perlu memperhatikan dari sudut pandang kedua belah pihak, yaitu pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pihak wajib pajak restoran sebagai penyetor pajak. Pemerintah Kabupaten Banyumas pun telah menerapkan peraturan dan juga sanksi atas pelanggaran perpajakan yang dilakukan wajib pajak restoran untuk 8

meningkatkan kepatuhan wajib pajak restoran dalam memenuhi kewajibannya. Pada penelitian ini akan difokuskan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan perpajakan dan persepsi wajib pajak restoran tentang sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak restoran dalam membayar pajak restoran. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran? b. Bagaimana pengaruh persepsi wajib pajak restoran tentang sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran? 1.4. Tujuan Penelitian a. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran. b. Menganalisis pengaruh persepsi wajib pajak restoran tentang sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran. 1.5. Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini mampu memberi masukan kepada Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam meningkatkan penerimaan pajak restoran. 9

b. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian akademik dalam bidang perpajakan, khususnya pajak daerah. 1.6. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini berisi landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini memuat dua hal pokok, yaitu metode yang berhubungan dengan data dan metode yang berhubungan dengan analisis. Isi dari bab ini antara lain mengenai variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis. BAB IV: DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis terhadap data yang telah diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini. Analisis yang dilakukan dalam bab ini mencakup analisis deskriptif, pengujian model, dan pengujian hipotesis. 10

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan yang merupakan penyajian singkat apa yang diperoleh dalam pembahasan. Dalam bab ini juga dimuat keterbatasan dan saran berdasarkan hasil penelitian. 11