PERTUMBUHAN STEK JERUK LEMON ( Citrus medica ) DENGAN PEMBERIAN URIN SAPI PADA BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN Oleh/by ENY DWI PUJAWATI Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Unlam INTISARI Jeruk lemon adalah jeruk nipis tanpa biji sehingga dalam perbanyakannya menggunakan cara vegetatif yaitu dengan cara setek. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan adalah ketersediaan hormon auksin. Diduga urin sapi yang mengandung unsur hara makro dan mengandung zat yang mempuyai efek seperti hormon auksin. Penelitian ini berlangsung di Green House Fakultas Kehutanan Unlam menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu konsentrasi (K) 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dan lama perendaman (L) 10, dan 20 menit. Jumlah keseluruhan perlakuan yang akan dilaksanakan berjumlah 10 kombinasi perlakuan dengan ulangan 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama perendaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter respon pertumbuhan setek jeruk lemon (Citrus medica ). Kata kunci : Citrus medica, urine Alamat korespondensi : HP. 081351819433 PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal jeruk nipis bahkan banyak diantaranya telah menanamnya di halaman sebagai tanaman apotik hidup. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat seperti untuk bumbu penyedap masakan, obatobatan, pencampur minuman, selai, dan dapat digunakan sebagai bahan untuk kosmetik karena kandungan asam sitratnya dapat memperbaiki jaringan kulit yang rusak dan merubahnya menjadi jaringan kulit yang baru (Sarwono, 2001). Jeruk nipis tanpa biji merupakan varietas baru hasil persilangan antara jeruk sitrun atau lemon (Citrus lemon) dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Bentuk buah tanaman ini adalah bundar agak lonjong, besar ukurannya, dan pada pangkal buahnya terdapat puting seperti jeruk lemon, tidak mempunyai biji sehingga jeruk nipis ini dikenal sebagai jeruk nipis tanpa biji (Rukmana,1996). Jeruk nipis tanpa biji ini umumnya digunakan orang sebagai penambah rasa dalam minuman teh (lemon tea), sebagai bahan pewangi karena mengandung minyak sitrun dan dapat digunakan sebagai obat asma juga digunakan untuk estetika sebagai penghias gelas minuman sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (Rukmana, 1996). Pembudidayaan tanaman jeruk nipis tanpa biji ini dapat dilakukan secara vegetatif dengan cara cangkok, menyambung, okulasi, dan setek (Wiryanta dan Rahardja, 2003). Tanaman jeruk Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 201
nipis tanpa biji merupakan tanaman berkayu sehingga bahan setek yang digunakan adalah setek batang. Syarat pemilihan bahan setek batang adalah dahan kecil yang berumur setahun serta cukup keras, panjangnya 20-30 cm. Pertumbuhan setek dikatakan baik apabila mampu membentuk akar selain itu setek tersebut mampu membentuk tunas baru (Wudianto, 1989). Kotoran sapi banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik, ada dua macam bentuk yaitu padat dan cair. Kotoran sapi padat (23,59 Kg) lebih banyak dibandingkan kotoran cair (9,07 L) namun dari segi kadar haranya urin sapi jauh lebih tinggi dibandingkan feses (Musnamar, 2005). Urin sapi selain dapat digunakan sebagai pupuk cair dapat juga digunakan sebagai pengganti ZPT. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriadji dan Harsono (1985) yaitu dengan menggunakan urin sapi untuk mendorong pertumbuhan akar dari setek kopi robusta, hal ini disebabkan karena di dalam urin diduga terdapat ZPT yang mempunyai efek seperti hormon auksin yang diperoleh dari hasil pakan yang dimakan oleh sapi. Oleh karena itulah maka penelitian ini ingin membuktikan keefektifan urin sapi sebagai sumber auksin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman dalam urin sapi dan kombinasinya terhadap pertumbuhan setek jeruk lemon (Citrus medica). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan di Green House Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru selama 4 bulan yaitu dari bulan Januari-Mei 2008. Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, pipet tetes, gelas beker, masker, sarung tangan, ayakan, gunting tanaman, gelas aqua, oven, hand sprayer, corong, jangka sorong, tali rafia, selang plastik, ember, neraca analitik, amplop kertas, dan peralatan tulis. Bahan yang digunakan adalah aquadest, urin sapi, pasir, air, stek cabang jeruk lemon, rumput gajah (Themeda gigantea). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu faktor konsentrasi (K) 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dan faktor lama perendaman (L) 10, dan 20 menit, sehingga 10 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak 15 sehingga diperlukan 150 bahan setek. Menurut Hanafiah (2000), model umum dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dari faktor k, taraf ke-j dari faktor i α i = Pengaruh taraf ke - i dari faktor k β = Pengaruh taraf ke - j dari faktor L j Y = µ + αi + β j + ( α ij + ijk ijk β) ( α β) ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor k dan taraf ke-j dari faktor L Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 202
ijk = Besarnya error percobaan pada taraf ke-i dari faktor k dan taraf ke-j dari faktor L serta ulangan ke-k Faktor-faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah konsentrasi (K) dan lama perendaman (L) dengan kombinasi KoL1 = Tanpa penambahan urin sapi (kontrol), lama perendaman 10 menit KoL2 = Tanpa penambahan urin sapi (kontrol), lama perendaman 20 menit K1L1 = Penambahan urin sapi konsentrasi 5%, lama perendaman 10 menit K1L2 = Penambahan urin sapi konsentrasi 5 %, lama perendaman 20 menit K2L1 = Penambahan urin sapi konsentrasi10%, lama perendaman 10 menit K2L2 = Penambahan urin sapi konsentrasi10%, lama perendaman 20 menit K3L1 = Penambahan urin sapi konsentrasi15%, lama perendaman 10 menit K3L2 = Penambahan urin sapi konsentrasi15%, lama perendaman 20 menit K4L1 = Penambahan urin sapi konsentrasi20 %, lama perendaman 10 menit K4L2 = Penambahan urin sapi konsentrasi20 %, lama perendaman 20 menit Data yang diperoleh dari pengukuran dilakukan uji kenormalan data dengan menggunakan Uji Kolmogorov- Smirnov dan untuk kehomogenan data dilakukan uji Bartlet. Selanjutnya uji keragaman dengan menggunakan uji F untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, bila ada pengaruh perlakuan maka dilanjutkan uji beda lanjutan sesuai koefisien keragamannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase hidup Hasil pengamatan rata-rata persentase hidup ditunjukkan pada Gambar 1 dan analisis sidik ragam ditunjukkan Tabel 1. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara konsentrasi dan lama perendaman dalam urin sapi, tidak memberikan pengaruh terhadap persentase hidup setek jeruk lemon demikian juga faktor tunggalnya konsentrasi atau lama perendaman. Pertumbuhan setek jeruk lemon lebih disebabkan oleh cadangan makanan yang ada di dalam bahan setek. Stek dikatakan hidup jika mampu mengeluarkan akar dan tunas, namun jika yang tumbuh hanya salah satunya maka tanaman tersebut tidak akan bertahan lagi karena dapat mengalami proses kematian dengan ciri-ciri fisik yaitu warna daun menguning atau batang mengering. Untuk dapat bertahan hidup maka setek memerlukan cadangan makanan dan hormon auksin endogen yang berasal dari bahan setek tersebut. Bahan setek sangat berpengaruh terhadap besarnya persentase hidup. Hal ini sesuai pendapat dari Harjadi dan Koesriningrum (1973) yang menyatakan bahwa semakin panjang bahan setek maka cadangan makanan seperti karbohidrat dan nitrogen akan semakin banyak sehingga dapat menghasilkan tunas dan akar yang lebih baik dengan taraf persentase hidup yang tinggi. Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 203
Persentase hidup (%) 120 100 80 60 40 20 93,33 73,33 100 93,33 93,33 86,67 86,67 80 80 73,33 0 K0L1 K0L2 K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 K3L1 K3L2 K4L1 K4L2 Perlakuan Gambar 1. Histogram rata-rata persentase hidup setek jeruk lemon (Citrus medica) Tabel 1. Analisis keragaman persentase hidup setek jeruk lemon Sumber Keragaman Kuadrat Tengah Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F-Hitung F-TABEL 5% 1% Konsentrasi 1386.667 4 346.667 2.60 (ns) 2.67 4.43 Lama Perendaman 13.333 1 13.333 0.10 (ns) 4.35 3.1 Konsentrasi*Lama Perendaman 853.333 4 213.333 1.60 (ns ) 2.67 4.43 Galat 2666.667 20 133.333 Total 4920 29 706.666 Keterangan * = signifikan at 5% level ns= Non signifikan 5% level Menurut Wudianto (1991) pada awal periode pertumbuhan, setek lebih banyak ditentukan oleh komponen cadangan makanan yang dikandungnya terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi perkembangan tunas dan akar setek tersebut. Sumber nitrogen didapatkan juga dari kandungan unsur hara di dalam urin sapi. Dimana hasil analisis urin yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan kadar N total (0,055 %) hal ini disebabkan karena faktor pakan yang dimakan oleh sapi yang diperlakuan yaitu sapi yang diberi pakan pada penelitian menggunakan rumput gajah (Themeda gigantea) sehingga ada kemungkinan kandungan N rendah sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap persentase hidup. Faktor-faktor yang melekat pada tanaman itu seperti zat-zat yang diangkut oleh tanaman itu dan diproduksi di kuncup seperti hormon auksin, karbohidrat, dan nitrogen. Karbohidrat dihasilkan dari proses fotosintesis yang dihasilkan di daun oleh karena itu penyisaan daun pada bahan setek bertujuan agar fotosintesis tetap dapat berlangsung sehingga bahan setek tetap dapat memperoleh energi (karbohidrat) untuk membantu dalam Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 204
pembentukan tunas dan akar. Selain menghasilkan karbohidrat, daun juga merupakan sumber auksin yang akan bergerak ke bawah dan menumpuk di bagian dasar setek yang selanjutnya menstimulir pembentukan akar. Proses pembentukan perakaran ini dapat terganggu jika transpirasi berjalan cepat karena tekanan osmotik pada sel akan menurun sehingga pembentukan akar akan terhambat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemangkasan sebagian dari daun dan memotong ½ dari helaian daun yang terdapat pada bahan setek yang bertujuan untuk mengurangi proses transpirasi sehingga akar dan tunas dapat tumbuh dan tidak layu (Harjadi dan Koesriningrum, 1973). Karbohidrat di dalam bahan setek berperan penting sebagai nutrisi dan sumber energi dalam perkembangan akar dan semua kegiatan hidup sel. Tingginya kandungan karbohidrat dalam jaringan tanaman akan meningkatkan tekanan osmotik dalam sel sehingga ada kecenderungan sel itu untuk mengembang dan mendorong pembelahan sel. Pembelahan sel berlangsung terus menerus dan berkembang menjadi primordia akar. Jumlah Tunas Hasil pengamatan rata-rata jumlah tunas setek jeruk lemon pada akhir penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara konsentrasi dan lama perendaman dalam urin sapi, dan juga faktor tunggalnya tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas. Hal ini disebabkan karena kandungan ZPT di dalam urin sapi yang dihasilkan sangat rendah, ini berkaitan dengan jumlah pakan yang diberikan dimana ZPT hanya terdapat pada sebagian pucukpucuk tanaman sementara pada rumput gajah dalam 40 Kg/hari pakan yang diberikan jumlah bagian pucuknya hanya 8Kg 8 ons. Ini berarti bahwa sumber auksinnya sedikit karena auksin dibentuk di bagian pucuk tanaman. Sebetulnya hampir semua mata tunas yang berada di atas media dapat tumbuh namur tidak mampu bertahan lama, hal ini terjadi karena pertumbuhan tunas tidak diimbangi oleh pertumbuhan akar sehingga banyak tunas yang akhirnya mati kerana kekurangan air. Banyak mata tunas mampu tumbuh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor cadangan makanan dan hormon yang ada di dalam stek, bukan karena pengaruh perakuan. Ini mengingat setek belum berakar sehingga penyerapan belum berlangsung dengan baik bahkan lebih banyak kehilangan air melalui transpirasi daun maupun jaringan muda tunas. Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 205
Rata-rata jumlah tunas 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 2.13 2.00 2.13 2.60 2.33 2.27 1.93 2.53 1.93 2.00 0.00 KoL1 KoL2 K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 K3L1 K3L2 K4L1 K4L2 Perlakuan Gambar 2. Histogram rata-rata jumlah tunas jeruk lemon (Citrus medica) Tabel 2. Analisis keragaman jumlah tunas setek jeruk lemon. Sumber Keragaman Kuadrat Derajat Jumlah F-Hitung F-TABEL Tengah Bebas Kuadrat 5% 1% Konsentrasi 0.66 4 0.17 0.67(ns) 2.67 4.43 Lama Perendaman 0.26 1 0.26 1.07(ns) 4.35 3.1 Konsentrasi*Lama Perendaman 0.65 4 0.16 0.66(ns) 2.67 4.43 Galat 4.91 20 0.25 Total 6.48 29 0.84 Keterangan * = signifikan at 5% level ns= Non signifikan 5% level Berat basah tunas dan akar Hasil pengamatan rata-rata berat basah tunas setek jeruk lemon ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara konsentrasi dan lama perendaman dalam urin sapi, tidak memberikan pengaruh terhadap berat basah tunas setek jeruk lemon demikian juga faktor tunggalnya konsentrasi maupun lama perendaman. Hasil pengamatan rata-rata berat basah akar setek jeruk lemon ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara konsentrasi dan lama perendaman dalam urin sapi, tidak memberikan pengaruh terhadap berat basah akar setek jeruk lemon (Citrus medica) demikian juga faktor tunggalnya konsentrasi atau lama perendaman. Tidak berpengaruhnya perlakuan terhadap berat basah tunas dan akar disebabkan karena kombinasi yang dibuat belum optimum sehingga tidak mempengaruhi berat basah tunas maupun akar. Kandungan endogen hormon auksin di dalam bahan setek yang kurang merupakan kendala bagi setek untuk memunculkan tunas. Tanpa penambahan hormon sebenarnya setek dapat memunculkan tunas namun waktu untuk pemunculan tunas relatif lebih lama dibandingkan jika diberi hormon auksin seperti terlihat pada Tabel 2. Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 206
Nilai Berat Basah Tunas ( Gram) 3 2.5 2 1.5 1 0.5 1,72 1,94 2,46 2,28 2,69 2,03 2,06 2,23 1,94 2,07 0 K0L1 K0L2 K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 K3L1 K3L2 K4L1 K4L2 Perlakuan Gambar 3. Histogram rata-rata berat basah tunas Tabel 3. Analisis keragaman berat basah tunas Sumber Keragaman Kuadrat Derajat Jumlah F-Hitung F-TABEL Tengah Bebas Kuadrat 5% 1% Konsentrasi 0.296 4 7.388x10-2 1.171 (ns) 2.67 4.43 Lama Perendaman 2.803x10-3 1 2.803x10-3 0.044 (ns) 4.35 3.1 Konsentrasi*Lama Perendaman 7.138x10-2 4 1.784x10-2 0.283 (ns) 2.67 4.43 Galat 1.261 20 6.307x10-2 Total 4.96x10-1 29 Keterangan * = signifikan at 5% level ns= Non signifikan 5% level Rata-rata berat basah akar 2.5 2 1.5 1 0.5 1,75 1,47 2,14 1,75 2,27 1,67 1,59 1,58 1,66 1,63 0 K0L1 K0L2 K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 K3L1 K3L2 K4L1 K4L2 Perlakuan Gambar 4. Histogram rata-rata berat basah akar Tabel 4. Analisis keragaman berat basah akar Sumber Keragaman Kuadrat Tengah Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F-Hitung F-TABEL 5% 1% Konsentrasi 0.129 4 3.225x10-2 0.597 (ns) 2.67 4.43 Lama Perendaman 5.880x10-3 1 5.880x10-3 0.109 (ns) 4.35 3.1 Konsentrasi*Lama Perendaman 3.879x10-2 4 9.697x10-3 0.179 (ns) 2.67 4.43 Galat 1.08 20 5.402x10-2 Total 2.817x10-1 29 Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 207
Pemberian urin sapi bertujuan untuk menambah nutrisi pada media tanam yang akan memacu pertumbuhan akar. Unsur N yang terdapat pada urin sapi dapat membantu dalam mensintesis protein yang berguna dalam perpanjangan sel pada perakaran sedangkan unsur P (fosfat) merupakan sumber energi dalam aktivitas jaringan tumbuhan yaitu pembentukan membran sel. Semakin cepat tunas tumbuh maka semakin cepat bahan setek mengalami proses fotosintesis dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi cadangan makanan selama masa pertumbuhan dan dapat mengurangi kematian pada bahan setek dengan syarat pertumbuhan tunas diikuti dengan pertumbuhan akar. Menurut Audus (1963) akar merupakan produsen utama dalam menghasilkan hormon sitokinin dimana hormon ini akan terangkut ke atas melalui jaringan kapiler dan akan merangsang munculnya tunas, semakin banyak akar yang muncul maka semakin banyak tunas yang dihasilkan. Pertumbuhan akar ditentukan oleh imbangan auksin atau sitokinin. Makin besar nilai rasio tersebut, pertumbuhan akar akan lebih terangsang (Skoog dan Miller (1988) dalam Dwiwarni, 1993). Kandungan auksin di dalam urin sapi tersebut dapat merangsang pertumbuhan akar sementara di dalam akar mengandung sitokinin yang akan terangkut ke atas untuk merangsang pertunasan. Namun jika kandungan auksin di dalam urin sapi rendah maka pembentukan perakaran setek pun juga rendah akibatnya pertumbuhan tunas kurang baik dan hal ini yang mempengaruhi berat basah tunas dan akar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Perlakuan konsentrasi urin dan lama perendaman maupun interaksinya tidak berpengaruh terhadap persentase tumbuh, jumlah tunas dan berat basah tunas dan akar setek jeruk lemon (Citrus lemon). Saran. Perlu adanya penelitian mengenai kandungan hormon auksin pada urin Sapi dengan berbagai jenis pakan sapi. DAFTAR PUSTAKA Dwiwarni,I. 1993. Pemanfaatan Urin Sapi Pada Setek Lada. Buletin Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. Hanafiah,K.A. 1997. Rancangan Percobaan: Teori Dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada;Jakarta. Musnamar, E. I. 2005. Pupuk Organik. Seri Agriwawasan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana,R. 2001. Jeruk Lemon. Penerbit Kanisius;Yogyakarta Sarwono, B. 1986. Jeruk Dan Kerabatnya. Penebar Swadaya; Jakarta Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 208
Supriadji,G dan Harsono. 1985. Air Kemih Sapi Sebagai Zat Perangsang Perakaran Stek Kopi. WARTA Vol 7 No 2 Maret 1985. Wiryanta,W dan P.C. Rahardja. 2003. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman. Agromedia Pustaka; Jakarta Wudianto,R. 1989. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya;Jakarta Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 209