TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

Jenis- jenis penggerek batang pada tanaman tebu Oleh Ayu Endah Anugrahini, SP

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera : Ichneumonidae) Famili Ichneumonidae merupakan salah satu famili serangga terbesar yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

Pengorok Daun Manggis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

HASIL DAN PEMBAHASAN

264. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

Hama Aggrek. Hama Anggrek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sisko Budianto, Maryani Cyccu Tobing, Hasanuddin

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINGKAT SERANGAN HAMA PBK PADA KAKAO DI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER Oleh : Amini Kanthi Rahayu, SP dan Endang Hidayanti, SP

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

Sari M. D. Panggabean, Maryani Cyccu Tobing*, Lahmuddin Lubis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur yang baru menetas mempunyai bentuk oval, datar, kilat dan berwarna putih dengan dikelilingi warna hitam sebelum menetas. Telur mempunyai ukuran dengan panjang 0,75-1,25 mm dan rata-rata 0,95 mm. periode inkubasi adalah antara 6 hari dengan rata-rata 5,13 hari (Yalawar dkk, 2010). Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Larva dapat mencapai panjang sekitar 2-4, 6-9, 10-15, 15-20, 20-30 mm selama instar 1 sampai 5. Larva berwarna jingga dan terdapat garis putus-putus hitam pada bagian dorsalnya dengan kepala berwarna coklat kehitaman. Pada instar 1 dan 2 larva hanya berada pada pelepah daun, namun setelah instar 3 larva mulai menggerek batang Lama stadia larva 37-54 hari (Capinera, 2009).

Gambar 2. Larva C. sacchariphagus Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerek dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk. Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah jadi cokelat cerah kemudian akhirnya cokelat tua. Pupa terletak di dekat lubang atau pintu keluar pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Way dkk, 2004). Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus Ngengat berwarna kekuningan atau kuning kecoklatan. dengan lebar sayap 18-28 mm pada ngengat jantan dan 27-39 mm pada ngengat betina. Sayap yang tersembunyi pada betina berwarna putih tetapi pada jantan lebih gelap. Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi saat dan berlanjut pada malam hari. Ngengat betina dapat mengasilkan telur sampai

empat hari. Umur ngengat jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari (Capinera, 2009). Gambar 4. Imago C. sacchariphagus 1.2 Gejala Serangan Penggerek batang tebu merupakan hama yang serius. Pada tanaman dewasa menyerang bagian ujung sampai mati, terkadang patah. Pada tanaman muda, daun yang belum membuka mati, dan kondisi ini disebut mati hati (dead heart). Jumlah sari gula yang diekstrak dari gula berkurang ketika penggerek ini muncul dan hasil sukrosa berkurang 10-20%. Terakhir, saat tebu diserang, lubang gerekan pada masing-masing benih menyebabkan benih mudah terinfeksi jamur (Capinera, 2009). Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus

1.3 Pengendalian Salah satu pengendalian penggerek batang bergaris adalah dengan menggunakan perangkap berupa feromon buatan. Hasil percobaan di Marromeu diperoleh bahwa pada sebuah botol tertangkap 14 ngengat C. sacchariphagus selama delapan malam. Jumlah total ngengat tertangkap adalah sebanyak 74 ekor dalam waktu lima malam. Penangkapan tertinggi dengan perangkap tunggal yaitu diperoleh Sembilan individu (Way dkk, 2004). Pengendalian penggerek batang bergaris juga dapat menggunakan parasitoid Xanthopimpla stemmator dari penangkapan 30 telur dengan waktu pencarian dua jam, diperoleh bahwa 29 diantaranya terparasit secara total. Sementara secara umum juga ditemui bahwa C. sacchariphagus memparasit larva. Banyak larva ditemukan mati karena terinfeksi oleh Bacillus thuringiensis. Sedangkan jamur entomopatogen Beauveria bassiana, ditemukan tiga larva yang mati karena terinfeksi. Dari 240 larva dan pupa yang ditemukan, 6,3% mati pada saat pengumpulan, dimana 5% terinfeksi oleh patogen dan 1,3% terparasit oleh serangga (Conlong dan Goebel, 2002). Pengendalian penggerek batang bergaris dengan parasitoid telur antara lain adalah dengan menggunakan parasitoid Trichogramma australicum. Tumidiclava sp. Telur yang terparasit adalah 64,8%, dengan nilai maksimum 99-100% selama bulan Juni, Juli, Agustus dan Desember. Parasitoid larva yang ditemukan adalah C. flavipes yang merupakan spesies predominan (Way dkk, 2004).

2. Chilo auricilius Dudgeon. (Lepidoptera: Crambidae) 2.1 Biologi Telur berbentuk oval, bagian dorsal rata, bergelombang dan pada saat telur baru diletakkan berwarna putih kekuningan, tersusun dalam 2-5 kelompok barisan parallel, telur kembali hitam setelah beberapa hari (Gambar 6), Gambar 6. Telur C. auricilius Lama stadia telur 5-6 hari. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor imago betina sekitar 285-412 butir dan diletakkan pada malam hari (Anderson dan Nguyen, 2012). Larva memiliki panjang badan larva yang baru menetas + 2 mm, sedang larva dewasa sekitar 11,5-21 mm. Kepala dan protoraks berwarna coklat kehitaman hingga hitam, sedang warna bagian badan yang lain putih kekuningan (Gambar 7). Gambar 7. Larva C. auricilius

Lama stadia larva 21-41 hari dengan melalui 5-9 kali pergantian kulit. Seekor larva mampu menggerek 1-3 ruas dan di dalam satu ruas biasanya dijumpai seekor larva, tetapi kadang-kadang dapat juga dari 1 ekor larva (Pramono, 2005) Stadia pupa terjadi di dalam lobang gerekan ruas tebu. Panjang pupa sekitar 10-15,8 mm. Pupa betina lebih panjang dan besar dari pada pupa jantan (Gambar 8) Gambar 8. Pupa C. auricilius Warna pupa semula kuning muda, selanjutnya makin lama makin coklat kehitaman. Pada bagian kepala terdapat 2 tonjolan semacam tanduk. Lama masa stadia pupa sekitar 5-7 hari (Pramono, 2005). Imago memiliki ciri khusus yang terletak pada sayapnya. Sayap depan berwarna kecoklatan dengan noda berwarna hitam ditengahnya. Di dalam noda hitam tersebut terdapat bintik-bintik berwarna mengkilat (Gambar 9).

Gambar 9. Imago C. auricilius Bangun sayap belakang agak menyudut lima dan berwarna abu-abu muda dengan rumbai-rumbai putih keabu-abuan. Lama stadia imago 4-5 hari (Anderson dan Nguyen, 2012). 2.2 Gejala Serangan Gejala pada daun berupa luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada daun ini dibatasi oleh warna cokelat. Pada daun muda juga terdapat lubang-lubang yang terjadi sewaktu ulat tersebut menggerek masuk ke dalam pupus daun yang masih menggulung. Pada tanaman yang masih sangat muda gerekan ulat dapat juga mengakibatkan terjadinya gejala mati puser (Gambar 10). Gambar 10. Gejala Serangan C. auricilius

Kerusakan yang ditimbulkan penggerek batang berkilat mengakibatkan penurunan bobot batang tebu serta kemunduran kualitas nira dan kuantitas nira.tanaman yang terserang berat akan mati atau batangnya mudah patah. Luka-luka bekas gerekan larva dapat menjadi tempat infeksi beberapa macam pathogen. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). 2.3 Pengendalian Umumnya pengendalian penggerek batang tebu berkilat (C. auricilius Dudgeon.) adalah : 1. Dengan penanaman varietas tebu yang tahan / toleran terhadap serangan penggerek biasanya memiliki ciri daunnya yang tegak, berbulu, pelepahdaun sulit di klentek, kulit batang keras. 2. Secara kultur teknis dengan sanitasi lingkungan ari berbagai gulma yang bisa merupakan inang alternatif (misal: Gelagah/tebu liar, gulma Rottboelia spp.) 3. Secara mekanis dengan pengacauan perkawinan imago saat musim penerbangan yang dilakukan pada awal musim hujan (mating distribution) menggunakan feromon seks. 4. Secara Biologis dengan menggunakan musuh alami (misal: Trichogramma spp.) 5. Secara Kimiawi dengan menggunakan berbagai insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan hidrokarbon berklor yang merupakan alternatif terakhir (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

3. C. flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) 3.1 Biologi Lama siklus hidup C. flavipes adalah sekitar 20 hari. Setelah 12-16 hari C. flavipes keluar dari inang dan membentuk pupa putih (Gambar 11), yang biasanya masih diselimuti bangkai inangnya. C. flavipes dewasa dapat bertahan hidup 1 sampai 3 hari tanpa makanan, tetapi C. flavipes dapat hidup sampai 6 hari bila diberi pakan madu (Muirhead dkk, 2010). Telur menetas dalam waktu 3-4 hari pada inang dan instar pertama larva parasitoid mulai makan di dalam tubuh inang. Larva parasitoid terdiri dari 3 instar dalam tubuh inang, periode larva rata-rata adalah 11 hari. Setelah menyelesaikan perkembangannya larva muncul dari tubuh inang dengan mengunyah integumen. Setelah muncul, larva instar terakhir segera membentuk kokon. Periode pra-pupa dan pupa menjadi 4-5 hari. Di alam, kokon ditemukan di dalam batang bekas gerekan larva inang. Perkembangan selesai dalam 16 hari pada suhu 30 0 C (periode larva 11,5 hari, pra-pupa dan pupa periode 4,5 hari) (Abraha, 2003). Gambar 11. (a) kokon C. flavipes. Cotesia flavipes adalah parasitoid hitam. Kaki dan antena pendek berwarna merah kecuali untuk bagian basal kaki belakang berwarna kecoklatan.

Antena pada jantan lebih panjang dibandingkan parasitoid betina (Gambar 13) Tegulae, stigma dan vena sayap coklat kemerahan. Segmen abdomen pertama melebar di belakang. Ovipositor pada parasitoid betina pendek. Parasitoid betina dapat meletakkan telur hingga 20 butir dalam tubuh inang. Imago parasitoid dapat hidup 5 sampai 7 hari (Pinheiro dkk, 2010). (a) (b) Gambar 12. (a) imago C. flavipes jantan, (b) imago C. flavipes betina Semakin banyak oviposisi, ukuran kelompok telur yang diletakkan pada inang akan semakin menurun. Setelah oviposisi larva inang yang kedua, kebanyakan betina telah meletakkan seluruh telurnya atau kurang lebih 85% dari keseluruhan jumlah telur. Walaupun semua betina telah meletakkan seluruh telur mereka pada inang yang ketiga, beberapa parasitoid masih mengoviposisi inang tetapi tidak meletakkan telur (Muirhead dkk, 2010). 3.2 Perilaku Cotesia flavipes adalah endoparasitoid gregarious koinobiont yang menyimpan telurnya di dalam hemocele larva inang dengan kemampuan untuk memanipulasi fisiologi inang dengan mengakomodasi perkembangan stadia telur sampai larva. Kompetisi sengit dalam system inang-parasitoid menunjukkan bahwa parasitoid mengalahkan sistem pertahanan inangnya. Kompetisi ini

bergantung pada laju perkembangan, jumlah telur, perkembangan stadia larva, oviposisi dan interval waktu antar oviposisi (Mesquito dkk, 2011). Pemilihan inang seekor imago parasitoid sangat berpengaruh terhadap kelangsungan keturunannya. Oleh karena itu, di samping faktor nutrisi, ketersediaan ruang yang sesuai juga merupakan hal yang penting. Parasitoid C. flavipes hanya memilih larva berukuran 1,5 cm yang dianggap sesuai bagi keberhasilan hidup keturunannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa C. sacchariphagus yang terparasit C. flavipes hanya larva dengan ukuran besar (instar 5, panjang> 1,5 cm). Larva dengan ukuran kecil maupun sedang tidak berhasil diparasit oleh C. flavipes (Purnomo, 2006). Tingkah laku kawin dari imago dan nisbah kelamin perlu diteliti dalam serangga entomofagus. Banyak serangga entomofagus telah hilang karena gagal dalam perkawinan atau memiliki nisbah kelamin yang tidak sesuai dengan kondisi tempat perbanyakan serangga. Bila telur dihasilkan dalam jumlah yang besar maka rasio kelaminnya tinggi, dimana akan lebih banyak betina daripada jantan (teliotoki) (Sembel, 2010). Jenis kelamin parasitoid sangat ditentukan oleh ada tidaknya pembuahan telur oleh sperma sebelum imago betina meletakkan telurnya pada inang. Parasitoid hymenoptera yang meletakkan telurnya sebelum kawin akan menghasilkan telur-telur jantan. Nisbah kelamin dipengaruhi oleh suhu. Ketahanan parasitoid jantan dan betina berbeda terhadap suhu dingin. Larva, prapupa, pupa dan imago betina diduga mempunyai ketahanan lebih rendah dibanding dengan jantan sehingga kemunculannya dari telur inang terhambat. Hal

ini terlihat dari nisbah kelamin betina jantan dan persentase betina yang rendah setelah mendapat perlakuan suhu 9 o C (Murtiyarini dkk, 2006). Parasitoid betina dalam meletakkan telur pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan tubuh inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat dari luar tubuh inang (ektoparasit) dan sebagian besar dari dalam tubuh inang (endoparasitoid) (Soviani, 2012). Efek parasitisasi C. flavipes pada pada inang menimbulkan dua reaksi seluler yaitu enkapsulasi dan pembentukan nodul hemocyte. Enkapsulasi adalah reaksi selular yang utama inang melawan endoparasitoid. Sebagai gambaran, pada serangga inang nonpermisif hemocyte membentuk dan menyebar kemudian berkembang membentuk lapisan pelindung (Mahmoud dkk, 2011).