BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan Ibu dan Anak merupakan masalah yang perlu mendapatkan prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia generasi mendatang. Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 248/100.000 KH tahun 2007. Angka ini masih cukup jauh dari sasaran RPJMN 2004-2009 yaitu 226/100.000 KH. Sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu sebesar 20/1000 KH. Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) tersebut menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun kualitas pelayanannya (Depkes RI, 2008). Khususnya di Kabupaten Situbondo Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi juga masih cukup tinggi. Dari hasil laporan PWS KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2007 diketahui bahwa jumlah Kelahiran Hidup (KH) adalah 8.506 sedangkan jumlah kematian ibu adalah 21 orang dan jumlah kematian bayi adalah 221, sehingga angka kematian ibu di Kabupaten Situbondo pada tahun 2008 adalah sebesar 246/100.000 KH sedangkan angka kematian bayi sebesar 25/1000 KH. Departemen Kesehatan sebagai sektor yang bertanggungjawab secara langsung dalam percepatan penurunan AKI telah berupaya secara maksimal dengan beberapa upaya yaitu : menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi semua keluarga miskin; menempatkan tenaga bidan untuk bekerja di desa dan pengembangan Desa Siaga, sehingga pada tahun 2008, semua desa telah mempunyai Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dengan tenaga bidan (70.000). Secara nasional pemerintah mentargetkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan hingga tahun 2010 sebesar 90% (Depkes RI, 2008). Namun demikian sampai saat ini angka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan masih jauh dari harapan. Hasil penelitian yang dilakukan Woman Research Institute (WRI) selama 2007 di tujuh kabupaten di Indonesia menunjukkan, hingga kini sebagian perempuan dari keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun beranak untuk membantu proses persalinan. Penelitian tersebut 1
dilakukan di beberapa kabupaten antara lain Lampung Utara (Lampung), Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur). Pengalaman hasil penelitian dari beberapa negara juga memperlihatkan hal yang sama. Seperti penelitian yang dilakukan di 22 negara di Afrika, diperoleh kesimpulan bahwa melahirkan di rumah tetap menjadi pilihan terkuat dan menjadi alasan mayoritas perempuan di negara berkembang. Diperkirakan 60% kelahiran terjadi tanpa menggunakan fasilitas kesehatan dan hanya dibantu oleh dukun beranak dan anggota keluarganya (Gijs Walraven dan Andrew Weeks, 1999). Selanjutnya penelitian di Pakistan pada tahun 1998 memperlihatkan bahwa dari 98% kelahiran, 80% kematian maternal terjadi di rumah, dan 60% kelahiran hanya dilayani oleh dukun bayi (Jokhio, 1998). Penelitian di Bangladesh menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat terutama dari golongan yang berpenghasilan rendah memilih pertolongan persalinan pada penolong persalinan tradisional atau Traditional Birth Attendants/TBAs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Traditional Birth Attendents (TBAs) atau penolong persalinan tradisional masih diandalkan untuk pertolongan persalinan lebih dari separo ibu bersalin di daerah pedesaan sebelah selatan Honduras tersebut (Kane, 2005). Berkenaan dengan masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan, (Depkes RI, 2008), menjelaskan bahwa persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil memang meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan. Sementara menurut WHO bahwa ada korelasi yang signifikan antara penolong persalinan dengan kematian ibu, semakin tinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah akan diikuti penurunan angka kematian ibu di wilayah tersebut. Namun sampai saat ini di wilayah Indonesia masih banyak pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun bayi yang masih menggunakan cara-cara tradisional sehingga banyak merugikan dan membahayakan keselamatan ibu dan bayi baru lahir. Namun dukun beranak masih seringkali dipilih ibu hamil untuk 2
membantu persalinan secara tradisional tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya karena mereka telah sejak lama menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu persalinan. Oleh karena itu perlu dicari suatu kegiatan yang dapat membuat kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi, dengan harapan pertolongan persalinan akan berpindah dari dukun bayi ke bidan. Dengan demikian kematian ibu dan bayi diharapkan dapat diturunkan dengan mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila pertolongan persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dengan menggunakan suatu pola kemitraan antara bidan dan dukun bayi (Depkes RI, 2008). Departemen Kesehatan berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. Sesuai dengan paparan Menkes kepada Presiden SBY pada Rapat Terbatas Bidang Kesehatan pada tanggal 20 Februari 2008, maka salah satu kegiatan utama dalam Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu adalah Kemitraan Bidan-Dukun. Pola kemitraan bidan dan dukun ini dilaksanakan dengan mengadakan pelatihan sederhana pada dukun bayi dalam mendeteksi risiko tinggi, melakukan rujukan, memberikan penyuluhan, merawat ibu nifas dan bayi. Dilanjutkan dengan magang dukun di puskesmas atau polindes dengan harapan dukun dapat lebih terampil dalam merawat ibu nifas dan bayi baru lahir serta mendekatkan hubungan emosional dukun dengan bidan sehingga diharapkan dukun mau merujuk persalinannya ke bidan. Di Jawa Timur pertolongan persalinan belum seluruhnya ditangani oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan khusus dalam pertolongan persalinan. Dari data yang ada di Jawa Timur, jumlah dukun bayi sekitar 14.347 orang lebih banyak daripada jumlah bidan yang ada, dengan rasio bidan dibanding dukun bayi sebesar 1:2. Oleh karena itu pada tahun 2006 di Jawa Timur mulai dilaksanakan program kemitraan bidan dan dukun, disertai dengan Petunjuk Teknis Kemitraan Bidan dan Dukun di Tingkat Kabupaten/Kota oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, Dr. Bambang Giatno R, MPH. Program kemitraan bidan dan dukun ini sebelumnya telah diujicobakan di 3
Kabupaten Trenggalek sebagai kabupaten percontohan, yang dimulai sejak tahun 2001. Program kemitraan bidan dan dukun ini di Kabupaten Trenggalek tersebut berhasil menurunkan angka persalinan oleh dukun dari 14,38% pada tahun 2001 menjadi 5,06% pada tahun 2004 (standar Depkes : < 10%). Di Kabupaten Situbondo program kemitraan bidan dan dukun mulai dilaksanakan pada tahun 2007 namun pelaksanaannya belum sempurna, karena program untuk sementara hanya menekankan pada kegiatan advokasi dan sosialisasi saja. Baru pada tahun 2008 program kemitraan bidan dan dukun mulai dilaksanakan menurut Petunjuk Teknis Kemitraan Bidan dan Dukun Tingkat Kabupaten/Kota dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Dengan dilaksanakannya program kemitraan bidan dan dukun di Kabupaten Situbondo ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan sekaligus menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Untuk melihat angka persalinan oleh tenaga kesehatan dapat dilihat melalui tabel cakupan persalinan ditolong oleh bidan/tenaga kesehatan di Kabupaten Situbondo menurut kecamatan tahun 2008 yaitu pada tabel 1.1. Tabel 1. Cakupan Persalinan Ditolong oleh Bidan/Tenaga Kesehatan di Kabupaten Situbondo menurut Kecamatan Tahun 2008 No. Kecamatan/ Puskemas Jumlah Ibu Bersalin Ditolong Bidan/Nakes % 1 Sumbermalang 434 286 65.9 2 Jatibanteng 340 242 71.2 3 Banyuglugur 912 695 76.2 4 Besuki 344 242 70.3 5 Suboh 404 298 73.8 6 Mlandingan 370 248 67.0 7 Bungatan 382 330 86.4 8 Kendit 450 416 92.4 9 Panarukan 774 716 92.2 10 Situbondo 764 693 90.7 11 Panji 484 437 90.3 12 Mangaran 976 862 88.3 13 Kapongan 588 546 90.9 14 Arjasa 647 435 67.2 15 Jangkar 561 495 88.2 16 Asembagus 772 701 90.8 17 Banyuputih 828 476 57.5 JUMLAH 10030 8118 80.1 4
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa angka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Situbondo sudah cukup baik yaitu sebesar 80.1%, namun demikian angka cakupan untuk tiap Kecamatan/Puskesmas sangat bervariasi dan Kecamatan/Puskesmas yang angka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatannya paling rendah adalah Kecamatan Banyuputih yaitu sebesar 57.5% sedangkan yang paling tinggi adalah Kecamatan Kendit sebesar 92.4%. B. Perumusan Masalah Di Kabupaten Situbondo, berdasarkan Laporan Cakupan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan Tahun 2008 menunjukkan bahwa angka cakupan persalinan khususnya di Kecamatan/Puskesmas Banyuputih masih sangat rendah yaitu sebesar 57.5%. Oleh karena itu dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah Bagaimana program kemitraan bidan dan dukun bayi di Puskesmas Banyuputih dan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi program kemitraan bidan dan dukun di Puskesmas Banyuputih dibandingkan dengan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui program kemitraan bidan dan dukun di Puskesmas Banyuputih dan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo berdasarkan indikator input. b. Mengetahui program kemitraan bidan dan dukun di Puskesmas Banyuputih dan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo berdasarkan indikator proses. c. Mengetahui program kemitraan bidan dan dukun di Puskesmas Banyuputih dan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo berdasarkan indikator output. 5
d. Mengevaluasi program kemitraan bidan dan dukun di Puskesmas Banyuputih dibandingkan dengan Puskesmas Kendit Kabupaten Situbondo. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Puskesmas Banyuputih dan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo dalam menentukan kebijakan program khususnya kemitraan bidan dan dukun dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi. 2. Manfaat ilmiah Diharapkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan kaitannya dengan program kemitraan bidan dan dukun sebagai upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. 3. Manfaat Peneliti Memperoleh kesempatan dalam menerapkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang evaluasi program yang terkait dengan program kemitraan bidan dan dukun. E. Keaslian Penelitian 1. Ray and Salihu (2004) melaksanakan penelitian berjudul The impact of maternal mortality interventions using traditional birth attendants (TBAs) and village midwives. Penelitian ini mengkaji berbagai program yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian ibu yang melibatkan bidan di desa dan penolong persalinan tradisional (dukun bayi). Penelitian dilakukan di beberapa negara antara lain : Guatemala, Bangladesh, Ghana, Angola, Nigeria, Sudan, Pakistan, termasuk juga Indonesia, dalam kurun waktu antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2003. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa program penurunan angka kematian ibu yang melibatkan bidan di desa dan 6
penolong persalinan tradisional, telah memberikan kontribusi positif terhadap hasil dari program tersebut berupa dampak menurunnya angka kematian ibu. 2. Kane (2005) melakukan penelitian tentang Challenges for traditional birth attendents (TBAs) in Northern Rural Honduras. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh sebuah Pusat Pelayanan Ibu Anak (Centro Materno Infantil) bersama fasilitas kesehatan masyarakat lainnya di suatu daerah pedesaan di sebelah utara Honduras. Hasil yang diperoleh yaitu bahwa Traditional Birth Attendents (TBAs) atau penolong persalinan tradisional masih diandalkan untuk pertolongan persalinan lebih dari separo ibu bersalin di daerah pedesaan sebelah selatan Honduras tersebut. Hasil penelitian merekomendasikan suatu model transisi dimana Traditional Birth Attendents diarahkan hanya untuk perawatan ibu setelah melahirkan. 3. Baan (2006) melakukan penelitian tentang Kemitraan bidan dengan dukun bayi dalam rangka alih peran pertolongan persalinan di Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dukun bayi terhadap bidan dan bidan terhadap dukun bayi dalam upaya pertolongan persalinan. Hasil penelitian yaitu ada perbedaan persepsi antara bidan dengan dukun bayi dalam hal praktik pertolongan persalinan, bahwa kemitraan yang sementara berjalan yang dilakukan bidan masih dalam batas pemaknaan transfer pengetahuan, dalam bentuk pembinaan cara-cara persalinan yang higienis oleh bidan kepada dukun bayi. Dengan demikian kemitraan belum mengarah pada alih peran pertolongan persalinan secara optimal. Bahkan dikhawatirkan dimasa mendatang, pembinaan yang dilakukan oleh bidan, justru memberikan peran baru kepada dukun bayi, menambah persentasenya, bahkan menambah kepercayaan diri mereka untuk menjalankan profesinya secara sendiri-sendiri. 7