BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

Kata Kunci :partisipasi penyusunan anggaran, budgetary slack, komitmen organisasi, etika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BAB I PENDAHULUAN. persaingan global akan menyebabkan suatu ketidakpastian dalam lingkungan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut efektif. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dibiayai dari uang publik. Melalui anggaran, akan diketahui

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB II LANDASAN TEORI

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik juga dituntut untuk mampu bersaing dengan pihak

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentuk angka atau yang kita kenal sebagai anggaran. Tanpa adanya anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Kinerja merupakan. organisasi (Nugroho dan Rohman, 2012: 1). Kinerja menurut Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dengan desentralisasi. Sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang berlangsung di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN UKDW. waktu yang akan datang dapat diukur (Handoko, 1997). berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BABI PENDAHULUAN. Anggaran dalam dunia bisnis merupakan unsur utama dalam perencanan dan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen, peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi termasuk institusi pendidikan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perusahaan dalam jangka pendek yang dinyatakan dalam unit

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PENGANGGARAN PARTISIPATIF DENGAN KINERJA MANAJERIAL

BAB I PENDAHULUAN. harus mengembangkan lebih dahulu perencanaan strategis. Melalui perencanaan

PENGARUH NILAI KONSUMEN TERHADAP MINAT MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER (Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan awal tahun 1999, instansi pemerintah dan pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya peraturan pemerintah daerah tentang pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Pertumbuhan yang pesat tersebut mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintahan merupakan organisasi sektor publik proses

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

FARIDA NUR HIDAYATI B

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

DESENTRALISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJERIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara principal dan

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah. Adanya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan kompleksitas tugas dapat berpengaruh terhadap slack anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan. datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33 tahun 2004, menjadi tonggak awal dari otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan upaya pemberdayaan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimilki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut (Bastian, 2007). Lahirnya otonomi daerah telah memberikan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan sumber-sumber penerimaan ainnya. Untuk itu kebijakan keuangan daerah diarahkan pada upaya penyesuaian secara terarah dan sistematis untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Kebijakan ini juga diarahkan pada penerapan prinsip-prinsip, norma, asas dan standar akuntansi dalam penyusunan APBD (Adisasmita, 2011) Nordiawan, dkk (2012) menyatakan bahwa APBD adalah suatu rencana operasional keuangan daerah, di satu pihak menggabarkan penerimaan pendapatan daerah dan di lain pihak merupakan pengeluaran 1

2 dalam satu tahun anggaran. Dilihat dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, penerimaan pendapatan dan anggaran daerah mempunyai kaitan yang erat dengan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, oleh karena itu harus dikelola secara efektif, efisien dan ekonomis. Proses perencanaan dan realisasi anggaran memerlukan partisipasi dan perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lahirlah peraturan yang lebih rinci misalnya PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga, PP No. 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dari peraturan itulah yang melandasi pemerintah untuk menerapkan proses perencanaan dan penganggaran partisipatif dalam upaya meningkatkan daya guna dan daya hasil bagi pemerintah dalam rangka reformasi sektor publik. Terdapat perilaku negatif maupun positif yang mungkin timbul sebagai akibat dari anggaran. Perilaku positif yang timbul karena manajer merasa termotivasi oleh anggaran yang digunakan sebagai dasar penilaian kinerja sehingga mereka semakin meningkatkan kinerjanya. Perilaku negatif yang mungkin timbul adalah munculnya anggapan bahwa anggaran sering

3 kali dipandang sebagai alat tekanan manajer puncak kepada bawahan. Ketika manajemen puncak berusaha melakukan penekanan terhadap anggaran yang telah ada (budget emphasis), manajer tingkat menengah dan bawah akan cenderung menciptakan slack (kesenjangan) dalam anggaran guna meningkatkan kemungkinan untuk memenuhi atau melampaui standar kinerja (Ikhsan, 2010:241). Menurut Brownel dalam Alfebriano, (2013) partisipasi anggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target tersebut. Terdapat manfaat dan kelemahan yang mungkin timbul sebagai akibat dari partisipasi anggaran. Manfaat-manfaat yang mungkin timbul sebagai akibat dari partisipasi anggaran antara lain meninggikan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen, meningkatkan rasa kesatuan kelompok serta menurunkan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran. Selain mempunyai kelebihan, partisipasi anggaran juga memiliki beberapa kelemahan antara lain dengan adanya anggaran partisipatif atasan atau bawahan akan menerapkan standar anggaran yang terlalu tinggi atau rendah dan bawahan akan membuat budgetary slack (kesenjangan anggaran) dalam anggaran (Ikhsan, 2010:240). Menurut Ikhsan, (2010:241) budgetary slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumhlah sumber daya yang lebih besar dan diperuntukkan bagi tugas tersebut. Budgetary slack biasanya dilakukan

4 dengan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari yang seharusnya, supaya anggaran mudah dicapai. Manajer menciptakan senjangan (slack) dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Manajer melakukan hal ini agar target anggaran dapat dicapai sehingga kinerja manajer terlihat baik. Nordiawan (2012:21) mengatakan bahwa anggaran memiliki fungsi sebagai alat penilaian kinerja. Anggaran yang terlalu tinggi dapat menimbulkan perasaan frustasi untuk mencapainya, sehingga bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sebaliknya anggaran yang terlalu longgar juga tidak baik. Anggaran yang terlalu longgar tidak memberikan motivasi pada para manajer bawah untuk meraih prestasi yang lebih tinggi. Padahal manajer pusat pertanggungjawaban tersebut masih dapat meningkatkan kinerjanya secara optimal. Faktor komitmen organisasi dalam kondisi yang demikian seharusnya dapat memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap budgetary slack. Menurut Ikhsan, (2010:54) komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh apa seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Individu yang memiliki komitmen yang tinggi, maka dia akan menggunakan anggaran untuk mengejar tujuan organisasi. Namun bagi individu yang memiliki komitmen yang rendah, maka individu tersebut akan menggunakan anggaran untuk mengejar kepentingan pribadinya dan dia

5 dapat melakukan senjangan anggaran agar target anggaran mudah dicapai dan kinerjanya dinilai baik oleh atasan. Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi kemungkinan terjadinya budgetary slack dapat dihindari. Sebaliknya, individu dengan komitmen organisasi yang rendah akan mementingkan dirinya sendiri atau kelompoknya. Individu tersebut tidak memiliki keinginan untuk menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik, sehingga kemungkinan terjadinya senjangan anggaran apabila dia terlibat dalam penyusunan anggaran akan lebih besar (Wardani dkk, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Falikhatun (2007), Ikhsan (2007), Veronica dan Komang (2009), Kartika (2010), Widyaningsih (2011), Triana dkk (2012), Amelia (2014), Savitri (2014), Wardani dkk (2014) serta Lestari dan Asri (2015) menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap budgetary slack artinya dengan adanya partisipasi anggaran dalam proses penyusunan angaran meningkatkan kecenderungan menciptakan slack. Semakin tinggi partisipasi yang diberikan pada bawahan dalam penganggaran cenderung mendorong bawahan menciptakan slack. Sebaliknya, partisipasi bawahan yang rendah, maka kemungkinan terjadinya budgetary slack juga rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Latuheru (2005), Dewi dan Sudana (2013), Marfuah dan Amanda (2014) serta Lestari dan Asri (2015) menunjukkan bahwa komitmen organisasi memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap budgetary slack, hal ini disebabkan oleh adanya motivasi individu dalam organisasi untuk berbuat yang terbaik bagi

6 organisasi. Peningkatan komitmen organisasi akan menyebabkan penurunan terjadinya budgetary slack bagi individu yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Sebaliknya penurunan komitmen organisasi dapat berakibat pada terjadinya kecenderungan untuk menciptakan budgetary slack. Permasalahan yang sering terjadi di lapangan menunjukkan bahwa bawahan dalam menetapkan anggaran sering terjadi selisih, dimana anggaran pendapatan yang ditetapkan lebih rendah daripada realisasi anggaran dan anggaran biaya yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran lebih besar daripada realisasi anggaran (Wardani dkk, 2014). Hal ini dapat dilihat dari tabel anggaran dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja Kabupaten Ponorogo tahun 2010-2014 berikut ini: Tahun Tabel 1.1 Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-2012 Anggaran Realisasi Pendapatan Belanja Pendapatan Belanja 2010 Rp 905.072.623.363,99 Rp 936.828.624.877,51 Rp 924.264.098.005,31 Rp 910.713.233.791,13 2011 Rp 1.064.975.214.033,43 Rp 1.112.155.849.409,69 Rp 1.074.005.217.187,92 Rp 1.060.791.710.350,14 2012 Rp 1.256.708.019.055,74 Rp 1.316.182.341.601,78 Rp 1.270.454.466.408,21 Rp 1.265.059.005.035,88 Sumber : Data diolah Dinas Pengelolaan dan Pendapatan Keuangan Daerah Ponorogo, 2016 Berdasarkan Tabel 1.1, data tersebut mencerminkan adanya budgetary slack. Karena, jika dibandingkan antara anggaran pendapatan daerah dan realisasinya, maka realisasinya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pendapatan daerah yang ditetapkan. Sedangkan, anggaran

7 belanja daerah dan realisasinya, terbukti realisasinya selalu lebih rendah daripada anggaran belanja daerah yang ditetapkan. Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas yang ditunjang oleh hasil penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti termotivasi untuk menguji Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Budgetary Slack dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Ponorogo. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah Partisipasi Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Budgetary Slack? b. Apakah Komitmen Organisasi mampu memoderasi hubungan antara Partisipasi Anggaran terhadap Budgetary Slack? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

8 a. Mengetahui Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Budgetary Slack. b. Mengetahui pengaruh Komitmen Organisasi dalam memoderasi hubungan antara Partisipasi Anggaran terhadap Budgetary Slack. 1.3.2 Manfaat Penelitian a. Bagi Universitas Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bahan kepustakaan dan mampu memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan akuntansi manajemen dan akuntansi sektor publik, khususnya untuk memahami komitmen organisasi dalam hubungan antara partisipasi anggaran dan budgetary slack. b. Bagi Organisasi Sektor Publik atau Pihak yang Terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran agar lebih mengerti dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya budgetary slack sehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan anggaran Pemerintahan Daerah. c. Bagi Peneliti Sebagai tambahan pengetahuan dan dapat mengetahaui serta mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan

9 partisipasi anggaran dan komitmen organisasi dalam hubungannya dengan budgetary slack. d. Bagi Peneliti Yang Akan datang Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana pengetahuan mengenai penyusunan anggaran yang baik dan bisa dijadikan referensi untuk penelitian yang akan datang.