BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati sebagai organisme individu, berpasangan, dan ireguler serta bisa berkoloni menyerupai bentuk anggur. Sebagian besar Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit dan membran mukosa, namun beberapa diantaranya bersifat patogenik (Brooks et al., 2010). Salah satunya merupakan bakteri yang dikenal dengan nama Staphylococcus aures atau S. aureus yang dapat menyebabkan berbagai penyakit melalui mekanisme invasi jaringan dan produksi toksin. Toksin dapat memberikan efek langsung di tempat pengeluaran atau di tempat yang jauh dari tempat pertama pengeluaran toksin. Sehingga, Staphylococcus aures dapat menyebabkan berbagai infeksi lokal maupun sistemik. Infeksi yang dimaksud antara lain adalah pneumonia, infeksi tulang dan sendi, serta infeksi pada valvula jantung. Sedangkan enterotoksin dari Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan ingesti. Manifestasi yang 1
terlihat paling umum adalah muntah akut dan diare. Selain itu dapat juga menimbulkan manifestasi di kulit seperti furunkel dan impetigo (Gladwin dan Trattler, 2011). Berbagai infeksi oleh Staphylococcus aureus tersebut berhasil diatasi dengan dimulainya era antibiotik. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik golongan beta laktam seperti penicillin. Namun, Penggunaan penicillin tidak bertahan lama karena terjadinya resistensi yang selanjutnya dapat diatasi dengan penggunaan methicillin. Selanjutnya terjadi pula kegagalan dalam penggunaan methicillin sebagai terapi dari infeksi oleh Staphylococcus aureus yang dikenal dengan MRSA (Brooks et al., 2010). Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah suatu keadaan dimana penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus mengalami resistensi terhadap antibiotik golongan beta laktam seperti penicillin. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sendiri terjadi karena adanya perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan antibiotik (Brooks et al., 2010).
Transmisi bakteri termasuk S. aureus dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di lingkungan rumah sakit dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya melalui alat medis yang tidak diperhatikan sterilisasinya. Staphylococcus aureus disebutkan sebagai bakteri penyebab infeksi nosokomial tersering. Kebanyakan Infeksi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terjadi pada pasien yang telah mengalami hospitalisasi di pusat kesehatan seperti rumah sakit, nursing home dan pusat dialisis. Ketika infeksi MRSA terjadi di pelayanan kesehatan maka disebut dengan health care-associated MRSA (HA-MRSA). Infeksi HA-MRSA biasanya berhubungan dengan prosedur invasif atau alat-alat kesehatan seperti operasi, pemasangan infus, dan kateterisasi (Gladwin dan Tattler, 2011). Tipe dari infeksi MRSA dapat terjadi pada populasi yang lebih luas, biasanya terjadi pada orang sehat yang bukan seorang pasien yang sedang di rawat di rumah sakit ataupun tidak menjalani pengobatan rawat jalan di rumah sakit. Bentuk infeksi yang terjadi seperti diatas disebut sebagai community-associated MRSA (CA-MRSA). CA- MRSA biasanya dimulai dengan rasa sakit yang timbul seperti kulit yang melepuh. Hal tersebut menular melalui
kontak dari kulit ke kulit. Hal ini memiliki risiko tinggi terjadi pada orang-orang yang tinggal ditempat yang ramai karena memudahkan penularan infeksi (Gladwin dan Tattler, 2011). Terjadinya infeksi berbagai infeksi diatas diduga sebagian besar terjadi pada pasien yang sebelumnya telah mengalami kolonisasi Staphylococus aureus maupun kolonisasi MRSA. Pasien yang mengalami kolonisasi S. aureus merupakan sumber utama S. aureus di rumah sakit dan bertanggung jawab pula terhadap infeksi klinis serta mampu menyebarkan kepada pasien lain. (Aslam et al., 2013). Pada beberapa dekade terakhir terdapat peningkatan prevalensi S. aureus dan MRSA di dunia. Mehraj et al. (2014) menyebutkan, penilitian berbasis populasi di amerika utara dan eropa mengindikasikan prevalensi dari S. aureus antara 18-30%. Prevalensi MRSA di berbagai rumah sakit di dunia berkisar antara 2-70% dengan rata-rata 20%. Secara ke seluruhan di Asia prevalensi dari MRSA telah mencapai 70%. Publikasi mengenai MRSA di Indonesia masih sangat terbatas. Begitupula dengan prevalensi MRSA di Indonesia sangat sulit diperoleh. Laporan terakhir, secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2006 prevalensi MRSA mencapai angka
23.5%. Noviana melaporkan bahwa prevalensi MRSA pada tahun 2003 di Rumah Sakit Atmajaya Jakarta mencapai 47%. Insiden MRSA di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang pada 2010 dari data oleh Yuwono yang tidak terpublikasi mencapai 46% (Yuwono, 2011). Berdasarkan uraian di atas, kolonisasi dan infeksi S. aureus serta MRSA semakin umum ditemui di berbagai rumah sakit di Indonesia. Sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA. Penelitian yang akan dilakukan untuk mendeskripsikan profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan kolonisasi MRSA dan mengetahui frekuensi pasien dengan kolonisasi MRSA di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada April - Juni tahun 2014. 2. Rumusan Masalah 1.Berapa frekuensi pasien dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan kolonisasi Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada April Juni tahun 2014?
2.Bagaimana profil pasien yang berkaitan dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada April Juni tahun 2014? 3. Tujuan Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui frekuensi pasien dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan kolonisasi Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada April Juni tahun 2014. 2. Mengetahui profil pasien yang berkaitan dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada April Juni tahun 2014. 4. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti, Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai profil pasien dan prevalensi pasien dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan profil
pasien dan prevalensi kolonisasi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap paska bedah Cendana 1 RSUP Dr. Sardjito. Bagi praktisi kesehatan, peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pencegahan kolonisasi S. aureus dan kolonisasi Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terutama di RSUP Dr. Sardjito. Selain itu dapat pula digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang akan datang. Bagi pembuat kebijakan di Indonesia, peneliti berharap bahwa setelah penilitian selesai dijalankan, data yang didapatkan dapat digunakan sebagai informasi yang dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan rumah sakit terutama RSUP Dr Sardjito Yogyakarta terutama kebijakan penggunaan antibiotik sebagai pencegahan infeksi. 5. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian mengenai Staphylococcus aureus dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Alicia L. Hidron dkk. Melakukan penelitian di Atlanta, Georgia dengan judul:
Risk Factor for Colonization with MRSA in Patients Admitted to an Urban Hospital: Emergence of Community- Associated MRSA Nasal Carriage pada 2005. Di Surakarta, Ernawati Atmaningtyas pada 2007 mempublikasikan penelitian dengan judul: Perbedaan Kejadian Kolonisasi Staphylococcus aureus pada Kulit pasie Dermatitis Atopik dan Bukan Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian mengenai karakteristik pasien yang berkaitan dengan MRSA di RSUP Dr. Sardjito belum banyak dilakukan. Pada tahun 2005 dilakukan sebuah penilitian dengan judul Gambaran Infeksi Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) dan Methicillin Resistant Staphylococcus Epidermidis (MRSE) RSUP Dr. Sardjito tahun 2005 dan dipublikasi pada tahun 2007. Penilitian tersebut dilakukan oleh Yurniah Tanzil dan Kismardhani. Serta lebih baru lagi, pada 2011, Joseph Lau Kah Fu melakukan penelitian dengan judul: Patient Profile with Persumptive Methicilllin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Laboratory Result in Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta in year 2011.
9