BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. Tujuannya untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

KENAKALAN DAN DEGRADASI REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek Le

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,

Masyarakat Bersikap Masih Seperti 1965

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar)

BAB I. Pendahuluan UKDW. Tobelo ditetapkan menjadi Ibukota Kabupaten Halmahera Utara. 4

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

I. A. PERMASALAHAN I. A.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Emily Pia & Thomas Diez, Conflict and Human Rights: A Theoretical Framework, SHUR Working Paper Series, 1/07, 2007, h. 1.

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA KELAS X SMA (Studi Kasus SMA Negeri 1 Kayen Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2013/2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fety Novianty, 2013

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM MEMBANGUN KEBERSAMAAN

MAKNA INTEGRASI DENGAN INDONESIA MENURUT ORANG PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

Pendidikan Agama Islam Bab 11 ISLAM DAN TOLERANSI

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Intan Komariah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB II LATAR BELAKANG KONFLIK DAYAK MADURA DI SAMALANTAN A. Alasan Budaya. berkelompok, memiliki rasa solidaritas tinggi di antara sesama etnisnya dan

Bab Tiga Belas Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kajian

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dari muka bumi ini. Keinginan seseorang yang tidak terpenuhi dapat juga mengakibatkan konflik. Perbedaan pandangan antar perorangan juga dapat mengakibatkan konflik. Selanjutnya jika konflik antarperorangan tidak dapat diatasi secara adil dan proporsional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok dalam masyarakat. 1 Dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia telah diganggu oleh konflik etnis dan agama. Insiden Ketapang pada tahun 1998 terhadap gereja-gereja Kristen, dihasut oleh konflik antara orang Betawi dengan orang Ambon. Sejak tahun 1990 telah terjadi serangan terhadap gereja dengan peningkatan momentum, mencapai klimaksnya pada insiden yang mengerikan tahun 1996 dan 1997 di Surabaya, Situbondo, Tasikmalaya dan Rengasdengklok, sedangkan di bagian timur Indonesia telah terjadi serangan terhadap tempat tempat ibadah. Semua itu telah dikalahkan oleh pecahnya apa yang disebut dengan perang sipil antara Kristen dan Muslim di Maluku dan Sulawesi Tengah dan konflik etnis antara penduduk asli Dayak dan Melayu di satu pihak dan pendatang Madura di pihak lain. Konflik-konflik tersebut ada yang saling berkaitan seperti di Maluku konflik mulai terjadi tanggal 19 Januari 2000, hari pertama Idul Fitri di kota Ambon. Dari sini, konflik meluas ke seluruh pulau, kemudian ke pulau-pulau sekitarnya. Dan setelah tenang beberapa bulan, kemudian berlanjut ke Maluku Selatan, Buru, Ternate dan Halmahera. 2 Ini merupakan situasi yang mengerikan dan berbahaya, tidak saja bagi orang-orang yang terlibat dalam konflik tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Betapa mengerikan, dalam konflik di Sambas, Kalimantan Barat, orang bisa makan daging dan bahkan hati orang lain hanya karena orang lain itu adalah lain etnis. Dan orang dengan tega mengarak 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. 2 Franz Magnis Suseno, Faktor-Faktor Yang Mendasari Terjadinya Konflik Antara Kelompok Etnis Dan Agama Di Indonesia dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 119-120.

kepala tanpa tubuh orang lain dengan penuh bangga, rasa gembira dan beramai-ramai, juga hanya karena lain etnis. Di sisi lain banyak peristiwa-peristiwa lain yang merupakan dampak dari peristiwa sebelumnya yang membuat orang sengsara, termasuk orang yang tidak tahu menahu dan tidak bersalah. Ada seorang keluarga yang terpaksa lari ke hutan dan makan minum seadanya bersama anaknya karena merasa terancam oleh konflik. Ada orang baik-baik tetapi karena teridentifikasi sebagai lain etnis terpaksa harus kehilangan nyawa dan keluarga. Konflik di berbagai macam daerah itu tentunya menggoreskan trauma yang dalam terutama bagi mereka yang terlibat langsung dan menjadi korban. 3 Tak dapat disangkal bahwa berawal dari perbedaan pendapat tadi kini berakhir pada penghilangan nyawa satu dengan yang lain. meskipun konflik itu telah berakhir namun lain waktu luka itu akan terus terbawa sampai kepada anak-cucu mereka. Relasi antar manusia dimana manusia cenderung mengobjekkan satu dengan yang lain tidak hanya terjadi dalam konflik massal seperti antar etnis tetapi juga dalam tindakan kriminalitas yang dalam hal ini hanya melibatkan beberapa orang saja misalnya membunuh, merampok, memperkosa, menganiaya dan sebagainya. Dalam tindakan kriminal seperti ini tentunya melibatkan dua pihak yaitu pelaku sebagai subjek dan korban sebagai objek. Si pelaku memiliki kebebasan sehingga otomatis ia mempunyai kekuasaan termasuk kekuasaan atas korbannya. Si korban bukannya tidak memiliki kebebasan akan tetapi terlebih dahulu telah dikalahkan oleh si pelaku. Oleh karena korban telah berada di bawah kuasa si pelaku maka kecenderungan yang terjadi adalah si pelaku bebas melakukan apa saja terhadap si korban yang telah dikuasainya. Situasi-situasi seperti yang telah diuraikan di atas memperlihatkan bahwa ketika seseorang atau sebuah kelompok mempunyai pendapat/keinginan yang berbeda dengan orang atau kelompok lain dan kehadiran orang atau kelompok lain itu menjadi penghambat terwujudnya keinginan tersebut maka kecenderungan untuk mewujudkan keinginan itu adalah meniadakan orang atau kelompok lain sehingga otomatis keinginannya yang menjadi penghambat, juga tiada. Lalu apa sebenarnya yang menjadi permasalahan dari situasi seperti itu? Tentunya ada hal lain yang melatarbelakangi sehingga muncul sikap seperti itu. Seringkali karena alasan politik yang bermuara pada perebutan kekuasaan, banyak orang mengalami konflik dalam relasinya dengan orang lain yang merupakan 3 Ahmad Suaedy, Pengantar ; Dimensi Manusia Dalam Konflik dalam Konflik Etnik Di Sambas, Jakarta, ISAI, 2002, hlm vii-viii. 2

lawan politiknya. Atau karena alasan budaya dimana setiap orang atau kelompok dalam satu ruang lingkup budaya tentunya ingin mempertahankan kelestarian budaya masingmasing. Akan tetapi di sekitar mereka banyak budaya-budaya lain yang dibawa oleh para pendatang masuk ke dalam wilayah tersebut dan kemungkinan perkembangannya jauh lebih cepat. Akibatnya budaya semula yang merupakan budaya asli di tempat itu lama kelamaan semakin memudar maka timbullah konflik. Konflik yang terjadi oleh karena alasan budaya seringkali menjalar kepada faktor-faktor lain yang bisa menjadi alasan pemicu konflik misalnya; alasan perbedaan agama dan etnis. Oleh karena seseorang telah memiliki konflik dengan orang lain yang mungkin dalam hal agama dan etnis berbeda, maka konflik yang tadinya hanya melibatkan satu-dua orang dengan begitu cepat melibatkan banyak orang atau kelompok lain. Yang Kristen membela sesama Kristen dan sebaliknya yang Muslim membela sesama yang Muslim, atau yang pribumi membela sesama pribumi begitupun juga sebaliknya yang non pribumi membela sesamanya yang non pribumi, dan sebagainya. Sungguh ironis karena manusia saling mengobjekkan satu dengan yang lain. Betapa memprihatinkan di satu pihak semua orang ingin hidup layak dan damai, tetapi pada suatu saat lain untuk hidup damai dan survive terkadang orang harus menghilangkan nyawa orang lain. Seringkali orang akan berkata: kehadiran orang lain mengganggu keberadaanku, apakah itu benar? Perlu juga untuk meninjau permasalahan ini dari secara filosofi, fakta bahwa konflik senantiasa hadir dalam kehidupan manusia pun patut dipertanyakan. Ketika seseorang hadir dalam dunia ini ia pasti mempunyai keinginan atau kehendak bebas karena ada tujuan akhir yang ingin dicapai dan selama ia hidup banyak hal diupayakan untuk meraih tujuan akhir tersebut. Akan tetapi ia akan selalu berbenturan dengan banyak orang yang juga melakukan hal yang sama meskipun tujuan akhirnya mungkin berbeda. Manusia sebagai pribadi yang unik, yang berbeda satu dengan yang lain tentunya akan mempunyai cara pandang serta pemahaman yang berbeda terhadap nilai-nilai dalam kehidupan. Perbedaan ini mengakibatkan benturan dan benturan inilah yang menjadi konflik. Benarkah bahwa konflik menjadi esensi dalam relasi antar manusia? 2. Pokok Permasalahan Jean Paul Sartre mengatakan bahwa dasar dari relasi antar manusia adalah konflik. Pendapat Sartre ini bertolak dari pandangannya tentang kesadaran. Sartre mengatakan 3

bahwa manusia dalam sadar diri, dia menjadi berjarak antara Diri-ku sebagai yang disadari. Dan dari kesadaran inilah Sartre menerangkan kebebasan manusia sebagai suatu pengertian ontologi. Sartre secara tegas memandang kebebasan manusia adalah mutlak. 4 Kebebasan adalah kesadaran ketika dia mampu untuk mengerti serta mengisi makna sesuatu pada eksistensi pribadi. Dalam memberikan makna pada eksistensinya, kebebasanlah sebagai syarat bertindak. Manusia adalah kehadiran di dunia ini dan dalam kelangsungan hidupnya ia berhadapan dengan faktisitas (kenyataan yang tak dapat dihindari itulah yang disebut oleh Sartre, faktisitas). Salah satu diantaranya adalah relasinya dengan orang lain 5. Kebebasan menurut Sartre merupakan satu-satunya sumber nilai dan arti, sehingga tidak ada dasar lain di luar kebebasan, sebab manusia sendiri membangun eksistensi dan dunianya. Tampilnya manusia lain menjadi ancaman bagi eksistensiku, kata Sartre. Ketika orang lain memandang diriku, maka pada saat itu aku diobyekkan dan dia menjadi subyek di atasku. Aku menjadi suatu benda dalam dunia orang lain 6. Berhadapan dengan orang lain, ada dua konsekuensi yang muncul. Pertama, aku telah menjadi objek pandangan orang lain, dia memandangku sebagai benda, di matanya aku ini seperti benda. Konsekuensi kedua sebagai orang yang diperhatikan adalah aku mulai memahami bahwa aku tidak lagi menguasai keadaan. Orang lain menciptakan perkiraannya sendiri mengenai aku, dia telah mengamati aku dan membuat evaluasinya sendiri atas aku, dia menilai aku dan mencap diriku. Aku adalah aku yang dibuatnya, bukannya aku yang kubuat sendiri. Dalam pembelaanku sendiri, aku mungkin akan mencoba menghentikan orang lain yang membuat aku sebagai obyeknya dengan cara menjadikan orang itu menjadi obyekku. Namun sebagai yang diperhatikan oleh orang lain, aku tahu bahwa orang lain itu bebas, bahwa dia bukanlah salah satu obyek di dunia namun merupakan yang menyamarkan dan mengatur benda-benda di dunia tadi ke dalam dunianya sendiri yakni dengan pandangannya. Dia telah menghancurkan kebebasanku dan dunia di dalamnya serta membuatku jadi sebuah obyek di dalam dunianya. 7 Demikianlah dalam pandangan Sartre, dunia yang dimiliki dan dihayati sebagai kepunyaan sendiri, menjadi porak-poranda justru karena tampilnya orang lain. orang lain adalah neraka bagi diriku kata Sartre. Keterangan tersebut di atas menunjukkan bahwa 4 5 6 7 H Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm 111-112. K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer: Ingriss-Jerman, Jakarta, Gramedia, 2002, hlm 152. K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman, hlm 166. T.Z. Lavine, Dari Socrates ke Sartre, Yogyakarta, Jendela, 2002, hlm 369-370. 4

ini. 8 Apakah selamanya kita hidup di dunia ini untuk saling curiga, saling merendahkan, dan suatu anggapan, memang hidup bersama dengan tampilnya orang lain adalah suatu faktisitas yang tak dapat dihindari dan harus ada, supaya orang itu dapat hidup. Akan tetapi serentak pada saat itu juga, semua usaha orang sebagai mahluk individu, satu sama lain saling membuka diri, saling percaya dalam suatu dialog, adalah sia-sia. Dengan berdasar pada kebebasan, maka adanya manusia lain, yang satu dengan yang yang lainnya didudukkan pada dikotomi subyek-obyek, sehingga dengan mudah menganggap orang lain sebagai ancaman yang berbahaya terhadap eksistensiku, demikian kata Sartre. Jelas bahwa Sartre memandang relasi antar manusia didasari konflik. Seolah-olah hubungan antar manusia itu neraka yang tak mengenakkan, manusia terkutuk dalam situasi saling membunuh?. Bukankah manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang diberi tugas khusus; untuk menciptakan keteraturan dalam hidup ini, bukan sebaliknya? Di samping itu apakah pendapat Sartre bahwa relasi antar manusia didasari konflik, dapat diterima? Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih Jean Paul Sartre oleh karena menurut Sartre konflik merupakan esensi dari setiap relasi antar manusia. Relasi tercipta oleh karena adanya kebebasan yang dimiliki setiap orang, sebagai subjek, dan dengan kebebasan itulah seorang manusia dapat memberi makna kepada keberadaannya dengan merealisasikan kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan yang ada, dengan merancang dirinya. Jadi bagi Sartre bagaimanapun juga kebebasan selalu melibatkan tanggung jawab sehingga tidak selamanya kebebasan seperti yang dipahami Sartre harus dipandang secara negatif. Relasi antar manusia tercipta oleh karena manusia memiliki kebebasan. Oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan seperti: 1) Apakah benar yang dikatakan Sartre bahwa konflik menjadi esensi dari setiap relasi antar manusia? 2) Menurut Sartre kebebasan adalah mutlak, bagaimana peran kebebasan itu dalam relasi antar manusia? 3) Bagaimanakah tinjauan teologis terhadap pandangan Sartre tentang relasi antar manusia? 8 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer: Prancis, Jakarta, Gramedia, 2001, hlm 100. 5

akan menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini. Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka penulis mengajukan skripsi dengan judul: RELASI ANTAR MANUSIA MENURUT JEAN PAUL SARTRE (Suatu Tinjauan Teologis) 3. Alasan dan Tujuan Penulisan Pemikiran Sartre merupakan pilar-pilar dalam moralitas. Moralitas dan relasi antar manusia merupakan dua hal yang bekaitan erat serta saling mewadahi. Oleh karena itu perlu dimiliki pertimbangan mendalam terhadap pemikirannya, dan dalam skripsi ini penulis ingin mencari pemikirannya yang relevan dengan kehidupan di zaman sekarang ini secara khusus sumbangsihnya dalam ajaran kekristenan. Jika dalam skripsi ini, penulis melakukan sebuah tinjauan teologis terhadap sebuah aliran filsafat (eksistensialisme) maka itu berarti bahwa melalui filsafat penulis dapat membangun kerangka berteologi secara lebih baik. 4. Metode Penulisan Penulis menggunakan metode deskripstif-analisis dimana terlebih dahulu penulis akan mendeskripsikan tema-tema utama Sartre tentang kebebasan lalu menganalisanya dalam rangka mencari sumbangsih yang bisa menjadi dasar dalam relasi antar manusia. 5. Batasan Permasalahan Dalam skripsi ini, penulis hanya membahas tentang relasi antar manusia menurut Jean Paul Sartre. Penulis akan melihat tulisan beberapa tokoh yang berbicara tentang pemikiran Sartre sebagai bahan referensi. 6. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Bab II: Riwayat Hidup dan Garis Besar Pemikiran Sartre A. Riwayat Hidup Jean Paul Sartre (Dalam bagian ini akan diuraikan mengenai perjalanan hidup Sartre yang mana di dalamnya ada banyak hal yang mempengaruhi atau membentuk pemikiran Sartre pada akhirnya seperti; lingkungan keluarga, suasana politik maupun negara dan sebagainya). 6

B. Karya-Karyanya (Pada bagian ini akan diuraikan karya-karya Sartre yang tidak hanya dalam bidang filsafat saja tetapi juga dalam bidang lainnya) C. Garis Besar Pemikirannya (Menguraikan garis besar pemikiran Sartre yang juga terkait dengan beberapa tokoh-tokoh yang mempengaruhi) D. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi (Jauh sebelum kemunculan Sartre ada beberapa filsuf eksistensialis lain yang mempunyai pengaruh bagi Sartre. Oleh karena itu dalam bagian ini akan dibahas secara singkat bagaimana pengaruh para filsuf tersebut bagi Sartre) Bab III : Relasi Antar Manusia ( Dalam bagian ini akan dibahas mengenai pemikiran Jean Paul Sartre tentang relasi antar manusia. Seringkali secara terburu-terburu muncul penyalahan terhadap Sartre yang menyatakan bahwa konflik merupakan esensi dari setiap relasi. Namun menurut penulis tidaklah demikian karena tentunya ada alasan serta pemikiran dari Sartre yang melatarbelakangi kesimpulan itu dan pemikiran itu juga tetap mempunyai relevansi bagi kita di zaman sekarang ini. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran itu jugalah yang akan dibahas dalam bagian ini). Bab IV: Tinjauan Teologis (Dalam bagian ini pemikiran Sartre tentang relasi antar manusia akan dianalisa dan ditinjau berdasarkan paham-paham teologis). Bab V: Kesimpulan (Dalam bagian ini akan disebutkan mana kiranya pemikiran Sartre tentang relasi antar manusia yang masih relevan dan fungsional dalam kehidupan kita sekarang ). 7