DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penulisan... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 2.1 Etiologi Penyakit Rabies.. 4 2.2 Patogenesis Penyakit Rabies... 5 2.3 Masa Inkubasi.. 6 2.4 Gejala Klinis... 6 2.4.1 Pada Anjing... 6 2.4.2 Pada Manusia... 8 2.5 Tipe-Tipe Rabies Pada Hewan... 10 2.6 Diagnosa.... 10 2.6.1 Diagnosa Laboratorium... 10 i
2.6.2 Diagnosa Lapangan... 11 2.7 Sistem Pemeliharaan... 12 2.8 Penanggulangan dan Pencegahan Rabies di Bali... 12 2.9 Kerangka Konsep... 14 BAB III MATERI DAN METODE... 16 3.1 Materi... 16 3.1.1 Objek Penelitian... 16 3.1.2 Alat Penelitian... 16 3.1.3 Bahan Penelitian... 16 3.2 Metode Penelitian... 16 3.2.1 Cara Pengumpulan Data... 16 3.2.2 Prosedur Penelitian... 16 3.2.3 Analisis dan Penyajian Data... 17 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian... 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.... 19 4.1 Hasil... 19 4.2 Pembahasan... 25 4.2.1 Sistem Pemeliharaan Anjing di Kabupaten Tabanan... 25 4.2.2 Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tabanan terhadap Penyakit Rabies 27 BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 29 5.1 Simpulan... 29 5.2 Saran. 29 DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN... 34 ii
ABSTRAK Kejadian rabies di Kabupaten Tabanan sejak pertama kalinya dilaporkan pada tanggal 22 Agustus 2009 di Desa Buahan, Kecamatan Tabanan masih belum bisa ditanggulangi hingga kini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemeliharaan anjing dan tingkat pemahaman masyarakat yang berisiko rabies di Kabupaten Tabanan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 200 kuisioner dari 20 desa yang dilaporkan negatif rabies. Data hasil wawancara dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan dendogram. Hasil penelitian menunjukkan sistem pemeliharaan anjing yang baik di Kabupaten Tabanan dilihat dari status pemberian pakan (100%); status vaksinasi (98%); kondisi fisik anjing (94%); tidak memelihara HPR (87%); pemeriksaan kesehatan (83%); jumlah pakan per hari (80%); jumlah anjing yang dipelihara satu ekor (56%). Sistem pemeliharaan anjing yang buruk oleh ditunjukkan dengan jenis pakan (76,5%); cara pemeliharaan anjing dilepas (43,5%); kontak dengan anjing lain (61,5%). Tingkat pemahaman masyarakat yang buruk ialah tidak ada aturan adat/desa terkait rabies (71%). Tingkat pemahaman masyarakat yang baik meliputi status daerah bebas rabies (100%); pemahaman akan bahaya rabies (98%); mengetahui ciri-ciri rabies (98%); berpartisipasi dalam penyuluhan (74,5%); asal anjing (70,5%); dan mobilitas anjing (52%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sistem pemeliharaan anjing dan tingkat pemahaman masyarakat di Kabupaten Tabanan tergolong baik. Kata Kunci: Rabies, sistem pemeliharaan, pemahaman masyarakat, Kabupaten Tabanan iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian rabies di Bali untuk pertama kalinya dilaporkan pada tahun 2008. Kasus rabies pada manusia di Bali pertama kali teridentifikasi setelah adanya laporan kasus gigitan anjing yang berakhir dengan kematian di Desa Ungasan dan Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung (Supartika et al., 2009; Windiyaningsih et al., 2009). Diperkirakan rabies masuk ke Bali pada April 2008 (Putra et al., 2009). Sejak 18 Desember 2008 Bali dinyatakan positif rabies dan berstatus kejadian luar biasa (KLB). Pernyataan ini secara resmi ditegaskan dalam Peraturan Bupati Badung No 53/2008, Peratutan Gubernur Bali No 88/2008, Peraturan Menteri Pertanian No 1637/2008, dan Office International of Epizootic (OIE) (Putra, 2010). Dari data yang diperoleh bahwa, korban tewas akibat kasus rabies di Provinsi Bali sejak akhir 2008 hingga Februari 2011 sebanyak 122 orang (Nasution et al., 2013) dan sejak saat itu penyebaran rabies bersifat menyeluruh di daerah Bali hanya dalam waktu tiga tahun (Batan et al., 2014). Rabies di Provinsi Bali telah menyebar di berbagai wilayah yaitu Denpasar, Badung, Tabanan, Gianyar, Bangli, Karangasem, dan Buleleng (Faizah et al., 2012). Kabupaten Tabanan pada mulanya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang bebas rabies. Namun, status bebas rabies berubah sejak ditemukannya anjing, yang bertindak sebagai hewan penular rabies (HPR), dan dinyatakan positif terinfeksi virus rabies. Anjing tersebut berasal dari Desa Buahan, Kecamatan Tabanan pada tanggal 22 Agustus 2009. Pada tahun 2010 dilaporkan 15 kasus rabies terjadi pada anjing dan 5 kasus pada manusia. Kejadian rabies pada anjing paling banyak dilaporkan di Desa Pupuan. Berdasarkan data hasil penelitian tentang kejadian rabies pada anjing dan manusia di Tabanan dari tahun 2009-2014, terhitung 36 kasus rabies terjadi pada anjing dan 18 kasus pada manusia (Putra et al., 2015). iv
Kesuma (2015) menyatakan perkembangan kasus rabies pada anjing di Kabupaten Tabanan mengalami peningkatan pada tahun 2010 kemudian berangsur menurun pada tahun 2011-2012, bahkan pada tahun 2013 tidak ada satu pun kasus rabies yang dilaporkan terjadi di daerah Tabanan. Namun, pada tahun 2014 dilaporkan kembali terjadi kasus rabies dan pada tahun 2015 jumlah kasus rabies meningkat pesat sebanyak 41 kasus dan jumlah desa tertular rabies di Tabanan sebanyak 30 desa dari 113 desa. Faktor risiko penularan rabies di Bali begitu pula halnya di Kabupaten Tabanan meliputi status vaksinasi anjing, sistem pemeliharaan anjing, mobilitas anjing, pengetahuan pemilik anjing tentang penyakit rabies, kepadatan populasi anjing, dan pemahaman masyarakat tentang bahaya rabies (Dibia et al., 2015). Umumnya masyarakat di Tabanan memelihara anjing dengan cara diliarkan atau tidak di kandangkan untuk mempermudah anjing mencari makanannya sendiri. Pemikiran sederhana tersebut tanpa sadar menjadi faktor utama penularan virus rabies. Anjing yang dilepasliarkan berpeluang tinggi berkontak dengan hewan penular rabies (HPR) dan dapat menularkan virus rabies ke manusia (Batan dan Suatha, 2016). Kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung program pemberantasan rabies. Kasus rabies di Bali yang relatif tinggi dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit rabies (Suartha et al., 2014). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pemahaman dan sistem pemeliharaan anjing oleh masyarakat Tabanan di desa yang negatif rabies. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif acuan dalam mendukung program pencegahan dan penanggulangan rabies di Kabupaten Tabanan. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah sistem pemeliharaan anjing oleh masyarakat di Kabupaten Tabanan?; Bagaimanakah pemahaman masyarakat di Kabupaten Tabanan tentang penyakit rabies. v
1.3 Tujuan Penuliusan Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sistem pemeliharaan anjing dan pemahaman masyarakat Kabupaten Tabanan tentang bahaya penyakit rabies di desa yang negatif rabies. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ialah: Memberikan informasi mengenai kebiasaan masyarakat Kabupaten Tabanan dalam memelihara anjing yang tanpa disadarinya berperan dalam penyebaran rabies; Meningkatkan kesadaran masyarakat Kabupaten Tabanan tentang bahaya penyakit rabies. vi