BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat mengisi berbagai posisi di masyarakat. Remaja diharuskan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB V HASIL PENELITIAN

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB VI PENUTUP DAN SARAN

LAMPIRAN A SKALA UJI COBA A-1. PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

B A B I PENDAHULUAN. Republika tabloid (7 November 2013) membahas pada sebuah media cetak

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode perkembangan antara pubertas, peralihan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Remaja dalam perkembangan era globalisasi jaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja dalam perkembangan era globalisasi jaman sekarang ini diharapkan dapat mengisi berbagai posisi di masyarakat. Remaja diharuskan memiliki semangat, tidak hanya memikirkan kehidupan saat ini tetapi juga masa depan serta harus banyak belajar untuk menyerap berbagai informasidari berbagai media ( Rini& Czafrani,2010 ). Banyak informasi yang mudah didapatkanoleh remaja dari media, baik media cetak maupun elektronik. Hal tersebut tentunya membawa dampak positif maupun negatif bagi remaja.dampak positif media dapat menjadi alat komunikasi yang interaktif serta memberikan wawasan bagi remaja. Beberapa media jugamemiliki pengaruh negatifpada masalah perilaku seksual remaja. Seperti beredarnya video pornoatau majalah porno yang memberikan informasi dan daya tarik bagi remaja untukmelakukan hubungan seks (Sitorus, 2010). Fenomena yang terjadi di masa sekarang yaitu terjadinya perubahan sosial yang cepat, dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang mengakibatkan perubahan pola kehidupan, etika dan nilai-nilai moral remaja khususnya hubungan perilaku seksual. Mudahnya mendapatkan informasi dari media cetak dan elektronik seperti film, VCD, buku-buku, majalah dan bacaan lainnya.berbagai obat-obatan terlarang, ganja, minuman

2 keras, pornografi juga beredar demikian mudah dikalangan remaja. Hal tersebut menyebabkan remaja semakin mudah untuk mendapatkan perubahan trend dan meniru berbagai tingkah laku yang di anggap mudah dinikmati (Wibowo,2012). Peran serta berbagai pihak diperlukan untuk menjadikan remaja sebagai generasi yang bertanggung jawab dan bermoral baik sehingga pada akhirnya remaja tidak salah langkah dalam bertindak, khususnya dalam berperilaku seksual. Orang tua memiliki peran penting sebagai fungsi kontrol, namun belakangan ini otoritas orang tua terhadap remaja semakin berkurang. Tidak ada yang membantu remaja untuk memilah hal yang baik maupun buruk untuk dirinya. Lemahnya kontrol sosial dan sanksi mengakibatkan remaja menjadi tidak terkontrol dan tidak terkendali (Kartono,2011). Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Suntrock, 2007). Menurut Hurlock (2012) remaja merupakan masa mencari identitas, remaja bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri remaja (Hurlock, 2012). Terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus ditempuh oleh remaja yang menuntut perubahan besar baik perilaku dan sikap remaja, sehingga sedikit dari remaja yang mampu untuk menguasai tugas-tugas remaja tersebut. Pada diri remaja juga terdapat perubahan-perubahan pada bentuk tubuh disertai dengan struktur, fungsinya serta perkembangan

3 karakteristik seksual primer dan sekunder yang merupakan awal dari kematangan seksual seseorang (Desmita,2005). Kematangan organ reproduksi pada remaja menimbulkan dorongandorongan seksual sehingga ada keinginan untuk memperluas pergaulan dan adanya ketertarikan dengan lawan jenis. Ketertarikan yang intensif dan intim tersebut memunculkan komitmen antar pasangan remaja untuk menjalin hubungan yang lazim yang disebut pacaran. Masa pacaran dianggap sebagai pendekatan antar remaja dari kedua lawan jenis, yang ditandai dengan saling mengenal pribadi baik kekurangan dan kelebihan masing-masing remaja. Ketertarikan remaja lebih banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan ketampanan dan kecantikan fisik (Wibowo, 2012). Saat remaja berpacaran terdapat kecenderungan terbangun suasana romantisme yang meningkatkan tingkat perilaku seksual dari tahap sentuhan ringan hingga hubungan seksual. Remaja yang tidak mampu mengendalikan diri dalam berpacaran cenderung melakukan aktivitas seksual sampai dengan pergaulan bebas, bahkan hingga sampai penularan HIV/AIDS (Wibowo,2012). Remaja putri banyak belajar untuk mengaitkan hubungan seks dengan cinta dan sering merasionalkan tingkah laku seksual dengan alasan karena terhanyut cinta. Banyak remaja putri telah berhubungan seks dengan pasangan yang mereka cintai dan ingin mereka nikahi. Alasan lain melakukan seks karena di dorong oleh pacar, mencoba-coba siapa tahu seks adalah cara untuk memperoleh kekasih dan keinginan seksual yang tidak berhubungan

4 dengan menyayangi dan mencintai. Remaja putra mungkin menyadari bahwa remaja putri telah disosialisasikan dengan etika cinta. Remaja putra juga tahu bahwa ada tekanan untuk memiliki pacar yang dirasakan oleh remaja putri (Suntrock, 2008). Dua pernyataan klasik yang sering dikatakan oleh remaja putra menunjukkan bahwa remaja putra paham pemikiran remaja putri tentang seks dan cinta. Remaja putra beranggapan jika pacarnya benar-benar mencintainya pasti mau melakukan hubungan seks dengannya. Remaja putri juga banyak yang beranggapan jika pacarnya tidak akan memaksa untuk melakukan hubungan seks jika benar-benar cinta (Suntrock, 2008). Menurut Suharto (2006) pengertian seksual itu sendiri seringkali diartikan secara sempit. Seksual hanya diasumsikan sebagai hubungan seksual alias hubungan kelamin dua insan. Seksual itu sendiri seharusnya menyangkut berbagai hal dari jenis kelamin, alat kelamin berikut selukbeluknya organ-organ reproduksi yang tentu saja di dalamnya hubungan seksual (Asmoro, 2006). Seks bebas menurut pendapat remaja adalah hubungan seks antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Pendapat yang paling ekstrim menganggap semua aktivitas seksual apabila pikiran mengarah ke hubungan seks merupakan seks bebas (Adikusuma, 2008). Hasil survey yang dilakukan oleh Anggreni dan Kinanti Wulandari terhadap 50 remaja SLTP, SLTA dan Mahasiswa berusia 13-21 tahun, tentang pacaran dan gaya boncengan sebagai pola berpacaran di Purwokerto.

5 Ditemukan waktu favorit berboncengan motor pada remaja adalah siang dan malam hari. Untuk remaja yang berada dalam lingkungan pendidikan yang sama memilih waktu pagi hari untuk berpacaran. Remaja menganggap waktu siang dan malam adalah waktu yang paling nyaman untuk boncengan dalam berpacaran. Sementara pagi hari merupakan waktu yang sering dilakukan remaja yang dalam lingkunganpendidikan yang sama untuk antar jemput (Wibowo, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyawatidan Suwarti (2011) dari 352 responden siswa menengah pertama di kabupaten banyumas, didapatkan responden yang telah berpacaran sebanyak 50 %. 50 % responden tersebut telah melakukan berbagai perilaku seksual yang meliputi 20% responden telah membaca majalah porno, dimana 70% membaca majalah porno sendirian, 5 % membaca majalah porno dengan pacarnya dan 25 % membaca majalah porno bersama teman-teman. Perilaku seksual lainnya adalah 53% responden telah menonton film porno serta 52 % responden telah melakukan masturbasi, semua responden berjenis kelamin laki-laki (Setyawati& Suwarti, 2011). Hasil penelitian tersebut juga di dapatkan 50% responden telah berciuman bibir dan 23 % responden pernah mencium bagian leher dan dada. Responden yang mengaku berciuman bibir78% berciuman bibir pada masa berpacaran 0-6 bulan, 10% pada masa pacaran 7-12 % dan 12% pada masa pacaran di atas 12 bulan. Responden yang mengaku mencium leher dan dada, 88% melakukan ciuman pada bagian dada dan leher pada usia pacaran 0-6

6 bulan, 6% pada usia pacaran 7-12 bulan dan 6% pada usia pacaran diatas 12 bulan. Dari 352 responden ditemukan 3 responden telah melakukan hubungan suami istri (Setyawati& Suwarti, 2011). Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, dimana pada usia SMP remaja sudah mampu melakukan perilaku seksual yang tidak sesuai pada usianya seperti menonton film porno, berciuman bahkan melakukan hubungan suami isteri. Pada usia pacaran 0-6 bulan remaja SMP tersebut sudah mampu untuk mencium bagian leher dan dada. Bagaimanakah masa depan remaja kedepan, jika pada usia SMP remaja sudah mampu melakukan perilaku seks yang tidak tepat untuk seusianya (Setyawati& Suwarti,2011). Terlebih dengan melihat fenomena sekarang ini dimana pergaulan remaja sangat bebas dan seks bebas juga sering terjadi pada remaja-remaja yang sedang menjalin masa pacaran. Remaja beralasan apa yang dilakukan sebagai wujud kasih sayang terhadap pacarnya. Kondisi tersebut meresahkan orang tua khususnya dan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan hasil wawancarapada hari Rabu tanggal 17 Oktober 2012dengan guru bimbingan konseling SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto, SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto memiliki aktivitas belajar yang padat serta tata tertib yang ketat.banyaknyaremaja SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto yang kos dan jauh dari orang tua, memaksa pihak sekolah juga bekerja sama dengan induk semang. Sehingga terjalin hubungan segitiga antara guru, orang tua serta induk semang guna mengontrol

7 pergaulan remajanya. Kerja sama tersebut ternyata tidak menjamin remaja di SMK Telkom Shandy Putra memiliki imunitas terhadap seks bebas. Berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 24 Nopember 2012 dengan E remaja SMK Telkom Shandy Putra, diperoleh keterangan perilaku berpacaran remaja SMK Telkom Shandy Putra tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati dan Suwarti. Terdapat remaja yang diketahui sedang berciuman di salah satu ruang di sekolah, selain itu juga terdapat beberapa remaja yang menonton film semi porno bersama-sama di kelas bahkan di tahun 2011 terdapat remaja yang dikeluarkan karena melakukan hubungan suami isteri di kos. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 5 Maret 2013 terhadap subjek S di rumah kosnya, diperoleh keterangan dimana mantan pacar subjek pernah meminta subjek untuk melakukan raba bagian dalam. Subjek menolak permintaan pacarnya namun pacarnya memaksa sehingga pada akhirnya subjek mau melakukan raba dalam. Berdasarkan wawancara pada hari Sabtu tanggal 24 Nopember 2012 dengan subjek R dan C, perilaku berpacaran remaja saat ini sangat memprihatinkan. Rmengaku pernah memiliki pacar dan pernah diajak berciuman oleh pacarnya, namun R menolaknya dengan alasan norma agama serta sopan santun.subjek C sendiri mengaku pernah berpacaran, C mengaku tidak pernah berciuman selama masa pacaran. C selalu menolak pada saat pacarnya mengajak berciuman, dengan alasan agama dan sopan santun.

8 Keadaan ini sangat disayangkan, mengingat perilaku seks remaja sudah sangat menyimpang. Bahkan seks bebas sekarang menjadi bagian dari sosialisasi kelompok teman sebaya. Kelompok tersebut di dalamnya terdapat norma yang menekan anggota kelompok tersebut untuk mematuhi aturan yang telah ditentukan.bagi remaja yang mungkin belum pernah melakukan seks bebas akan terkucilkan dari kelompok sebayanya.banyak remaja yang ketika di tengah lingkungan keluarganya remaja tersebut merasa tidak berarti, hanyut dan tidak mempunyai status sosial yang bermartabat, merasa terkekang dan tidak berkembang. Pada saat di tengah kelompok teman sebayanya, remaja merasa diberi peranan yang berarti bahkan memperoleh nilai diri dan kehormatan (Kartono,2011). Lemahnya fungsi kontrol dari orang tua dan lingkungan sekitar menuntut remaja sendirilah yang harus mampu untuk mengontrol diri. Untuk terhindar dari seks bebas seharusnya remaja memiliki kemampuan untuk beradaptasi yaitu resiliensi. Resiliensi membuat remaja mampu untuk menyesuaikan diri dalam kondisi keadaan yang tidak menyenangkan dan bahkan dalam tekanan yang hebat (Desmita,2005).Apabila seorang remaja tidak memiliki daya lentur atau resilience sebagai tameng dirinya, bisa jadi perilaku seks bebas tersebut akan semakin meningkat. Reivich dan Shatte (2002)menyatakan resiliensi merupakan kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Resiliensi itu sendiri dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda, kemampuan tersebut terdiri dari : (1) Regulasi Emosi, (2) Pengendalian impuls, (3)

9 Optimisme, (4)Empati, (5) Analisis penyebab masalah, (6) Efikasi diri dan (7) Peningkatan aspek positif. Hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik (Reivich & Shatte, 2002). Banyuwati(2005) menyatakan untuk menjadi remaja yang resilien, remaja harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara terbuka sehingga remaja perlu memiliki perilaku asertif. Remaja yang bersikap asertif mampu berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, memiliki pandangan yang aktif tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya, mampu memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan dirinya(dalam Falah, 2009). Remaja harus memiliki perilaku asertif terhadap seks bebas, sehingga mampu bersikap tegas dalam mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapatmengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya. Remaja mampu menolak dengan santun terhadap ajakan seks bebas serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya.hal tersebut berfungsi agar remaja mampu menghindari terjadinya konflik yang sama dikemudian hari (Hapsari,2008).

10 Rathus & Nevid (1983) mengemukakan perilaku asertif merupakan tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Untuk menghadapiperilaku seks bebas, jika remaja mampu melakukan pertimbangan terhadap perilaku seks bebas, dimana pertimbangan tersebut akan memunculkan pemahaman tentang resiko perilaku seks bebas, maka remaja akan mampu untuk mengelola dorongan seksualnya secara baik dan dorongan seksualnya dapat disalurkan secara sehat serta bertanggungjawab(rosita,2012). Melihat fenomena-fenomena di atas ternyata ditemukan pula remaja yang memiliki perilaku asertif, dimana remaja tersebut dapat menolak ajakan melakukan seks bebas meskipun remaja tersebut jauh dari orang tuanya. Disisi lain terdapat remaja yang memilih melakukan perilaku seks bebas, maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian Pengaruh Perilaku Asertif Terhadap Resiliensi Dalam Menghadapi Tekanan Dari Pacar Untuk Melakukan Seks Bebas Pada Remaja PutriYang Berpacaran di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto. B. Rumusan Masalah

11 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan Apakah perilaku asertif memiliki pengaruh terhadap resiliensi dalam menghadapi tekanan dari pacar untuk melakukan seks bebas pada remaja putri yang berpacaran di SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, untuk mengetahui pengaruh perilaku asertif terhadap resiliensi dalam menghadapi tekanan dari pacar untuk melakukan seks bebas pada remaja putri yang berpacaran di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis yaitu menambah khasanah ilmu pengetahuan baru dalam bidang klinis, serta dapat menjadi acuan bagi peneliti. 2. Manfaat praktis bagi pihak SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto. SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto, diharapkan dapat melengkapi program kegiatan yang belum pernah diterapkan melalui pelatihan atau seminar sehubungan dengan seks bebas untuk meningkatkan resiliensi dan perilaku asertif remaja di SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto. 3. Hasil penelitian ini apabila terbukti untuk digunakan sebagai presensi bagi orang tua sehingga orang tua mengetahui perilaku berpacaran remaja dan memberi pengawasan bagi perilaku berpacaran remaja.