Gambaran Pengetahuan Klien tentang Swamedikasi di Apotek- Apotek Pekanbaru (The Study of Client s Knowledge about Self Medication at Dispensaries in Pekanbaru) Husnawati * ; Armon Fernando; Ayu Andriani Pratami ; & Fina Aryani SekolahTinggi Ilmu Farmasi Riau *Corresponding email: hoe5na@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan klien tentang swamedikasi di apotekapotek Pekanbaru. Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 apotek dan 150 responden yang melakukan swamedikasi di apotek apotek di Pekanbaru. Data dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50,67% responden yang tersebar di 3 apotek di Pekanbaru mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi. Kata Kunci: pengetahuan, responden, swamedikasi, apotek, Pekanbaru PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan, maka berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi alternatif yang diambil oleh masyarakat (Anonim, 2006). Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Anonim, 1993). Kota Pekanbaru memiliki jumlah penduduk 950.571 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk di Kota Pekanbaru, menyebabkan semakin tinggi pula angka kesakitan di kota Pekanbaru yang mengakibatkan semakin tingginya keinginan masyarakat untuk melakukan proses swamedikasi. Hal ini disebabkan oleh mahalnya biaya kesehatan jika ditempuh dengan berkonsultasi dengan dokter, kemudahan mendapatkan obat yang dimaksud, iklan, dan lain-lain. Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di apotek- 317
apotek kota Pekanbaru untuk melihat gambaran pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi. Pengetahuan responden dikatakan tinggi jika mean dan dikatakan rendah jika < mean. METODE PENELITIAN HASIL DAN DISKUSI Penelitian ini merupakan penelitian 1. Data Demografi Responden observasional yang bersifat deskriptif. a. Jenis Kelamin Responden Pengambilan data dilakukan dengan Berdasarkan hasil penelitian di apotek apotek penyebaran kuesioner yang terdiri dari 3 di Pekanbaru menunjukan bahwa yang bagian, yaitu kuesioner data demografi terbanyak melakukan swamedikasi berdasarkan responden, bagian pendahuluan dan kuesioner jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 76 tentang pengetahuan. Populasi dalam penelitian orang atau sebesar 50,67%. Hal ini karena ini adalah apotek yang berada di Pekanbaru dan perempuan lebih rentan terkena penyakit masyarakat yang berkunjung di apotek dan dibandingkan laki-laki dan perempuan lebih melakukan swamedikasi. Sampel dalam cenderung memperhatikan kesehatan baik penelitian ini adalah 3 apotek dan 150 untuk diri-sendiri maupun keluarganya (Rosjidi, masyarakat yang berada di Kota Pekanbaru 2014). Selain itu, perbandingan perempuan dan yang melakukan swamedikasi di apotek, dan laki-laki didunia ini memang sangat signifikan, bersedia berpartisipasi, dengan metode teknik dimana jumlah perempuan lebih banyak dari pengambilan sampel adalah metode Purposive pada laki-laki. Dengan demikian, baik langsung Sampling. Data yang diperoleh dianalisa dengan ataupun tidak, hal tersebut akan mempengaruhi melihat distribusi kenormalan data. perilaku pengobatan sendiri atau swamedikasi. Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Klien Jenis kelamin responden 1 Perempuan 76 50,67 2 Laki-laki 74 49,33 b. Rentang umur responden Dari hasil ini dapat dilihat bahawa dari 150 responden yang menjadi objek penelitian terdapat paling banyak responden berusia 17- < 27 tahun yaitu sebanyak 62 orang atau 41,33%. Tingginya jumlah responden yang berusia 17- < 27 tahun disebabkan karena masuk ke dalam kategori usia prima yang idealnya telah mandiri dan pada usia ini sebagian besar masyarakat masih mempunyai penyakit ringan. Oleh karena itu, obat-obat golongan swamedikasi lebih dipilih sebagai pengobatan untuk mengatasi penyakit ringan yang dialami karena obat-obat golongan swamedikasi ini mudah diperoleh tanpa resep dokter dan juga dapat mempersingkat waktu disela aktivitasnya. Pada usia >57 tahun tidak didapat masyarakat melakukan swamedikasi, hal ini disebabkan karena ketidaksanggupan yang disebabkan oleh faktor usia. Masyarakat yang berusia dewasa lanjut sudah tidak bisa pergi sendiri dan memerlukan pendamping atau bantuan kerabat atau saudara untuk membantu dalam 318
pengobatan, selain itu disebabkan kondisi fisik yang lemah dan sering sekali langsung berobat Umur Responden Tabel 2. Distribusi Umur Klien ke dokter atau berkonsultasi dengan dokter. 1 17- < 27 tahun 62 41,33 2 27 - < 37 tahun 44 29,33 3 37 - < 47 tahun 38 25,33 4 47 - < 57 tahun 6 4,00 5 57 tahun ke atas 0 0,00 c. Pendidikan terakhir responden Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang paling banyak melakukan swamedikasi adalah masyarakat yang berpendidikan terakhir SMA sebanyak 68 orang (45,33%). Hal ini sebanding dengan tingkat pendidikan di kota Pekanbaru yang sekitar 37,32% masyarakatnya didominasi oleh tamatan SMA (Anonim, 2015). Selain itu, hal ini mungkin disebabkan lokasi tempat penelitian tidak jauh dari universitas dan sekolah tinggi sehingga responden penelitian ini dominan tamatan SMA. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi (Mubarak, 2007). Jenis pendidikan merupakan macam jenjang pendidikan formal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan belajar, sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Sesuai dengan survei yang dilakukan oleh World Self- Medication Industry (WSMI), bahwa perilaku swamedikasi meningkat jumlahnya pada populasi yang tingkat pendidikannya lebih tinggi (Anonim, 2004). Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan maka kepedulian akan kesehatan diri sendiri akan semakin meningkat. Tabel 3. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden Pendidikan terakhir responden 1 SD 9 6,00 2 SMP 15 10,00 3 SMA 68 45,33 4 DIII 16 10,67 5 PERGURUAN TINGGI 42 28,00 6 Lain-lain 0 0,00 d. Status Pekerjaan Responden Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa masyarakat yang menjadi responden berdasarkan status pekerjaan yang paling banyak adalah bekerja, yaitu sebanyak 114 orang atau sebesar 76%. Pekerjaan mempengaruhi tingkat pengetahuan swamedikasi karena masyarakat yang bekerja akan mendapatkan pengalaman dan informasi yang lebih banyak tentang swamedikasi sebab 319
masyarakat yang bekerja lebih sering melakukan komunikasi dengan orang lain daripada masyarakat yang tidak bekerja dan biasanya masyarakat yang bekerja lebih tinggi pengetahuanya untuk meningkatkan kesehatan. Sesuai dengan teori Mubarak (2007), proses yang dijalani selama bekerja setidaknya mempengaruhi pola pikir masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan pengobatan sendiri yang diambil. Tabel 4. Distribusi Status Pekerjaan Responden Status Pekerjaan responden 1 Bekerja 114 76,00 2 Tidak Bekerja 36 24,00 swasta dan diikuti oleh wiraswasta, karena e. Jenis Pekerjaan Responden Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah pegawai swasta dan diikuti oleh wiraswasta. Jenis pekerjaan dapat berperan dalam menimbulkan penyakit salah satunya situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (Notoadmodjo, 2003). Oleh sebab itu jenis pekerjaan dapat mempengaruhi timbulnya penyakit. Masyarakat yang memilih menggunakan obat-obat yang termasuk dalam golongan obat swamedikasi sebagai langkah untuk mengatasi penyakitnya, terutama penyakit-penyakit ringan agar aktifitas pekerjaan mereka tidak terganggu. Hal ini kemungkinan menyebabkan sebagian besar yang melakukan swamedikasi adalah pegawai pegawai swasta dan wiraswasta belum semuanya dicover asuransi, sehingga masih banyak pegawai swasta dan wirasawasta yang cenderung masih melakukan swamedikasi. Selain itu, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran dan tenaga yang berat sehingga pada pekerjaan ini membuat masyarakat sering sekali membeli obat sendiri dikarenakan lebih mudah, praktis dan terjangkau tanpa harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu dan tidak akan mengganggu aktivitas waktu mereka. Kelompok PNS dan TNI/PORLI lebih sedikit disebabkan karena pada umumnya sudah memiliki asuransi kesehatan langsung dari pemerintah dimana pemerintah menyediakan fasilitas khusus seperti rumah sakit Tabel.5. Distribusi Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan responden 1 PNS 17 11,33 2 Pegawai swasta 58 38,67 3 TNI/POLRI 1 0,67 4 Wirausaha 37 24,67 5 Lain-lain 37 24,67 2. Soal pendahuluan a. Sumber obat yang digunakan pasien Dari hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa obat yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati sendiri yang paling banyak adalah mengobati dengan obat campuran sebanyak 69 orang (46%). Obat campuran dalam penelitian ini terdiri dari obat tradisional dan modern, 320
dimana pada obat tradisional berdasarkan kepercayaan masyarakat secara turun temurun memiliki efek yang lambat sedangkan obat modern memiliki efek yang cepat tetapi kebanyakan masyarakat takut akan efek samping obat tersebut, sehingga banyak masyarakat menggunakan obat tradisonal dan modern secara bersamaan karena keinginan masyarakat untuk cepat sembuh dan untuk mengurangi resiko efek samping. Tabel 6. Distribusi sumber obat yang digunakan pasien SOAL 1 a Mengobati dg obat apa saja yg ada dirumah 24 16,00 b Mengobati dg obat 11 7,33 tradisional/jamu c Mengobati dg obat campuran 69 46,00 d Mengobati dg obat modern 40 26,67 e Lain-lain 6 4,00 terjadi setelah orang melakukan pengindraan b. Cara Mengetahui Pengobatan Sendiri Berdasarkan hasil yang didapat bahwa masyarakat mengetahui cara pengobatan sendiri yang paling banyak adalah dari teman/saudara/tetangga sebanyak 44 orang atau sebesar 29,33%. Hal ini menunjukkan besarnya peranan teman/saudara/keluarga dalam memperngaruhi seseorang dalam memutuskan untuk mencari pengobatan sendiri. Jika dilihat dari arti pengetahuan yaitu pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Ini terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Hal ini menyebabkan orang sering melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dilihat, didengar, atau dirasa dan ini sebagian besar berasal dari teman/saudara/keluarganya yang selalu ditemui. Tabel 7. Distribusi cara mengetahui pengobatan sendiri SOAL 2 a Dari nenek moyang scr turunmenurun 18 12,00 b Dari teman/saudara/tetangga 44 29,33 c Dari brosur/iklan tv/iklan radio 40 26,67 d Dari dokter /petugas kesehatan 43 28,67 e Lain-lain 5 3,33 kepada apoteker dalam pemilihan obat yang c. Tempat memperoleh obat Berdasarkan pertanyaan tentang tempat memperoleh obat tersebut yaitu menunjukkan hasil apotek yang paling banyak, yaitu sebanyak 77 orang (51,33%). Hal ini mungkin dikarenakan apotek sudah memiliki apoteker, sehingga banyak masyarakat yang percaya disebabkan pendidikan dan pemahaman dari apoteker tersebut mengenai obat-obat di apotek. Sebagian responden membeli di supermarket, toko obat, warung, dan lain-lain ini dikarenakan lingkungan masyarakat berdekatan dengan tempat tersebut dan kepercayaan masyarakat akan obat warung 321
digunakan untuk sakit ringan, murah, dan praktis waktunya, kalau tidak sembuh dapat dilanjutkan berobat ke puskesmas atau mantri puskesmas. Tabel 8. Distribusi tempat memperoleh obat SOAL 3 a Apotek 77 51,33 b Warung 12 8,00 c Toko Obat 16 10,67 d Supermarket 43 28,67 e Lain-lain 2 1,33 d. Sumber informasi tentang swamedikasi Berdasarkan pertanyaan tentang sumber informasi obat yang diminum menunjukkan hasil lain-lain (selain iklan, pengalaman prbadi dan petugas kesehatan) yang paling banyak yaitu 43 orang (28,67%), diikuti dengan informasi dari petugas kesehatan. Banyaknya responden yang mengisi lain-lain karena mereka merasa mendapat informasi bukan dari iklan, pengalaman pibadi/keluarga dan petugas kesehatan, misalnya memperoleh informasi dari teman/tetangga. Banyak juga masyarakat mendapat informasi obat dari petugas kesehatan yaitu karena kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan dan karena petugas kesehatan sering sekali memberikan informasi. Banyaknya masyarakat yang mendapat informasi dari iklan menunjukkan bahwa iklan juga mempunyai pengaruh yang besar. Hasil ini sama dengan penelitian Rohmarmi (2004) diketahui bahwa pengaruh iklan sangat besar terhadap pemilihan obat oleh konsumen. Masyarakat mendapat informasi obat dari pengalaman pribadi atau keluarga yaitu dikarenakan saling mempercayai antara keluarga. Dimana pengalaman keluarga sudah pernah mengalami penyakit yang sama sehingga kemungkinan keluarga menganjurkan atau memberikan informasi pengobatan yang dipilih. Tabel 9. Distribusi sumber informasi tentang swamedikasi SOAL 4 a Iklan 36 24,00 b Pengalaman Pribadi/keluarga 30 20,00 c Petugas Kesehatan 41 27,33 d Lain-lain 43 28,67 semakin luas pengetahuannya. Namun perlu 4. Data pengetahuan klien tentang swamedikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik tentang swamedikasi. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut ditekankan bahwa seseorang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan nonformal. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan 322
pengindraan melalui panca indra manusia (Efendi, 2009). Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang(over behavior). Tingginya pengetahuan responden tentang swamedikasi mendorong mereka untuk melakukan swamedikasi. Tabel 10. Data Pengetahuan Klien tentang Swamedikasi Tingkat pengetahuan Klien 1 Tinggi 76 50,67 2 Rendah 74 49,33 KESIMPULAN Setelah dilakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan responden yang berkunjung ke UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Hibah Dosen Pemula apotek-apotek Pekanbaru tentang swamedikasi Dikti dengan Kontrak dengan menggunakan lembar kuesioner 45b.05.LP2M.STIFAR.III.2014 diperoleh hasil bahwa 50,67% responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan RI 922/Menkes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara izin apotik. Anonim, 2004, Drug Classification: Prescription and OTC Drugs, PAHO, P.1-2 Anonim, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Terbatas. Departement Kesehatan Republik Indonesia, jakarta Efendi (2009). Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Mubarak, 2007, Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses belajar mengajar dalam Pendidikan, Jakarta: Salemba Baru Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Rohmarmi, 2004, Pola Penggunaan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas Dalam Upaya Swamedikasi di Kota Surakarta, 6,38, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Rosjidi, C. H., 2014, Perempuan Lebih Rentan Terserang Penyakit Kardiovaskular, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jurnal Florence, Vol 7, 1 Januari 2014 323