BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN. Logika merupakan ilmu yang mempelajari metode-metode dan hukumhukum

BAB II KAJIAN TEORI. teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Belajar dengan Regulasi Diri. mengelola diri dalam kegiatan belajar yang mereka jalani (Omrod, 2009).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kurikulum holistik integratif anak usia dini dalam implementasi self regulated learning

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, serta metode analisis data. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang

SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION. (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang)

ARTIKEL ILMIAH. Oleh: RIZA JUNIARSIH NPM

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung dari tingkat penguasaan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting yaitu sebagai proses untuk

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dimanapun dan kapanpun di dunia pasti terdapat pendidikan. Hakikat

1 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.2, September 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog

DASAR-DASAR LOGIKA. Pemetaan Dasar. Sujanti, M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Hubungan Masyarakat

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Krulik dan Rudnick (Fachrurazi, 2011: 81) mengemukakan bahwa yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kilpatrick et al. (2001), strategic

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

Pengaruh Model Self Regulated Learning terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP Negeri 18 Palu

ARGUMEN DAN METODE DEDUKSI. Cece Kustiawan, FPMIPA, UPI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. adanya perbedaan yang signifikan antara self regulated learning pada mahasiswa 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

ARGUMEN (ARGUMENT) Drs. C. Jacob, M.Pd LOGIKA BERUSAHA UTK MEMBEDAKAN ARGUMEN VALID (CORRECT) & INVALID (INCORRECT)

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORETIS. Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

Logika Matematika BAGUS PRIAMBODO. Silogisme Silogisme Hipotesis Penambahan Disjungsi Penyederhanaan Konjungsi. Modul ke: Fakultas FASILKOM

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kemampuan Penalaran Logis Menurut Wahyudi (2008,h.3) mengungkapkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Penalaran, pengambilan kesimpulan, dan pemecahan masalah merupakan proses kognitif yang saling berhubungan. Pengambilan keputusan meliputi usaha untuk mencapai setiap variasi dan berbagi tipe tujuan. Beberapa alternatif yang tersedia. Penalaran adalah bentuk khusus dari berpikir dalam upaya pengambilan inferensi dan konklusi yang digambarkan oleh premis. Setiap penalaran adalah berpikir, tapi tidak semua berfikir adalah penalaran. Kemampuan merupakan kata bendadari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,sanggup) melakukan sesuatu, sehingga kemampuan dapat diartikan kesanggupan atau kecakapan. Penalaran menurut kamus Inggris- Indonesia merupakan terjemahan dari reasoning. Logis diambil dari kata logika. Logika berasal dari kata Yunani Kuno yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sulistianti (2009, h.2) mendefinisikan penalaran logis sebagai suatu dengan aturan-aturan logika.menurut Jacob (2001, h.4), penalaran kondisional berhubungan dengan pernyataan/proposisi: Jika..., maka.... bagian jika... disebut anteseden. Anteseden adalah variable yang dapat membantu untuk menjelaskan hubungan nyata (atau bagian dari hubungan) antara variable lain yang nominal dalam hubungan sebab dan akibat. Menurut Jacob (2007, h.4) ada empat situasi penalaran yang benar seperti berikut: 7

8 1) Mengesahkan anteseden: berarti bahwa bagian kaliamat jika... adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konlusi valid atau konklusi benar. 2) Mengesahkan konsekuen: berarti bahwa bagian kalimat maka... adalah benar. Penalaran ini menuju kepada konklusi invalid atau konklusi tidak benar. 3) Menyangkal anteseden: berarti bahwa bagian kalimat jika... adalah salah. Menyangkal anteseden mengarah pada konlusi invalid atau konlusi tidak benar. Menyangal konsikuen: berarti bahwa bagian kalimat maka... adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konklusi valid atau konklusi benar. Junaeti (2007,h.159) mengungkapkan bahwa perbedaan argumen pada empat situasi penalaran kondisional terletak pada premis minor dan konklusi dari keempat situasi penalaran kondisional tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Bentuk Umum Penalaran Kondisional Umum Mengesahkan anteseden Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : p. Konklusi : q. Mengesahkan konsekuen Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : q. Konklusi : p. Menyangkal anteseden Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : tidak p. Konklusi : tidak q. Menyangkal konsekuen Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : tidak q. Konklusi : tidak p.

9 Menurut Jacob (2007, h.149-151), penalaran silogistik (silogisme) meliputi: 1) Modus Ponen (MP) Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : p. Konklusi : q. 2) Modus Tollens (MT) Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : ~ q. Konklusi : ~ p 3) Silogisme Hipotesis Murni (SHM) Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : jika q, maka r. Konklusi : jika p, maka r. 4) Barbara Premis 1 : semua A adalah B. Premis 2 : semua B adalah C. Konklusi : semua A adalah C. 5) Silogisme Disjungtif (SD) Premis 1 : p atau q. Premis 2 : ~ p. Konklusi : q. 6) Dilemma Konstruktif (DK) Premis 1 : jika p, maka q. Premis 2 : jika r, maka s. Premis 3: p atau r. Konklusi : q atau s. B. Self-Regulated Learning (Kemandirian Belajar)

10 Djamarah, (2002, h.14) mengungkapkan bahwa indikator kemandirian belajar (Self-Regulated Learning) sebagai berikut: 1. Kesadaran akan tujuan belajar 2. Kesadaran akan tanggung jawab belajar 3. Kontinuitas belajar 4. Keaktifan belajar 5. Efisiensi belajar Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2010, h.285-7) ada dua faktor yang mempengaruhi regulasi diri, yaitu: a) Faktor Eksternal Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara : (1) Faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik dan buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang akan dipakai untuk menilai prestasi diri. (2) Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Faktor intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama, ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi. b) Faktor Internal Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh Internal, yaitu: (1) Observasi diri (self observation), dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, orisinal tingkah laku diri, dan seterusnya.

11 Orang harus mampu memonitor performasinya,walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya yang lain. (2) Observasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya. (3) Proses penilaian atau mengadili tingah laku (judgemental process): melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performasi. (4) Reaksi diri afektif (self response), berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri. Bisa terjadi tida muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual. Menurut Fasikhah dan Siti (2013, h.144) strategi, yaitu: a. Strategi regulasi kognitif Strategi yang berhubungan dengan pemrosesan informasi yang berkaitandengan berbagi jenis kegiatan kognitif dan metakognitif yang digunakan individu untuk menyesuaikan dan merubah kognisinya, mulai dari strategi memori yang paling sederhana, hingga strategi lebih rumit. Strategi kognitif meliputi: elaborasi dan metakognisi. b. Strategi regulasi motivasional Strategi yang digunakan individu untuk mengatasi stres dan emosi yang dapat membangkitkan usaha mengatasi kegagalan dan untuk meraih kesuksesan dalam belajar. Strategi motivasional meliputi : (1) Konsekuensi diri (2) Kelola lingkungan (environmental structuring) (3) Mastery self-talk (4) Meningkatkan motivasi ekstrinsik (extrinsic self-talk)

12 (5) Orientasi kemampuan (relative ability self-tal) (6) Motivasi intrinsik, dan (7) Relevasi pribadi (relevance enchancement) c. Strategi regulasi behavioral akademik Aspek regulasi diri yang melibatkan usaha individu untuk mengontrol tindakan dan perilakunya sendiri. Strategi regulasi behavioral yang dapat dilakukan oleh individu dalam belajar meliputi: mengatur usaha (effort regulation), mengatur waktu dan lingkungan belajar (regulating time and study environment) serta mencari bantuan (help-seeking). Beberapa peneliti mengemukakan karakteristik perilaku siswa yang memiliki keterampilan self-regulated learning antara lain sebagai berikut (Montalvo, 2004, h.3): 1. Terbiasa dengan dan tahu bagaimana menggunaan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu mereka untukmemperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi, dan menguasai informasi. 2. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengorganisikan dan mengarahkan proses mental untuk mencapai tujuan personal (metakognitif). 3. Memperlihatkan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti tingginya keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan emosi positif terhadap tugas (senang, puas, antusias), memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan situasi belajar khusus. 4. Mampu merencanakan,mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaikan tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari guru dan teman jika menemui kesulitan.

13 C. Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (2007,h.31), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang untuk membantu guru secara efektif menggunakan latihan-latihan agar guru mampu membentuk siswa menadapat perolehan yang menonjol dalam prestasinya, invertensi guru terfokus pada bagaimana cara guru tersebut mengajar agar terjadi pembelajaran aktif, fokus pada kebermaknaan belajar, mengatur seatwork, review harian dengan dengan latihan mental matematika, melakukan evaluasi, dan intruksi. Langkah-langkah dalam pembelajaran melalui modelmissouri Mathematics Project (MMP) adalah sebagai berikut: 1. Pendahuluan atau review a. Membahas PR b. Meninjau ulang pelajaran yang lalu, terutama yang berkaitan dengan materi baru. c. Membangkitkan motivasi 2. Pengembangan a. Penyajian ide baru sebagian perluasan konsep matematika terlebih dahulu. b. Penjelasan, diskusi demontrasi dengan contoh konkret sifatnya simbolik 3. Latihan dengan bimbingan guru a. Siswa merespon soal b. Guru mengamati c. Belajar kooperatif 4. Kerja mandiri a. Siswa bekerja sendiri untuk latihan atau perluasan konsep 5. Penutup

14 a. Siswa membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal-hal baik dilakukan serta hal-hal yang kurang baik harus dihilangkan b. Memberi tugas PR Menurut Widdiharto (2004, h.30), jika dicermati dari urutan langkah tersebut, model Missouri Mathematics Project (MMP) memiliki kelebihan antara lain: a) Banyak materi yang tersampaikan kepada siswa karena tidak terlau banyak memakan waktu. Artinya, penggunaan waktu dapat diatur relatif ketat. b) Banyak latihan sehingga siswa terampil dengan beragam soal. Selain itu, Widdiharo (2004, h.30), mengungkapkan pula bahwa model Missouri Mathematics Project (MMP) memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a) Kurang menempatkan siswa pada posisi yang aktif b) Mungkin siswa cepat bosan karena lebih banyak mendengar D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan Judul, Populasi/Sampel, Peneliti Tahun Penelitian, Hasil Penelitian dan Metode Penelitian Restu Rahayu Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Missouri Mathematics Project (MMP) dalam Upaya Meningkatkan penalaran logis tentang Himpunan yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

15 Peneliti Malinda Anggela Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis Siswa SMP. Siswa kelas VII SMP Judul, Populasi/Sampel, Tahun Penelitian, dan Metode Penelitian Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2014/2015, Eksperimen. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa siswa kelas VII SMP Pasundan 3 Bandung tahun ajaran 2015/2016 matematika secara Problem Based Learning (PBL). Kesimpulannya, kemampuan penalaran logis matematis yang memperoleh pembelajaran matematika dengan Hasil Penelitian model Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara Problem Based Learning (PBL). Kemampuan penalaran logis siswa SMP yang memperoleh model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Kesimpulannya, pengaruh penalaran logis siswa yang menggunakan model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

16 E. Kerangka Pemikiran Kondisi Awal Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Model Pembelajaran Problem Based Learnng (PBL) SRL Kemampuan Penalaran Logis Kemampuan Penalaran Logis SRL Apakah kemampuan Penalaran Logis siswa SMP yang memperoleh Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) terdapat perbedaan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran Problem Based Learnng (PBL). Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran F. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi 1) Model pembelajaran yang tepat akan mempengaruhi kemampuan penalaran logis siswa. 2) Penyampaian materi dengan menggunaan model pembelajaran yang sesuai akan meningkatkan kemampuan penalaran logis dan siswa akan aktif dalam mengikuti pembelajaran sebaik-baiknya. 2. Hipotesis 1) Terdapat perbedaan kemampuan penalaran logis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project

17 (MMP) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). 2) Terdapat perbedaan kemampuan Self-Regulated Learning siswa SMP yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).