BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

PENDAHULUAN Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

TINJAUAN PUSTAKA. dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

II. TINJAUAN PUSTAKA

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama

PENDAHULUAN Latar Belakang

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

1 Universitas Indonesia

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pertanian di Indonesia Dengan adanya kekayaan hayati dan Sumber Daya Alam (SDA) merupakan anugrah yang harus dibangun dan dilestarikan bukan justru kepunahan dan kehancuran alam. Dengan kekayaan hayati dan SDA Indonesia ditakdirkan sebagai negara yang cocok dalam bidang pembangunan pertanian yang tidak dipunyai oleh negara lain. Hanya bagaimana mengatur strategi pembangunan pertanian sehingga negara Indonesia mampu menjadi negara maju dengan dukungan kekayaan SDAnya. Perjalanan permbangunan pertanian Indonesia mengalami pasang surut yang sangat dilematis. Indonesia sebagai negara agrais yang harusnya mengedepankan pertanian sebagai fundamental pembangunan yang berkelanjutan, agaknya patah di jalan dan pemerintah berpaling pada eksplorasi dan pembangunan teknologi tinggi industri kapal terbang, yang melupakan pentingnya pertanian karena dianggap hasil pertanian terhadap produk domestik domestik bruto (PDB) kecil, yang akhirnya mengalami keterpurukan seluruh sendi perekonomian di Indonesia setelah terjadi resesi ekonomi pada tahun 1997 (Sukino, 2013). Perkembangan pertanian di Indonesia apabila ditelusuri dari waktu ke waktu mengalami berbagai pasang surut. Bidang pertanian sebagai sebagai dasar perekonomian kerakyatan yang pada awalnya sangat diandalkan dalam menopang sendi-sendi pembangunan bangsa, pada akhirnya mengalami berbagai gejolak permasalahan. Penyebabnya adalah berbagai kebijakan yang justru menciptakan keadaan yang tidak menguntungkan bagi para petani. Kebijakan-kebijakan yang 6

7 ditempuh oleh pemerintah dan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan pertanian malah bermuara pada permasalahan yang sangat kompleks. Kebijakankebijakan tersebut hanya memberatkan para petani sebagai mayoritas pelaku di bidang pertanian. Upaya-upaya yang ditempuh dalam menyejahterakan kehidupan para petani dianggap belum berhasil. Karena dalam mengambil keputusan, pemerintah kurang berpihak pada kaum petani dan cenderung merugikan petani (Husodo, et al., 2004). Meskipun sektor pertanian memberikan sumbangan besar dalam penciptaan kesempatan kerja dan jaminan pendapatan kepada masyarakat, namun ketidakseimbangan sistematik masih sering terjadi pada kelompok masyarakat tani yang sebagian besar berada di perdesaan. Meningkatnya kesempatan untuk memperoleh akses faktor produksi serta potensi dan kesempatan yang beragam belum dapat mengurangi wajah kesenjangan antar sektor, antar daerah, dan antar golongan masyarakat pada sektor pertanian. Implikasi dari kondisi demikian membuat sebagian besar penduduk masih berada dalam kondisi tertinggal. Sehingga pembangunan pertanian seolah hanya menguntungkan pelaku kegiatan ekonomi pertanian yang lebih kuat. Hasil-hasil pembangunan pertanian tidak serta merta dapat merembes ke bawah sehingga tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani seperti yang diharapkan. Keadaan ini digambarkan oleh angka kemiskinan di perdesaan masih besar serta nilai tukar petani (NTP) yang tidak seimbang dengan kegiatan ekonomi non-pertanian. Meskipun perkembangan NTP telah relatif membaik namun belum merata terjadi di seluruh wilayah penghasil pangan (Sumodoningrat, 2001).

8 2.2 Lahan Pertanian Lahan mempunyai arti penting bagi masing-masing orang yang memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi investor swasta, lahan merupakan aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Adanya banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar masyarakat, petani, investor swasta, dan pemerintah dalam memanfaatkan lahan (Yudhistira, 2013). Menurut Hanafie (2010), penggunaan lahan/tanah dalam usahatani tanaman padi adalah berupa lahan sawah. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetakpetak dan dibatasi oleh pematang (gelengan), saluran untuk menahan/ menyalurkan air yang biasanya ditanami padi sawah. Lahan sawah dibedakan menjadi: a. Lahan sawah irigasi (berpengairan), yaitu lahan sawah yang mendapatkan air dari sistem irigasi, baik bangunan penyadap dan jaringannya yang dikelola oleh instansi pemerintah seperti Dinas Pengairan maupun oleh masyarakat. b. Lahan sawah tanpa irigasi (tak berpengairan) yang meliputi sawah tadah hujan (sawah yang pengairannya tergantung pada air hujan), sawah pasang-surut (sawah yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surutnya air laut), dan sawah lainnya (misalnya, lebak, polder, dan lahan rawa yang ditanami padi, dan lain-lain).

9 Semula fungsi utama lahan ialah untuk bercocok tanam padi, palawija, atau hortikultura. Kini dengan gencarnya industrialisasi, lahan-lahan produktif pertanian berubah menjadi pabrik-pabrik, jalan tol, permukiman, perkantoran, dan lain sebagainya. Jika dalam setahun alih fungsi lahan terdata sekitar 4.000 hektar, dalam lima tahun ke depan lahan produktif yang beralih fungsi mencapai 20.000 hektar (Suwandi, 2002). 2.3 Alih Fungsi Lahan Pertanian Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Hal ini mulai terjadi sejak dikeluarkannya paket-paket kebijakan yang mendorong investor dalam dan luar negeri menanamkan modalnya di bidang nonpertanian sekitar pertengahan 1980-an. Keperluan lahan nonpertanian mengikuti trend peningkatan investasi tersebut. Keperluan lahan untuk bidang nonpertanian semakin meningkat pula seiring dengan booming pembangunan

10 perumahan pada awal tahun 1990-an. Pemerintah memberikan berbagai fasilitas untuk mendorong pembangunan wilayah. Laju alih fungsi lahan dari yang semula digunakan untuk pertanian menjadi perumahan dan industri tidak dapat dihindari. Departemen Pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian terkait dengan keterbatasan lahan (Sudaryanto, 2002). Fenomena alih fungsi lahan pertanian sudah menjadi perhatian semua pihak. Penelitian yang dilakukan Winoto (2005) menunjukkan bahwa sekitar 187.720 Ha sawah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya, terutama di Pulau Jawa. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan total lahan sawah beririgasi seluas 7,3 juta Ha dan hanya sekitar 4,2 juta Ha (57,6%) yang dapat dipertahankan fungsinya sedang sisanya sekitar 3,01 juta HA (42,4%) terancam beralih fungsi ke penggunaan lain. 2.3.1 Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan Sumaryo dan Tahlim (2005) mengungkapkan bahwan pola konversi lahan dapat di tinjau dalam beberapa aspek. Pertama, alih fungsi lahan yang dilakukan secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Motif dari pemilik lahan pertanian untuk merubah penggunaan lahannya antara lain, karena pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal dan peningkatan pendapatan melalui alih usaha. Sebagaimana diketahui para petani umumnya berpendapatan sedikit karena kebijakan pemerintah dalam pengaturan harga komoditas pertanian yang kurang bijak dibandingkan dengan harga input pertanian yang tinggi. Sehingga mereka cenderung membuat tempat tinggal untuk keturunannya atau membuat usaha lain dengan mengalihfungsikan lahan pertanian milik mereka sendiri. Dampak dari

11 alih fungsi ini akan baru terasa dalam jangka waktu yang lama. Kedua, alih fungsi lahan yang diawali dengan alih penguasaan lahan. Pemilik lahan menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non pertanian. Para petani yang cenderung berpendapatan kecil akan menjual lahannya karena tergiur akan harga lahan yang ditawarkan oleh para investor. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan). Dampak alih fungsi lahan terhadap eksistensi lahan pertanian dengan pola ini berlangsung cepat dan nyata. 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu: 1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.

12 Menurut Soekartawi 2005 faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf kehidupan 2. Lokasi lahan pertanian yang strategis diminati untuk kegiatan non-pertanian 3. Fragmentasi lahan pertanian 4. Kepentingan pembangunan wilayah yang seringkali mengorbankan sektor pertanian 2.3.3 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan pertanian wilayah dan nasional (Nasoetion dan Winoto, 1996). Perubahan penggunaan lahan dapat dapat terjadi karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Dua hal terakhir terjadi lebih sering pada masa lampau karena kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah. Alih fungsi dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanah (Widjanarko, dkk., 2006).

13 2.4 Landasan Teori 2.4.1 Forecasting Peramalan merupakan suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa diwaktu yang akan datang dasar pola-pola diwaktu yang lalu, dan menggunakan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan polapola diwaktu yang lalu (Prasetyo, 2009). Peramalan atau forecasting merupakan metode untuk memperkirakan suatu nilai di masa depan dengan menggunakan data masa lalu. Peramalan diartikan juga sebagai ilmu yang memperkirakan kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Peramalan bukanlah suatu dugaan, peramalan menggunakan perhitungan matematis sebagai bahan pertimbangan. Tujuan dari peramalan adalah meramalkan nilai nilai atau keadaan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Peramalan menggunakan metode deret waktu yang didasarkan nilai masa lalu dari suatu variable atau kesalahan peramalan dimasa lalu. Tujuan peramalan deret waktu ini adalah untuk menemukan pola dalam deret data historis dan digunakan untuk mengekstrapolasikan pola dalam deret data tersebut kedalam masa depan. 2.4.2 Teori Produksi Menurut Rosyidi (2005) produksi tentu saja tidak akan dapat dilakukan kalau tiada bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya proses produksi itu sendiri. Untuk bisa melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumbersumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of production). Jadi semua unsur yang

14 menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi. Seperti yang baru saja disebutkan, faktor-faktor produksi itu terdiri atas : 1. Tanah Hal yang dimaksud dengan istilah land atau tanah di sni bukanlah sekadar tanah untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk pula di dalamnya segala sumber daya alam (natural resource). Itulah sebabnya faktor produksi yang pertama ini sering kali pula disebut dengan sebutan natural resources disamping juga sering disebut land. Dengan demikian, istilah tanah atau land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dan ataua tersedia di alam ini tanpa usaha manusia. 2. Tenaga Kerja Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja manusia (labour) bukanlah semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji, bertukang, dan segala kegiatan fisik lainnya. Hal yang dimaksudkan di sini memanglah bukan sekedar tenaga kerja saja. 1. Modal Barang-barang modal riil (real capital goods) adalah sebutan bagi modal, yang meliputi semua jenis barang yang di buat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-jasa. 2. Kecakapan Tata Laksana Ketiga faktor produksi yang telah disebutkan adalah faktor-faktor produksi yang dapat diraba (tangible), faktor produksi yang keempat ini merupakan faktor produksi yang sifatnya tidak dapat diraba (intangible). Lazimnya, kecakapan

15 (skill) merupakan sesuatu yang peranannya tidak sah lagi, tetapi sangat menentukan. Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan diantara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004). 2.4.3 Teori Konsumsi Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras adalah sebagai berikut: 1. Tingkat Pendapatan Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin tinggi pula daya belinya. Perubahan pendapatan akan mempengaruhi jumlah anggaran pengeluaran. Jika pendapatan menurun maka demikian pula tingkat pengeluaran akan menurun, sedangkan jika pendapatan meningkat maka demikian pula tingkat pengeluaran juga akan meningkat. Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang

16 baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah (Khoirina, 2011). 2. Jumlah Anggota Keluarga Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika harus diberi makan dalam jumlah yang sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2008). 3. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam memilih menu makan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga (Cahyaningsih, 2008). 4. Umur Memahami umur konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan, 2004).

17 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Padi Sawah Melakukan Alih Fungsi Lahan Ke Komoditi Perkebunan di Daerah Irigasi Namusira-sira, Kabupaten Langkat oleh Matondang (2011) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi sawah melakukan alih fungsi lahan adalah luas lahan dan kecukupan air irigasi, perbedaan penerimaan yang diperoleh petani padi sawah, kakao, dan sawit, perkembangan harga padi, kakao, dan sawit. Prakarsa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Sawah Di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan hasil bahwa alih fungsi padi sawah yang terjadi di daerah Deli Serdang banyak beralih fungsi menjadi tanaman hortikultura; laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang tertinggi pada tahun 2004; dampak yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang terdapat perbedaan yang nyata antara produksi padi sawah sebelum terjadinya alih fungsi lahan dengan produksi padi sawah setelah adanya alih fungsi lahan; proyeksi luas lahan padi sawah maupun produksi di Deli Serdang cenderung menurun dalam kurun lima tahun sejak tahun 2010; faktor-faktor penarik maupun pendorong yang menyebabkan alih fungsi lahan padi sawah terjadi di daerah Deli Serdang yaitu irigasi yang tersedia tidak baik dan tidak menyediakan pengairan yang cukup bagi daerah tersebut. Berdasarkan penelitian Irsalina (2010) yang berjudul Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah Di Kabupaten Langkat, hasil penelitian menunjukkan bahwa proyeksi

18 luas lahan sawah dan produksi padi tahun 2017 adalah 42.969,09 ha dan 124.435,52 ton. Diproyeksikan sebesar 36.603,91 ha atau 46% luas lahan sawah yang dialihfungsikan dan diproyeksikan produksi beras akan berkurang sebesar 106.002,41 ton sejak tahun 2007. Dampak alih fungsi lahan sawah terhadap kecukupan pangan diproyeksikan menyebabkan defisit produksi beras sebesar 23.110,05 ton pada tahun 2007. Penelitian Siregar (2011) yang berjudul Analisis Konversi Lahan Pertanian Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, hasil penelitian menunjukkan bahwa laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan dari tahun 2006 ke tahun 2010 untuk lahan pertanian tegal/kebun adalah 30,69% (7,67% per tahun) dan lahan pertanian sawah 16,12% (4,03% per tahun). Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya antara lain: 1) kemampuan fisik petani berkurang, 2) ketertarikan pada penawaran harga, 3) pembagian warisan, 4) alih profesi, 5) terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi, 6) kebutuhan mendesak, dan 7) jarak lahan yang terlalu jauh dari rumah petani. Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya antara lain: 1) mata pencaharian dan 2) investasi. Dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani antara lain: 1) pertumbuhan kota, 2) penambahan pendapatan non pertanian dan 3) kelengkapan sarana dan prasarana. Dampak negatif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani antara lain: 1) hilangnya mata pencaharian, 2) berkurang produksi pertanian sehingga berkurangnya pendapatan pertanian dan 3) ekosistem tidak seimbang. Luas lahan pertanian tegal/kebun dan sawah pada tahun 2015 diproyeksikan semakin

19 menurun akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang semakin tinggi. 2.6 Kerangka Pemikiran Lahan merupakan faktor terpenting dalam proses produksi pertanian. Kebutuhaan akan lahan yang semakin tinggi, menyebabkan alih fungsi lahan pertanian tidak dapat dielakkan. Ada banyak faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan terus terjadi. Sehingga jumlah luas lahan terus mengalami penurunan tiap tahunnya. Nilai ekonomi yang diberikan dari sektor pertanian masih kalah bila dibandingkan dengan sektor industri misalnya. Akibatnya, lahan yang sebelumnya merupakan lahan sawah dialihfungsikan menjadi lahan industri. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan antara lain, irigasi kurang baik dan budidaya komoditi pengganti lebih mudah. Sedangkan faktor petani menjual lahan sawah adalah harga yang ditawarkan tinggi, kebutuhan mendesak, lokasi proyek, dan lahan yang dimiliki terlalu kecil. Laju alih fungsi lahan yang semakin meningkat, di khawatirkan produksi tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan konsumsi. Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat, dan belum ada komoditi lain yang sepenuhnya dapat menggantikan. Untuk mengetahui jumlah produksi beras dan konsumsi beras tahun 2015-2020 dilakukan forecasting dengan mengguakan data produksi padi dan jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang tahun 2002-2014. Dengan mengasumsikan bahwa tingkat rendemen padi sebesar 65% dianggap tetap dan jumlah konsumsi per kapita sebesar 131,64 kg/tahun dianggap tetap (tingkat rendemen padi rata-

20 rata dan konsumsi beras rata-rata di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Deli Serdang) maka akan diketahui jumlah produksi beras dan konsumsi beras tahun 2015-2020.

21 Luas Lahan Produksi Padi Kabupaten Deli Serdang Faktor-Faktor Penyebab Petani Menjual Lahan Sawah: 1. Harga yang ditawarkan tinggi 2. Kebutuhan mendesak 3. Lokasi proyek 4. Lahan yang dimiliki terlalu kecil Faktor-Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan: 1. Irigasi kurang baik 2. Teknik budidaya komoditi pengganti lebih mudah Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Kabupaten Deli Serdang Produksi Padi Analisis Forecastinf Produksi Beras Tahun 2015-2020 Konsumsi Beras Tahun 2015-2020 Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

22 2.7 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Terjadi penurunan produksi beras yang disebabkan alih fungsi lahan sawah dan peningkatan jumlah konsumsi beras yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk.