1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, maka rumah sakit dituntut untuk melaksanakan pengelolaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan kesehatan tersebut sangat berpengaruh terhadap petugas kesehatan, pasien, pengunjung/pengantar pasien, dan masyarakat sekitar rumah sakit yang ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, maupun karena kondisi sarana dan prasarana rumah sakit yang tidak memenuhi standar (Kemenkes RI, 2010). Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban untuk menjamin upaya kesehatan dan keselamatan kerja petugas, pasien (patient safety) pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di rumah sakit dapat dihindari oleh petugas kesehatan sebagai pemberi pelayanan maupun pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit (Depkes, 2009). Keselamatan pasien (patient safety) merupakan tanggung jawab petugas kesehatan baik dokter maupun perawat yang ada di rumah sakit. Pengetahuan tentang
2 kesehatan dan keselamatan kerja diharapkan mampu memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan pasien (patient safety) yaitu mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Effendi, 2007). Akhir-akhir ini semakin sering terjadi infeksi nosokomial di sarana pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit baik yang dialami oleh petugas kesehatan itu sendiri maupun oleh pasien dan pengunjung. Secara epidemiologis kejadian tersebut berlangsung bersamaan pada lokasi waktu dan tempat yang sama, sehingga surveilans sederhana akan langsung men-judge sebagai sebuah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial (Inos) selalu identik dengan rumah sakit, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan yang terintegrasi dari seluruh pihak yang terkait agar kejadian infeksi nosokomial dapat dikendalikan. (Tietjen, et al, 2004). Infeksi nosokomial atau nosocomial infection adalah penyakit yang didapat selama dalam proses perawatan di rumah sakit setelah 3x24 jam. Infeksi nosokomial umumnya terjadi karena rendahnya sanitasi di rumah sakit, buruknya perilaku petugas maupun penderita atau pengunjung yang ada di rumah sakit, sehingga untuk menghilangkan infeksi nosokomial tidak cukup dengan memakai antiseptik saja. Namun lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan fisik, biotik dan sosial juga harus dikelola secara baik dan benar (Sutomo, 1996). Risiko terjadinya infeksi nosokomial dapat dicegah dengan merubah perilaku petugas kesehatan dengan cara meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan serta merubah sikap dan cara penggunaan alat pelindung diri yang baik dan benar, misal pemakaian sarung tangan yang benar dengan memperhatikan teknik
3 septik dan aseptik. Transfer organisme diantara pasien yang dirawat sering terjadi, baik melalui media petugas kesehatan (perawat) atau kondisi lingkungan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terjadi penurunan yang bermakna dari kolonisasi dan infeksi jika petugas kesehatan memakai sarung tangan bersih/steril sebelum kontak dengan selaput lendir atau kulit pasien yang tidak utuh untuk mencegah infeksi silang dari petugas ke pasien (Tietjen et al, 2004). Berdasarkan data dari WHO dalam Bady et al, (2007) bahwa presentase infeksi nosokomial di rumah sakit diseluruh dunia mencapai 9% (variasi 3-21%). Sekitar 8,7% dari sebanyak 55 rumah sakit di 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10%. Infeksi nosokomial menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan pada 11 rumah sakit yang ada di Jakarta, menunjukkan bahwa sebanyak 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi baru selama dirawat. Lama perawatan merupakan suatu proses yang dijalani pasien dari pertama masuk sampai dengan pasien keluar dari rumah sakit. Semakin lama pasien dirawat maka dapat meningkatkan risiko untuk terpapar infeksi akibat mikroorganisme yang ada di rumah sakit. Pasien dengan tindakan pemasangan infus lebih dari 3 hari berisiko terkena infeksi nosokomial sebesar 1,85 kali dibanding dengan pasien yang menggunakan infus kurang dari 3 hari, dan untuk pasien dengan pemasangan kateter
4 yang lebih dari 3 hari akan berisiko terkena infeksi nosokomial 2,7 kali dibanding dengan yang dirawat kurang dari 3 hari (Mustafa, 2007). Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 5 September 2014 di RSUD X Palu diperoleh data pada rekam medik trimester kedua yaitu bulan April sampai Juni tahun 2014 dari total pasien yang dipasang infus sebanyak 2782 pasien yang mengalami infeksi pemasangan infus/phelebitis sebanyak 336 pasien (12,07%), dan sebanyak 439 pasien yang dioperasi yang mengalami infeksi luka operasi (ILO) sebanyak 43 pasien (9,79%). Hal ini masih jauh dari Standar Pelayanan Minimum (SPM) rumah sakit yaitu 1,5 % (Kemenkes, 2008). Pengetahuan perawat tentang K3 berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 5 September 2014 di ruang rawat inap bedah menunjukkan bahwa dari 27 perawat terdapat 3 orang perawat yang sudah pernah mengikuti pelatihan K3 atau hanya 11% saja dan yang lainnya belum pernah mengikuti pelatihan K3. Selanjutnya dilihat dari sikap dan cara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), masih banyak perawat yang belum memperhatikan tentang tindakan steril dan non steril sehingga memungkinkan terjadi infeksi silang pasien dengan pasien atau petugas dengan pasien. Untuk jumlah pasien yang dirawat di ruang rawat inap bedah pada bulan Agustus sebanyak 105 pasien dengan lama perawatan di ruangan rata-rata lebih dari 5 hari perawatan dengan jumlah 87 pasien (82,85%) dengan berbagai kondisi penyakit dan komplikasinya.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan rumusan rmasalah Apakah ada hubungan pengetahuan K3 perawat, penggunaan alat pelindung diri dan lama perawatan dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan K3 perawat, penggunaan alat pelindung diri dan lama perawatan dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian pada bulan November - Desember 2014 ini adalah 2.1. Menganalisis hubungan pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perawat dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu. 2.2. Menganalisis hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu. 2.3. Menganalisis hubungan lama perawatan dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu.
6 2.4. Menganalisis pengaruh antara pengetahuan K3 perawat, dan penggunaan APD secara bersama-sama dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap RSUD X Kota Palu. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat 1. Bagi rumah sakit, dapat memberikan gambaran dan informasi tentang pengetahuan K3 perawat, penggunaan alat pelindung diri dan lama perawatan dengan risiko infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat inap sehingga dapat dilakukan pencegahan, perbaikan serta menyusun program Standar Operasional Prosedur (SOP) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sesuai di ruang rawat inap rumah sakit. 2. Bagi perawat, dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja, agar dapat bekerja dengan aman, nyaman, sehat, dan selamat serta dapat melakukan pencegahan infeksi nosokomial ditempat kerja. 3. Bagi Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Kerja, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber data, informasi dan referensi ilmiah yang dapat menambah pengetahuan pembaca, serta dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi pengalaman berharga dalam menuntut ilmu di Perguruan Tinggi pada
7 bidang riset serta dapat menginspirasi untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan program S-3 atau program Doktor, dan sebagai upaya bentuk pengabdian. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Perbandingan Keaslian Penelitian Peneliti Judul Hasil Perbedaan Bady, Analisis kinerja Ada hubungan antara - Metode penelitian: et al. 2007 Perawat dalam pelatihan dengan kinerja observasional non Pengendalian perawat dalam eksprimental. Infeksi pengendalian inos dan - Analisis kuantitatif Nosokomial di tidak ada hubungan yang dan kualitatif. Ruang IRNA I bermakna antara faktor - Varibel penelitian : RSUP Dr. Sardjito, pendidikan dan fasilitas kinerja perawat. Yogyakarta. rumah sakit dengan - Tempat dan waktu kinerja SDM perawat penelitian. dalam pengendalian inos. Saerang, et al. 2011 Hubungan Pengetahuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja dan Sikap Pengguna Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Kecelakaan Kerja di Tempat Kerja pada Tenaga Keperawatan RSUD X Kupang. Ada hubungan antara Metode penelitian Pengetahuan K3 dengan deskriptif analitik. sikap Penggunaan APD. - Subyek peneliti. Dan ada hubungan antara - Variabel: pengetahuan K3 dan Kecelakaan kerja. sikap penggunaan APD - Tempat dan waktu secara simultan terhadap penelitian. kejadian Kecelakaan kerja sebesar 85,60%. Ristiawan, et al. 2013 Hubungan antara Lama Perawatan dan Penyakit yang menyertai dengan Terjadinya Infeksi Nosokomial di RSI Sultan Hadlirin Ada hubungan antara lama perawatan dengan kejadian infeksi nosokomial. - Metode penelitian deskriptif korelatif. - Analisis data: hanya sampai pada bivariat. Tempat dan waktu penelitian.