BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton. Sejalan dengan meningkatnya usha pembenihan ikan maupun udang indonesia, maka perlu tersedia makanan alami yang berkualitas dan jumlah mencukupi. Sebagian besar unitpembenihan telah mampu menyediakan fasilitas budidaya makanan alami. Namun demikian, seringkali seringkali penanganan yang kurang teliti dapat mengakibatkan ketidakmurnian phytoplankton yang dibudidayakan atau bahkan menjadi media budidaya tersebut sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami adalah suatu organisme dasr yang hidup dialam perairan yang keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk organisme yang di pelihara. 1
Pakan Alami baik phytoplankton maupun zooplankton sangat menentukan kualitas, kantitas, dan kesinambungan benih yang dihasilkan. Keberadaan unit kultur pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai salah satu unit dalan sebuah kesatuan sebuah usaha pembenihan (Isnansetyo dan Kurniastuti,1995).Penyedian pakan alami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang karena berpengaruh besar pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dan udang disamping penyediaan induk. Hal ini terkait dengan pakan alami yang merupakan sumber nutrisi dalam memenuhi kebutuhan setiap fase pertumbuhan ikan dan udang terutama pada fase larva/benih. Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin beragam jenisnya.salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan faktor penting di samping penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang dikehendaki Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton misalnya adalah fitoplankton genus 2
Tetraselmis. Tetraselmis termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm. Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah (Mujiman, 1984 ).Pembudidayaan plankton jenis Tetraselmis sp. tergantung pada kondisi lingkungan perairannya, serta diperlukan paket teknologi budidaya yang baik. Budidaya plankton berbeda di tiap-tiap negara sesuai dengan kondisi alamnya, misalnya Indonesia adalah Negara tropis dimana suhu airnya relatif sama sepanjang tahun dibandingkan dengan Negara lain termasuk Jepang. Dalam kultur fitoplankton ada dua tujuan, yaitu monokultur dan kultur murni. Bila hendak mengkultur fitoplankton sebagai makanan zooplankter cukuplah membuat monokultur, misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air payau. Tetapi bila mengkultur fitoplankter untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus hidup harus mengkultur fitoplankter yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa adanya bakteri (Sachlan, 1982).Untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pengetahuan tentang teknik kultur murni fitoplankton yang baik mutlak diketahui oleh mereka yangbergerak di bidang usaha perikanan baik dalam skala besar maupun kecil. 3
1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana karakteristik pertumbuhan Tetraselmis sp yang baik dalam upaya pembudidayaaan. 2. Bagaimana kondisi medium yang paling baik untuk pertumbuhan Tetraselmis sp. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik dan Sistematika Tetraselmis chuii Tetraselmis chuii termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 μm (Butcher, 1959). Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 μm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah. Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis dapat bergerak seperti hewan. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitut karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa. berikut : Butcher (1959) mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii sebagai Filum Kelas Ordo Sub ordo Genus Spesies Chlorophyta Chlorophyceae Volvocales Chlamidomonacea Tetraselmis Tetraselmis chuii 5
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15 o -35 o C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23 o -25 o C. Reproduksi Tetraselmis chuii terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua, empat, delapan dalam bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi diri dengan flagella. Sedangkan reproduksi secara seksual, setiap sel mempunyai gamet yang identik (isogami) kemudian dengan bantuan substansi salah satu gamet tersebut ditandai dengan bersatunya kloroplast yang kemudian menurunkan zygote yang sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986). Alga ini berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel dan seksual dengan penyatuan kloroplast dari gamet jantan dan gamet betina (Jaime,1984). Pada reproduksi secara aseksual protoplasma sel membelah menjadi 2,4, dan 8 sel dalam bentuk zoospora. Zoospora ini masing-masing akan dilengkapi dengan 4 buah flagella yang mana akan terlepas dalam bentuk zygospora (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Pada reproduksi secara seksual gamet jantan dan betina identik sehingga disebut isogami. Bersatunya kloroplast diikuti dengan menurunkan zygot baru yang akan berkembang menjadi zygot sempurna (Sachlan,1982). Peranan 6
tetraselmis sebagi salah satu alga laut yakni dimanfaatkan sebagai pakan ikan, udang dan kerang-kerangan dan alternative biodiesel. Zat gizi yang terkandung pada Tetraselmis chuii yakni mengandung 48,42% protein, lemak 9,70%, serat kasar 0,08%, NFE 20,63%, abu 21,17%, sisanya air (Fabregas dan Jaime,1984). Tetraselmis sp. termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm. 2.2 Pertumbuhan Mikroalga Pertumbuhan mikroalga, secara umum dapat dibagi menjadi lima fase meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase lag, pertambahan densitas populasi hanya sedikit bahkan cenderung tidak ada karena sel melakukan adaptasi secara fisiologis sehingga metabolisme untuk pertumbuhan lamban. Pada fase eksponensial pertambahan kepadatan sel (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh (µ) sesuai dengan rumus funsi eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Pada fase kematian kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Waktu generasi (G) adalah Waktu yang 7
diperlukan suatu mikroalga untuk membelah sel dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan (Sumarsih, 2007). 2.3. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tetraselmis sp. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari Tetraselmis sp., diantaranya sebagai berikut: 1. ph Variasi ph dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organic, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel. Kisaran ph untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5 sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Mujiman, 1984). 2. Salinitas Hampir semua jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapt tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-35 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990). 3. Suhu Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara 23-25 C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 15-35 C. Suhu di bawah 16 C dapat 8
menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36 C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Fabregas et al, 1984). 4. Cahaya Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Burlew, 1995). 5. Nutrien Nutrient dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti ammonia, nitrit dan senyawa organic dapat digunakan apabila kekurangan nitrat (Sumarsih, 2007). 6. Karbondioksida Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton 9
dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum (Sumarsih, 2007). 10
BAB III PEMBAHASAN Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Saat ini telah banyak ditemukan dan diidentifikasi manfaat dari mikoralga. Berikut adalah manfaatnya secara umum : 1. Sebagai peningkatan kesejahteraan ekonomi 2. Memiliki kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, kesehatan hewan peliharaan maupun kesehatan hewan produktif lainnya serta sumber hara yang dibutuhkan tanaman. 3. Mikroalga banyak digunakan sebagai energy alternative seperti bioethanol, biofuel, biodiesel, dll. 4. Mikroalga digunakan sebagai pengontrol kualitas air terutama perairan laut. 5. Memiliki nilai kelimpahan yang tinggi di Negara megabiodiversity Indonesia. Dari beberapa poin manfaat diatas, maka banyak dilakukan pembudi-dayaan mikroalga dengan kesinambungannya tercipta studi-studi mikroalga secara spesifik, terlebih cara membudidayakan mikroalga tergolong mudah karena makanan utama mikroalga ialah karbondioksida dan ia mampu tumbuh cepat dan dipanen dalam waktu singkat yakni 7-10 hari. Kegiatan kultivasi tumbuhan produsen primer ini menghemat ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi. Panen mikroalga minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat. 11
Beberapa mikroalga yang berpotensi diantaranya adalah Chlorella sp. dan Spirulina sp. sebagai suplemen, Dunaliella sp. dan Scenedesmus sp. berpotensi sebagai biofuel, dan beberapa spesies dari genus Tetraselmis yakni Tetraselmis chuii yang digunakan sebagai pakan ikan budidaya. Genus Tetraselmis masih belum terlalu banyak digunakan, padahal genus mikroalga ini memiliki kanandung protein (50%), lemak (20%), karbohidrat (20%), asam amino, vitamin dan mineral (Cresswell, 1989). Herba (2003) dalam Nurzana dkk. (2006), menambahkan bahwa mikroalga ini mengandung klorofil yang dapat berfungsi sebagai pembersih alamiah (mendorong terjadinya detoksifikasi), antioksidan, pencegah penuaan dini dan anti kanker. Oleh karena itu pembudidayaan genus Tetraselmis ini sangat diperlukan. Tertaselmis mempunyai klorofil (zat hijau daun) sehingga warnanya hijau cerah, dan tetraselmis dapat bergerak dengan cepat layaknya binatang karena tetraselmis mempunyai 4 buah bulu cambuk (flagella). Tertaselmis berkembang biak dengan cepat melalui pembelahan sel. Protoplasma sel vegetative mengadakan pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2-16 sel anak. Namun, tetraselmis juga dapat berkembang biak dengan cara kawin, yaitu dengan cara membentuk sel-sel kelamin (sel gamet) dari satu induk dapat dihasilkan 2-64 buah sel gamet, dan apabila sel gamet dan betina bersatu, akan membentuk zigot, kemudian zigot itu membentuk didding sel yang tebal dan kemudian beristirahat. Apabila masa istirahatnya telah selesai, terbentuklah 4 sel kembaran dari satu zigot yang kemudian tumbuh menjadi sel vegetative yang tumbuh seperti biasa. Budidaya Tetraselmis dilakukan dalam beberapa langkah, diantaranya : 12
1. Pembibitan Mencari bibit alami Tertaselmnis dapat kita lakukan sendiri di perairan laut dekat pantai. Seperti dikatakan Cotteau, (1996); Taw, (1990), kisaran salinitas hidup Tetraselmis cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt. Selain itu, karena dewasa ini Tertaselmis sudah banyak dibudidayakan orang terutama di tempat pembenihan udang, maka kita tinggal membibitnya saja dari tempat itu, kita perlu memurnikan kembali karena biasanya sudah banyak campurannya, baru setelah di anggap murni benar dapat dilakukan pengembang-biakkkan lebih lanjut (Suryana, 2013). 2. Pembudidayaan Tetraselmis sp. Membudidayakan Tertaselmis dapat dilakukan dalam wadah yang berbeda-beda tergantung selera pembudidaya.namun demikian, pembudidayaan dilakukan dalam wadah kapasitas 1 liter, wadah kapasitas 1 galon dan wadah kapasitas 200 liter. Pembudidayaan dalam wadah 1 liter dapat kita gunakan botol elemeyer yang telah dicuci bersih. Brgitu juga dengan selang plastik dan batu aerasi yang akan kita gunakan.. Setelah itu baru kita isi dengan air medium, yaitu air laut yang berkadar garam sekitar 15 per millimeter, lalu kita sterilkan terlebih dahulu dengan cara kita rebus, lalu kita beri larutan klorin atau penyinaran dengan lampu ultraviolet. Setelah itu, barulah kita campur dengan pupuk yang telah kita buat sebelumnya. 13
Pupuk tersebut terdiri dari berbagai macam bahan kimia yang jenis dan ukurannya sudah ditentukan. Setelah itu, baru kita taburi bibit Tetraselmis sebanyak 100.000 swl/ml. selanjutnya, kita letakkan pada ruangan yang teduh atau ber- AC dengan bantuan penyinaran dari lampu neon dan air selalu diudarai terus-menerus, setelah 5 hari biasanya tetraselmis sudah berkembang dengan kepadatan antara 4-5 juta sel/ml. Pembudidayaan skala kecil ini hasilnya akan kita gunakan untuk pembudidayaan dalam wada yang lebih besar lagi, yaitu wadah dengan kapasitas 1 galon atau wadah dengan kapasitas 200 liter atau 1 ton namun dengan cara atau teknik yang berbeda (Suryana, 2013). 3. Beberapa factor lingkungan yang perlu diperhatikan saat pembudidayaan Tetraselmis sp. a) Nutrien Nutrien dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. b) Suhu Suhu optimal kultur mikroalga secara umum antara 20-24 C, karena suhu rata-rata air laut tempat Tetraselmis berkembang biak adalah 20-24 C. Hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-36 C. Suhu di bawah 16 C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan 14
suhu di atas 36 C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw, 1990). c) Cahaya Cahaya merupakan sumber energy dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Fotosintesis terjadi karena mikroalga umumnya memiliki klorofil. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1996; Taw, 1990). d) Karbondioksida Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum (Cotteau, 1996; Taw, 1990). e) ph Variasi ph dapat mempengaruhi metabolism dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organic, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel (Dorling er. Al., 1997). Kisaran ph untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5 sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Cotteau, 1996; Taw, 1990). 15
f) Salinitas Kebanyakan jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis sp. memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990). Salinitas berpengaruh kepada kemampuan mikroalga untuk bermetabolisme. Keadaan salinitas yang tidak cocok akan memperlambat metabolism dan pertumbuhan mikroalga terutama Tetraselmis. Budidaya perlu dilakukan dengan tujuan selain mengkonservasi juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan agen hayati untuk menjawab permasalahan Negara terutama permasalahan ekonomi Negara. Sebelum pembudidayaan dilakukan, merupakan suatu keharusan untuk mempelajari terlebih dahulu mengenai karakteristik suatu spesies, karena dari mempelajari karakteristik inilah akan diketahui habitat kultur yang cocok dan nutrisi yang cukup untuk suatu spesies kultur sehinngga spesies kultur mampu beradaptasi dan tumbuh berkembang dengan maksimal. 16
BAB IV KESIMPULAN Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm. Tetraselmis chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15 o -35 o C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23 o -25 o C. Kondisi medium yang baik untuk pertumbuhan Tetraselmis chuii yaitu dengan wadah kapasitas bervolume besar > 200 liter serta memperhatikan faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, ph, salinitas dan pemberian nutrisi. 17
DAFTAR PUSTAKA Cresswell, R.C, Rees, T dan Shak,N. 1989. Algae and Cyanobacterial Biotechnology. Mc Graw Hill, London. Suryana, Agusna. 2013. Budidaya Tetraselmis. http://caracarabeternak.blogspot.com/2013/02/ budidaya-tetraselmis.html. Diakses pada tanggal 6 Nopember 2013 pukul 22:00 WIB. Nurzana, R. E., J. M. Maligan, T. D. Widyaningsih. 2006. Pembuatan Tablet Suplemen Makanan Mikroalga (Tetraselmis chuii) Kajian Perbedaan Jenis dan Proporsi Bahan Pengisi. Universitas Brawijaya, Malang. 18