BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap manusia. Sering kali manusia tidak mengindahkan kesehatan, walaupun hanya sebentar saja. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, namun untuk menjaganya perlu dilakukan tindakan pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) (Trisnayanti, 2003). Tindakan pencegahan dan pengobatan ini dilakukan untuk menghindari resiko terjadinya infeksi. Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk negara berkembang, termasuk Indonesia (Radji, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit yang pathogen atau agennya memiliki kemampuan untuk masuk, bertahan, dan berkembang biak di dalam tubuh (Timmreck, 2005). Infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, atau beberapa kelompok minor lain (mikroplasma, riketsia, dan klamidia) (Gould dan Brooker, 2003). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri Salmonella typhi (Arief Mansjoer, 2000). Bakteri Salmonella typhi (S. typhi) merupakan bakteri patogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ hati. Demam tifoid merupakan penyakit menular yang tersebar di seluruh dunia, dan sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan terbesar di negara sedang berkembang dan tropis seperti Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Insiden penyakit ini masih sangat tinggi dan diperkirakan sejumlah 21 juta kasus dengan lebih dari 700 kasus berakhir dengan kematian.
Di Indonesia, insiden demam tifoid diperkirakan sekitar 300-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun, berarti jumlah kasus berkisar antara 600.000-1.500.000 per tahun. Hal ini berhubungan dengan tingkat higienis individu, sanitasi lingkungan dan penyebaran kuman dari karier atau penderita tifoid. Pada daerah endemis yang sanitasi dan kesehatannya terpelihara baik, demam tifoid muncul sebagai kasus sporadic. Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) (1986) demam tifoid menyebabkan kematian 3% dari seluruh kematian di Indonesia. Rata-rata kasus kematian dan komplikasi demam tifoid selalu berubah antar wilayah endemis yang berbeda. Bakteri Salmonella typhi dapat menyebabkan penyakit yang parah di suatu wilayah tetapi hanya menimbulkan gejala penyakit yang ringan pada wilayah yang lain, berarti ada hubungan antara perbedaan wilayah dengan tingkat keparahan penyakit. Bakteri Salmonella typhi ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari seseorang penderita demam typoid. Bakteri ini akan masuk melalui mulut bersama makanan dan minuman dan kemudian hanyut ke saluran pencernaan. Apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia, tubuh akan berusaha untuk mengeliminasinya. Tetapi bila bakteri dapat bertahan dan jumlah yang masuk cukup banyak, maka bakteri akan berhasil mencapai usus halus. Kemudian bakteri berusaha masuk ke dalam tubuh yang ahkirnya dapat merangsang sel darah putih untuk menghasilkan interleukin yang merangsang terjadinya gejala deman, perasaan lemah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, sakit perut, gangguan buang air besar serta gejala lainnya. Usaha penyembuhan penyakit ini adalah dengan pengobatan bagi penderitanya. Semakin meluasnya penggunaan antibiotik, menimbulkan masalah baru yaitu meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Mardiastuti dkk, 2007). Resistensi mengakibatkan pengobatan penyakit menjadi sangat sulit, juga resiko timbulnya komplikasi atau kematian akan meningkat (Tjay dan Rahardja, 2007).
Meningkatnya resistensi bakteri patogen membuat orang untuk mencari jenis obat baru terus dilakukan dari berbagai bahan alam tumbuhan (Ahmad dan Beg, 2001). Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat banyak jumlahnya dan merupakan nomor dua terbanyak setelah Brasil. Keanekaragaman hayati yang terkandung diantaranya adalah tumbuhan yang berkhasiat obat (Sampurno, 2000). Berbagai tanaman obat telah diyakini memiliki khasiat untuk penyakit tertentu dan sebagai alternatif pengobatan pada berbagai penyakit (Agoes, 2010). Namun banyak orang yang masih menggunakan obat-obatan antibiotik dalam menangani adanya infeksi bakteri Salmonella typhi walaupun hanya untuk menangani penyakit infeksi pada luka di kulit yang kecil maupun besar. Penggunaan antibiotik ini dipengaruhi karena masyarakat belum mengetahui jenis tanaman mana yang memiliki khasiat sebagai penghambat pertumbuhan bakteri (antibakteri) dengan baik khususnya untuk menghambat bakteri Salmonella typhi. Lagipula banyak keuntungan dalam menggunakan obat tradisional antara lain relative lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi. Begitu banyak tanaman obat yang tumbuh di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mudah ditemukan. Namun kenyataannya, masyarakat belum mengetahui khasiatnya dalam menghambat bakteri, salah satu tanaman yang dimaksudkan adalah tanaman sirih (Piper betle L.) yang biasanya digunakan oleh masyarakat di Webalu (Weoe), Desa Weoe, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka untuk mengobati penyebab penyakit demam tifoid atau typhus abdominalis atau disebut juga demam enteric dengan cara ditumbuk hingga halus lalu direbus sampai mendidih setelah matang, biarkan hingga dingin lalu disaring kemudian minum. Sebagai daerah yang kaya akan bahan alam, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menanggulangi berbagai masalah
kesehatan. Meski penggunaan formalnya belum membudaya akibat keterbatasan kajian ilmiah, penggunaan obat tradisional cukup menjanjikan karena murah bahan bakunya, mudah diperoleh dan dapat ditanam sendiri serta dapat diramu sendiri. Penggunaan daun sirih (Piper betle L.) sebagai bahan obat mempunyai dasar kuat karena adanya kandungan minyak atsiri yang merupakan komponen fenol alami sehingga berfungsi sebagai antiseptik yang kuat. Sepertiga dari minyak atsiri tersebut terdiri dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol. Kavikol inilah yang memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol biasa (Dian Agustin, 2005:46). Dengan demikian, berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian eksperimen laboratorium dengan judul Pengaruh Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi Secara In vitro. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak daun sirih (Piper betle L.) berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi secara In Vitro? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi secara In Vitro. D. Kegunaan dan Manfaat Manfaat hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi kepada masyarakat untuk menggunakan daun tumbuhan sirih (Piper betle L.) sebagai obat tradisional untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Manfaat hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi pendukung untuk penelitian selanjutnya.