BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

VII. SIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membawa pengaruh pada. berbagai sektor ekonomi, baik sektor riil maupun sektor moneter.

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan pembangunan nasional dalam perekonomian terbuka seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7, No.1, (Juli 2013), 2. (Bogor, Ghalia Indonesia, 2005), 1.

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk. membutuhkan pendanaan dalam jumlah yang sangat besar.

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR DENGAN TINGKAT BUNGA SBI DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu kesempatan kerja yang tinggi, laju inflasi stabil, keseimbangan neraca pembayaran dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mantap. (Pohan,2008). Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan terpisah dengan kebijakan ekonomi makro lainnya. Hal ini terutama mengingat interdependensi atau keterkaitan antara kebijakan moneter dan bagian kebijakan ekonomi makro lain yang sangat erat. Pemahaman tentang interdependensi antara instrumen moneter dan indikator makro dirasa sangat perlu bagi pengambil kebijakan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan atau distorsi ekonomi. Gambaran tentang adanya interdependensi antara instrumen moneter dan indikator ekonomi makro sudah sejak lama dijelaskan. Berikutnya akan diuraikan teori-teori yang menjelaskan interdependensi instrumen moneter dan indikator makro dalam menentukan kegiatan perekonomian Dalam teori Keynes dijelaskan bahwa kebijakan fiskal merupakan faktor penting dalam menentukan permintaan agregat, sedangkan kebijakan moneter atau perubahan jumlah uang beredar (money supply) berpengaruh lemah terhadap permintaan agregat dan bahkan pada situasi tertentu dikatakan tidak bepengaruh. Jumlah uang beredar memerlukan instrumen lain agar bisa mempengaruhi permintaan agregat, melalui efeknya atas investasi dan bersifat tidak langsung

yaitu melalui tingkat suku bunga, dimana pengaruh tingkat suku bunga terhadap investasi relatif sangat lemah atau permintaan investasi swasta relatif sensitif terhadap tingkat suku bunga selama resesi (Ahuja, 2002). Golongan monetaris mengkritik pandangan Keynes, golongan ini dipelopori oleh Milton Friedman. Friedman meyakini sistem pasar bebas mampu menciptakan kesempatan kerja penuh dan penawaran uang sangat penting artinya dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dan tingkat harga. Mengenai bentuk kebijakan pemerintah, jika diperlukan kebijakan moneter lebih berperan dalam mempengaruhi kegitan perekonomian dibandingkan dengan kebijakan fiskal seperti yang diuraikan golongan Keynes. (Sukirno, 2004). Menurut Mundell-Fleming, efektif tidaknya kebijakan fiskal dan moneter dalam mempengaruhi pendapatan agregat bergantung pada regim nilai tukar yang berlaku. Pada kurs tukar mengambang atau fleksibel (floating or flexible exchange rate), kebijakan moneter efektif mempengaruhi pendapatan nasional. Sebaliknya untuk negara yang menganut nilai tukar tetap, hanya kebijakan fiskal yang efektif mempengaruhi pendapatan nasional. (Mankiw, 2000) Bercermin dari krisis pada tahun 1997 yang telah menimbulkan banyak permasalahan Krisis yang berawal contagion effect regional di Thailand, mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat internasional kepada negara-negara Asia termasuk Indonesia akhirnya nilai tukar rupiah merosot tajam. Kondisi ini diperparah dengan masalah perbankan yang harus segera diatasi, sehingga dilakukan likuidasi 16 bank bermasalah untuk menekan biaya produksi. Kegiatan ini ternyata menimbulkan rush, dan capital flight.untuk

mengatasi masalah ini Bank Indonesia memberikan bantuan pencairan dana likuiditas. Tak ada asap kalau tidak ada api, ternyata bantuan yang diharapkan bisa mengatasi masalah malah mengakibatkan bleeding besar-besaran sehingga mendorong laju inflasi semakin meningkat.hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah uang beredar yang tidak dibarengi dengan peningkatan produksi, naiknya biaya produksi akibat kurs overshooting, disribusi yang tidak lancar karena kondisi politik dan keamanan, dan seterusnya. Krisis moneter ini terjadi karena pembangunan nasional yang dilaksanakan sebelum krisis mengandung banyak kelemahan struktur dan penyimpangan atau distorsi ekonomi sehingga akhirnya menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Kondisi yang digambarkan pada saat krisis moneter itu adalah bukti yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan interdependensi antara instrumen moneter dan indikator ekonomi makro dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Perubahan pada suatu instrumen moneter dapat berakibat pada perubahan seluruh instrumen moneter lain dan indikator ekonomi makro. Selain itu, pemahaman akan interdependensi instrumen moneter dan indikator makro ini akan mengoptimalkan koordinasi kebijakan moneter dan kebijakan lainnya dalam melaksanakan tugas masing-masing. Mengerti tentang kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan suatu kebijakan dan apa efek nya terhadap instrumen dan indikator lainnya, merupakan modal bagi pelaku kebijakan untuk merumuskan suatu kebijakan agar kegiatan perekonomian yang diinginkan dapat tercapai.

Gambaran tentang interdependensi perkembangan instrumen moneter dan indikator makro dapat juga dijelaskan dari trend perkembangan indikator makro pasca krisis ekonomi tahun 1997 yang dapat dilihat dari gambar-gambar dibawah ini Gambar 1.1 (a) Trend RSBI (%) Gambar 1.1 (b) Trend Suku Bunga Domestik (%) Gambar 1.2 (a) Trend Jumlah Uang Beredar Gambar 1.2 (b) Trend Giro Wajib Minimum Gambar 1.3 (a) Trend Pinjaman Investasi oleh Bank Umum (Milyar Rupiah) Gambar 1.3 (b) Trend Nilai Ekspor Barang dan Jasa

Gambar 1.4 (a) Trend Tingkat Pengangguran Terbuka Gambar 1.4 (b) Trend Pertumbuhan Ekonomi Gambar 1.5 (a) Trend Inflasi Gambar 1.5 (b) Trend Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Bila kita lihat trend pergerakan RSBI satu dekade belakangan ini Gambar 1.1(a), SBI menunjukkan trend yang menurun. Kondisi ini diikuti oleh penurunan tingkat suku bunga domestik dan peningkatan jumlah uang beredar (Gambar 1.2(a). Dalam waktu yang bersamaan, BI cenderung meningkatkan GWM. Secara parsial, kenaikan GWM akan berdampak pada pengurangan jumlah uang beredar (Pohan, 2008) dan jumlah kredit yang disalurkan. Namun dari Gambar 1.2(b) dan Gambar 1.3(a) tidak demikian halnya. Trend jumlah uang beredar justru meningkat, demikian juga dengan jumlah kredit pinjaman investasi yang disalurkan. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Julaihah (2004), bahwa pada dekade yang diteliti, kenaikan JUB bukan disalurkan kepada

masyarakat, tetapi justru terserap oleh kenaikan GWM, akibatnya peningkatan JUB tidak menyebabkan pertumbuhan dalam sektor riil. Penurunan tingkat suku bunga domestik, secara teori akan direspon oleh dunia kerja dengan meningkatnya investasi, peningkatan lapangan kerja (penurunan tingkat pengangguran) dan naiknya pertumbuhan ekonomi. Demikian juga halnya yang terjadi di Indonesia seperti diperlihatkan pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4. Jumlah pinjaman investasi baik dalam bentuk rupiah maupun valas yang diberikan oleh Bank Umum selama periode 2002-2011 mengalami peningkatan. Seperti terlihat pada Gambar 1.1 (a), 1.2(a), penurunan tingkat suku bunga diikuti oleh penambahan JUB. Namun bila kita lihat Gambar 1.5(a), tingkat inflasi memiliki trend yang cenderung menurun. Ini mengindikasikan bahwa peningkatan JUB tidak signifikan mampu menyebabkan tingkat inflasi menaik. Hal ini sejalan dengan temuan Julaihah (2004), bahwa peningkatan jumlah uang beredar menyebabkan tingkat inflasi menunjukkan trend menurun. Kondisi ini tentu saja tidak sesuai dengan teori kuantitas uang yang disampaikan oleh kaum monetaris, bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan menyebabkan kenaikan secara proporsional terhadap inflasi (Mankiw, 2007). Secara teori, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar akan berpengaruh terhadap ekspor, dan selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan teori Mundell-Fleming (Mankiw, 2000), bahwa suatu negara yang memiliki perekonomian terbuka kecil dengan tingkat mobilitas modal yang tinggi, penurunan tingkat suku bunga dalam negeri akan memicu capital out flow. Akibatnya nilai tukar dapat turun sehingga harga barang domestik relatif lebih murah dibanding dengan harga barang di negara lain. Kondisi ini akan memicu

kenaikan ekspor. Dari Gambar 1.3(b) terlihat bahwa trend ekspor meningkat, namun pada Gambar 1.5(b) terlihat bahwa trend nilai tukar relatif stabil. Ini menandakan bahwa penurunan tingkat suku bunga domestik (Gambar 1.1(b) dalam jangka panjang tidak berpengaruh terhadap trend nilai tukar yang relatif stabil dan peningkatan eskpor juga tidak dipengaruhi oleh nilai tukar (ceteris paribus). Di satu sisi tingkat suku bunga cenderung menurun, namun nilai tukar relatif stabil. Demikian juga hubungan nilai tukar dengan ekspor. Ketika nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (katakan US dollar) rendah, ini berarti bahwa secara relatif harga barang Indonesia lebih murah dibanding dengan barang asing. Kondisi ini akan memicu meningkatnya volume ekspor.dari gambar 1.3 (b) dan Gambar 1.5 (b) tidak terlihat adanya hubungan jangka panjang antara nilai tukar dengan ekspor. Di satu sisi nilai tukar relatif stabil sementara di sisi lain ekspor terus meningkat. Hubungan nilai tukar dengan inflasi, dari data yang ada menunjukkan bahwa trend nilai tukar stabil mengakibatkan trend inflasi menjadi turun, tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh (Achsani dan Nababan), yang menyimpulkan bahwa terdepresiasinya nilai tukar akan meningkatkan inflasi khususnya pada kelompok transportasi dan komunikasi, hal ini terjadi karena masih banyaknya barang domestik yang mengandung unsur impor. Secar ringkas gambaran beberapa instrumen moneter dan indikator makro dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Instrumen Moneter dan Indikator makro periode 2000-2010 Tahun GWM (Milyar) JUB (Milyar) RDOM (%) EXC (Rupiah) INF (%) GROW (%) 2000 215.710,40 2.743.523,7 16,55 8534,418 4.85 4.90 2001 242.856,56 3.146.987,3 17,11 10265,67 12.075 3.34 2002 262.361,76 3.397.604,3 18,03 9261,17 11.425 3.43 2003 480.175,20 3.615.833,0 17,04 8571,165 6.25 3.88 2004 756.629,76 3.875.299,0 14,67 8985,418 6.15 5.13 2005 761.995,92 4.377.772,7 14,20 9750,585 10.7 5.53 2006 965.287,84 5.054.577,7 15,73 9141,248 12.275 5.35 2007 1.196.515,12 5.860.192,3 13,93 9163,665 6.475 6.32 2008 1.512.056,24 6.819.287,3 13,06 9756,748 10.6 6.00 2009 1.660.822,64 7.902.730,9 13,65 10356,17 4.295 4.50 2010 1.742.763,84 8.866.562,3 12,62 9078,25 5.2775 6.15 Sumber : SEKI, Bank Indonesia Interdependensi dari masing-masing indikator dapat jelas terlihat dari Tabel 1.1, Walaupun beberapa fenomena terlihat berbeda dengan teori (theory gap). Peningkatan jumlah giro wajib minimum pada tahun 2001 sebesar 12,58%, ternyata tidak mampu menahan peningkatan jumlah uang beredar uang beredar sebesar 40,35 %, walapun Bank Indonesia mencoba untuk mengurangi efeknya dengan melakukan tight money policy, meningkatkan suku bunga sebesar 17,11% akibatnya inflasi meningkat tajam sebesar 12,08% dari 4,85%. Peningkatan inflasi yang sangat tinggi ini juga dipicu oleh peningkatan dari sisi penawaran, yaitu peningkatan biaya produksi bagi industri-industri yang berbasis bahan baku impor. Kondisi ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 20,28% dari nilai tahun 2000. Akumulasi dari interdependensi seluruh instrumen moneter dan indikator makro ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi turun menjadi 3,34% pada tahun 2000. Kebijakan tight money policy yang dilakukan pada tahun 2001, dengan menaikkan tingkat suku bunga diharapkan dapat menurunkan jumlah uang beredar (Dornbusch 2008), tetapi ternyata kebijakan ini tidak cukup ampuh untuk

menarik jumlah uang beredar dimasyarakat, ditambah nilai rupiah yang terus merosot karena capital flight masih terus terjadi. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor moneter dan pemerintah. Bank Indonesia harus berhati-hati dalam penerapan kebijakan moneter, hal ini disebabkan karena pengaruh suatu variabel lain terhadap variabel lainnya dimungkinkan setelah adanya aksi (policy action) dilakukan. Sehingga perumusan kebijakan harus mengakomodasi efek tunda (time lag) yang akan menunjukkan pengaruh kebijakan setelah terlewatinya beberapa waktu tetentu. Ada unsur ketidakpastian dalam menyusun policy action akibat informasi berupa pengetahuan untuk perumusan kebijakan tidak sepenuhnya tercukupi. 1.2. Pernyataan Masalah Interdependensi variabel-variabel moneter dan makro merupakan suatu yang harus terjadi untuk pencapaian tujuan perekonomian secara umum. Ada beberapa kondisi yang menjadi fenomena dalam penelitian ini yang menjelaskan keterkaitan diantara instrumen moneter dan indikator ekonomi makro. Secara agregat berdasarkan trend perkembangan indikator ekonomi makro ada beberapa kondisi menarik yang menjadi fenomena dari Gambar di atas, yaitu ketika trend GWM naik ternyata trend JUB juga naik. Selanjutnya jika dihubungkan antara trend JUB dengan trend tingkat inflasi, dari kondisi yang ada menujukkan bahwa ketika terjadi peningkatan trend JUB, trend inflasi menunjukkan angka yang menurun. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan teori kuantitatif yang menjelaskan bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan menyebabkan kenaikan harga secara proporsional.

Fenomena berikutnya adalah jika dihubungkan antara trend RSBI dan tingkat suku bunga domestik yang turun, diikuti oleh peningkatan trend investasi, peningkatan ekspor dan peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi trend nilai tukar rupiah stabil, kondisi ini sebenarnya tidak sesuai dengan teori yang dinyatakan Mundell-Fleming (1960), menyatakan bahwa ketika bank sentral melakukan kebijakan ekspansif dengan menambah JUB, akan menurunkan tingkat suku bunga domestik. Penurunan tingkat suku bunga domestik dibawah tingkat suku bunga internasional akan mendorong arus keluar (capital outflow), banyaknya arus modal keluar mengakibatkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan depresiasi ini akan memicu kenaikan ekspor. Tetapi kondisi yang ada bahwa nilai mata uang rupiah menunjukkan trend yang relatif tetap (datar). Jika dianalisis secara parsial berdasarkan Tabel 1.1, data pada tahun 2001 dibandingkan dengan tahun 2000, ketika trend giro wajib minimum selanjutnya disebut GWM naik sebesar 12,58% ternyata jumlah uang beredar (JUB) juga naik sebesar 40,35%, usaha untuk mengatasi bleeding liquiditas terus dilakukan dnegan menaikkan tingkat bunga menjadi 17,11% dari sebelumnya 16,55%. Kebijakan tight money policy ini ternyata tidak berhasil mengatasi meningkatnya laju inflasi yang signifikan dari 4,58% menjadi 12,65% pada tahun 2011. Akibatnya nilai rupiah pun menjadi terdepresiasi 20,28% dari kondisi sebelumnya. Beranjak pada tahun 2002, kenaikan GWM sebesar 0,08%, sama sekali tidak membawa pengaruh terhadap JUB. Nilai JUB terus meningkat sebesar 25,06%, selanjutnya bank menaikkan suku bunga menjadi 18, 32% untuk mengatasi jumlah uang beredar yang melimpah dimasyarakat, ternyata jalan ini

cukup ampuh karena telah berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar 10,05%.Apresiasi nilai tukar telah menurunkan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi periode 2000-2011, data tertera pada tabel 1.1. 1.3 Perumusan Masalah Dari fenomena ini muncul beberapa pertanyaan, seperti; apakah ada keterkaitan antara instrumen moneter terhadap indikator ekonomi makro? Apakah instrumen moneter berperan signifikan dalam mempengaruhi kinerja indikator makro? Pada periode yang akan datang, variabel manakah yang akan memberi kontribusi terbesar terhadap indikator ekonomi makro? Secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana interdependensi instrumen kebijakan moneter terhadap indikator ekonomi makro di Indonesia. Secara khusus permasalahan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada interdependensi instrumen kebijakan moneter yang terdiri dari Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM ) dan Tingkat Bunga Fasilitas Diskonto (rdiskonto) melalui Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Bunga Domestik (rdom), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar US (EXC), Jumlah Ekspor (EXPOR), Jumlah Impor (IMP), Jumlah Investasi (INV) terhadap Tingkat Pengangguran (UNEMP) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 2. Apakah ada interdependensi instrumen kebijakan moneter yang terdiri dari Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM ) dan Tingkat Bunga Fasilitas Diskonto (rdiskonto) melalui Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Bunga Domestik (rdom), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar US (EXC), Jumlah Ekspor (EXPOR), Jumlah Impor (IMP), Jumlah Investasi

(INV) terhadap Keseimbangan Neraca Pembayaran (BOP) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 3. Apakah ada interdependensi instrumen kebijakan moneter yang terdiri dari Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM ) dan Tingkat Bunga Fasilitas Diskonto (rdiskonto) melalui Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Bunga Domestik (rdom), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar US (EXC), Jumlah Ekspor (EXPOR), Jumlah Impor (IMP), Jumlah Investasi (INV) terhadap Tingkat Inflasi (INF) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 4. Apakah ada interdependensi instrumen kebijakan moneter yang terdiri dari Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM ) dan Tingkat Bunga Fasilitas Diskonto (rdiskonto) melalui Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Bunga Domestik (rdom), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar US (EXC), Jumlah Ekspor (EXPOR), Jumlah Impor (IMP), Jumlah Investasi (INV) terhadap Tingkat Pertumbuhan (GROW) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 5. Bagaimana dampak simulasi shock instrumen kebijakan moneter terhadap shock indikator ekonomi makro yang terdiri dari shock pengangguran (UNEMP), shock neraca pembayaran (BOP), shock inflasi (INF), dan shock pertumbuhan ekonomi (GROW). 6. Bagaimana dampak simulasi kenaikan 5% (lima persen) shock instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) padatahun 2010 terhadap indikator ekonomi makro yang terdiri dari shock pengangguran (UNEMP), shock neraca pembayaran (BOP), shock inflasi (INF), dan shock pertumbuhan ekonomi (GROW)

1.4. Tujuan Studi Selain untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar doktor dalam Ilmu Ekonomi pada Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara, studi ini juga bertujuan secara umum untuk menganalisis interdependensi instrumen kebijakan moneter dan indikator ekonomi makro dan dampak shock instrumen kebijakan moneter terhadap indikator ekonomi makro periode 2000-2011 di Indonesia. Sedangkan secara khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis interdependensi instrumen kebijakan moneter terhadap indikator makro yaitu tingkat pengangguran pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 2. Untuk menganalisis interdependensi instrumen kebijakan moneter antara terhadap indikator makro yaitu kestabilan neraca pembayaran (BOP) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 3. Untuk menganalisis interdependensi instrumen kebijakan moneter terhadap indikator makro yaitu tingkat inflasi (INF) pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 4. Untuk menganalisis interdependensi instrumen kebijakan moneter terhadap indikator makro yaitu tingkat pertumbuhan pada tahun 2000-2011 di Indonesia. 5. Untuk menganalisis simulasi shock instrumen kebijakan moneter terhadap shock indikator ekonomi makro yang terdiri dari shock pengangguran (UNEMP), shock neraca pembayaran (BOP), shock inflasi (INF), dan shock pertumbuhan ekonomi (GROW).

6. Untuk menganalisis simulasi shock 5% (lima persen) shock instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) padatahun 2010 terhadap indikator ekonomi makro yang terdiri dari shock pengangguran (UNEMP), shock neraca pembayaran (BOP), shock inflasi (INF), dan shock pertumbuhan ekonomi (GROW) 1.5. Manfaat Studi Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu ekonomi, khususnya Ilmu Ekonomi Moneter dan Ekonomi Makro. Secara lebih spesifik berupa pengembangan model-model dinamik seperti Structual Vector Auto Regression didalam mengkaji dan menganalisis dampak kebijakan moneter terhadap indikator ekonomi makro. 2. Beberapa hasil temuan ini dimungkinkan sebagai bahan informasi (referensi) untuk pendalaman penelitian selanjutnya, mencari dan menganalisis modelmodel kebijakan moneter serta model-model untuk stabilisasi ekonomi makro di Indonesia. 3. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pengambil keputusan khususnya Bank Indonesia, mengenai indikator kebijakan moneter manakah yang paling berpengaruh terhadap indikator ekonomi makro di Indonesia. 4. Hasil kajian ini dapat memberikan informasi bagi pelaku ekonomi (investor, eksportir, importir dan produsen dalam negeri dalam merumuskan kebijakan moneter dan strategi ekonominya dalam mengantisipasi adanya perubahan kebijakan moneter.