BAB II Landasan Teori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WORKING PAPER ANALISIS ERGONOMI DESAIN JOK MOBIL PENUMPANG PADA KENDARAAN SUV (SPORT UTILITY VEHICLE) TIPE YZ DI PT. X

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

PENERAPAN KONSEP ERGONOMI DALAM DESIGN KURSI DAN MEJA BELAJAR YANG BERGUNA BAGI MAHASISWA

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1

DESAIN YANG BAIK DAN BENAR oleh: Dwi Retno SA, M.Sn.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

Antropometri Dan Aplikasinya Dalam Perancangan Fasilitas Kerja

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

REDESAIN MEJA DAN KURSI BERDASARKAN ANTROPOMETRI: KASUS SD NEGERI X

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Metode dan Pengukuran Kerja

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari. pembangunan masyarakat Pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Antropometri

BAB II LANDASAN TEORI

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ

BAB 2 LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

ANALISIS ERGONOMI DESAIN RUANG KERJA PENEMBAK PADA KENDARAAN TEMPUR ARMOURED PERSONNEL CARRIER DALAM VIRTUAL ENVIRONMENT

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV KONSEP PRANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina

PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah Kolak Jaya

19/03/2013. Apa Itu RULA? Contoh RULA Worksheet. Klasifikasi Skor RULA. Penghitungan Skor RULA. Contoh Kasus

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. baik, salah satunya adalah fasilitas kerja yang baik dan nyaman bagi karyawan,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

#2 Anthropometry. By : Dewi Hardiningtyas, ST., MT., MBA. Industrial Engineering Dept. University of Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 2 LANDASAN TEORI

EVALUASI FASILITAS KERJA BAGIAN FINISHING PERUSAHAAN MEUBEL DENGAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

93 Jurnal Rekayasa Sistem & Industri Volume 1, Nomor 1, Juli 2014

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS

Penentuan Faktor Resiko Musculetal Disorder (MSDs) Bagi Pekerja Pengglasir Keramik

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

Perbaikan Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) Di CV.XYZ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak

PENILAIAN POSTUR OPERATOR DAN PERBAIKAN SISTEM KERJA DENGAN METODE RULA DAN REBA (STUDI KASUS)

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KESESUAIAN KURSI PEMBATIK TERHADAP KONDISI ANTROPOMETRI PEKERJA BATIK TULIS

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PERANCANGAN ALAT BANTU PENGAMBILAN SAMPEL PADA ROAD TANK PT PERTAMINA EP CEPU

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II Landasan Teori 2.1 Desain Pengertian desain menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) berdasarkan keterangan dari Industrial Designers Society of America (IDSA) adalah layanan profesional dalam menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi yang mengoptimalkan fungsi, nilai, dan tampilan produk dan sistem untuk saling menguntungkan antara pengguna dan produsen. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa desain merupakan layanan yang berhubungan dengan pembuatan konsep, spesifikasi dan analisis data yang mengoptimalkan nilai dan fungsi produk untuk suatu projek tertentu yang saling menguntungkan antara produsen dengan konsumen. Proses desain bukan hanya mengutamakan bentuk dan fungsi dari produk akan tetapi bagaimana interaksi antara produk dengan pengguna (dalam hal penggunaan). Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) yang mengutip dari Drefyus (1967) menerangkan bahwa terdapat 5 tujuan penting dalam proses desain produk, antara lain : 1. Utility (Kegunaan) : Produk yang digunakan harus aman terhadap manusia, mudah pada saat pengoprasian/digunakan. 2. Appearance (Tampilan) : Bentuk yang unik dipadukan dengan garis yang tegas dan pemberian warna menjadi kesatuan yang menarik untuk produk. 3. Easy to maintenance (Kemudahan pemeliharaan) : Produk dirancang bukan hanya sebatas penggunaan saja akan tetapi harus dirancang agar mudah dalam pemeliharaan dan perbaikan. 4. Low cost (Biaya yg rendah) : Produk yang di desain harus dapat diproduksi dengan biaya yang rendah agar dapat bersaing. 5. Communication (Komunikasi) : Disain produk harus dapat mengaplikasikan nilainilai dari philosopi dan misi perusahaan sebagai cara mengkomunikasikan philosopi dan misi perusahaan kepada masyarakat Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 191) Pentingnya suatu desain pada produk harus memenuhi 2 dimensi, yaitu: ergonomi & estetika 2.2 Ergonomi 2.2.1. Sejarah dan Pengertian Ergonomi Sejarah perkembangan ergonomi dimulai pada tahun 1949 di Oxford Inggris, dimana hal itu terlahir dari hasil pertemuan sekelompok individu (yang pada akhirnya menamakan perkumpulan peneliti ergonomi) yang mendiskusikan tentang kinerja manusia. Dari hasil pertemuan tersebut munculah ergonomi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ergos berarti bekerja dan nomos yang berati hukum-hukum alam (Lehto & Buck 2008: 2) Menurut Soenandi, dkk. (2012) dalam jurnalnya yang mengutip dari Nurmianto (1991) ergonomi juga dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yaitu ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Sedangkan Dalam jurnal Nurfajriah dan Zulaihah (2010) Ergonomi adalah suatu cabang ilmu sistematis untuk memanfaatkan informasi informasi mengenai kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja dalam sistem yang baik, efektif, aman, dan nyaman 5

6 Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ergonomi adalah ilmu yang mempelajari penerapan teknologi mengenai aspek aspek manusia baik secara fisik maupun mental dengan lingkungan kerjanya. 2.2.2. Implementasi Ergonomi Menurut Nurmianto (2003) implementasi atau penerapan peranan ergonomi yaitu sebagai berikut : 1. Rancang bangun (design) ataupun rancang ulang (redesign). Pada rancang bangun ataupun rancang ulang ini meliputi perangkat keras misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan / lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lainnya. 2. Desain pekerjaan pada suatu organisasi. Di dalam desain pekerjaan pada suatu organisasi meliputi misalnya jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain lain. 3. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja ini misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain perkakas kerja (handtools) dimaksudkan untuk mengurangi kelelahan dalam bekerja, desain peletakan instrumen dan sistem pengendali dilakukan agar diperoleh optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kelelahan, serta agar didapatkan optimasi, efisien kerja dan hilangnya resiko kesehatan aktibat metoda kerja yang kurang tepat. 4. Desain dan evaluasi produk. Penerapan yang tidak kalah pentingnya dalam implementasi atau penerapan ergonomi yaitu desain dan evaluasi produk. Produk produk harus dapat dengan mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan adanya bahaya atau resiko dalam penggunaannya. 2.2.3. Kerugian Ergonomi Pada umumnya kerugian yang muncul dari aktivitas yang tidak memperhatikan ergonomi adalah musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot yang meliputi meliputi berbagai kondisi peradangan dan yang mempengaruhi kondisi otot, tendon, ligamen, sendi, saraf, dan juga termasuk yeri punggung bawah (Low Back Pain). Daerah tubuh yang paling sering terkena (MSDs) adalah punggung bawah, leher, bahu, lengan, dan tangan. dan tungkai bagian bawah. Berdasarkan Bridger (2003: 96) dalam bukunya Introduction to Enginering menyatakan bahwa jumlah pekerja dengan posisi duduk lebih banyak dibandingkan dengan pekerja pada posisi berdiri. Namun lamanya duduk pada kerja mempunyai hubungan/resiko terhadap low back pain. Maka dari itu untuk mengetahui kerugian dari aktivitas yang tidak ergonomi ergonomi pada posisi duduk dapat di ukur oleh metode pengukuran RULA (Rapid Upper Limb

Assessment). RULA merupakan suatu metode dalam ergonomi untuk mengetahui adanya keluhan muskuloskeletal pada daerah leher, badan, anggota gerak atas, dan sangat cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap. 2.3 Antropometri 2.3.1. Pengertian Antropometri Aspek ergonomi merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan pelayanan jasa produksi. Hal ini tidak terlepas dari ukuran anthropometri tubuh yang berhubungan dengan ergonomi tersebut. Menurut Nurmianto (2003: 50) antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Berdasarkan pengertian tersebut maka dengan kata lain bahwa antropometri dapat diartikan bahwa antropometri merupakan suatu ukuran dalam kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik ukuran tubuh manusia. Antropometri berhubungan dengan pengukuran keadaan dan ciri ciri fisik manusia. Informasi dimensi tubuh manusia diperlukan untuk merancang sistem kerja yang aman dan nyaman (Nurfajrian dan Zulaihah, 2010). 2.3.2. Sumber Variabilitas Antropometri Menurut Nurmianto (2003: 48) beberapa sumber variabilitas dalam antropometri yang mengakibatkan perbedaan satu populasi dengan populasi lain adalah sebagai berikut : 1. Keacakan / Random Meskipun telah terdapat dalam suatu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku / bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaaan yang cukup signifikan dalam berbagai macam masyarakat. 2. Jenis Kelamin Pada jenis kelamin ini terdapat perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan yang signifikan diantara mean (rata rata) dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita, maka dari itu data antropometrinya harus disajikan secara terpisah. 3. Suku Bangsa (Ethnic Variability) Variasi antar suku bangsa disebabkan karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara lain maka akan mempengaruhi antropometri secara nasional. 4. Usia Dalam usia digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu balita, anak anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Antropometri akan cenderung terus meningkat sampai batas usia dewasa dan cenderung menurun setelah menginjak usia dewasa karena berkurangnya elastisitas tulang belakang. 5. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan tertentu merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan perbedaan populasi misalnya buruh dermaga / pelabuhan harus mempunyai postur tubuh yang relatif besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. 6. Pakaian 7

8 Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain terutama untuk daerah dengan empat musim. 7. Faktor Kehamilan pada Wanita Faktor kehamilan pada wanita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. 8. Cacat Tubuh Secara Fisik Adanya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam pelayanan masyarakat. 2.3.3. Pengukuran Dimensi Antropometri Berdasarkan jurnal internasional Chuan, Markus, dan Naresh (2010) yang berjudul Anthropometry of the Singaporean and Indonesian populations melakukan pengukuran dimensi antropometri sebagai berikut : Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010). Gambar 2.1 Pengukuran Tubuh Pada Posisi Duduk

9 Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010). Gambar 2.2 Pengukuran Tubuh Pada Posisi Telapak Tangan & Kaki Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010). Gambar 2.3 Pengukuran Tubuh Pada Posisi Berdiri

10 Tabel 2.1 Data Antropometri Untuk Orang Indonesia Dimension Male citizens Female citizens 5th 50th 95th SD 5th 50th 95th SD 1. Stature 162 172 183 6,23 150 159 169 5,76 2.Eyeheight 151 160 172 6,3 139 148 158 6,12 3.Shoulderheight 134 143 155 6,41 123 132 141 5,91 4. Elbow height 99 107 114 5,12 91 99 108 6,4 5. Hip height 83 95 105 6,76 78 88 97 5,91 6. Knuckel height 68 75 82 4,75 63 70 78 4,37 7. Fingertip height 58 64 71 4,82 54 60 65 3,67 8. Sitting height 80 89 96 5,24 78 83 90 4,7 9. Sitting eye height 69 76 84 4,58 67 73 80 5,83 10. Sitting shoulder height 52 59 67 6,27 51 56 63 4,94 11. Sitting elbow height 19 24 30 4,74 19 25 32 5,19 12. Thigh thickness 12 16 22 3,59 11 15 19 3,22 13. Buttock-knee length 48 56 64 4,89 45 53 60 4,81 14. Buttock-popliteal length 40 46 54 4,82 37 43 51 4,21 15. Knee height 46 54 62 5,21 43 50 60 5,27 16. Popliteal height 38 44 49 3,78 38 44 50 3,92 17. Shoulder breadth (bideltoid) 36 45 52 4,66 37 43 53 5,43 18. Shoulder breadth (biacromial) 31 37 43 3,61 33 38 44 3,56 19. Hip breadth 28 35 43 4,41 29 35 45 7,22 20. Chest (bust) depth 16 21 27 3,5 17 21 28 3,38 21. Abdominal depth 15 21 29 4,46 14 18 25 3,44 22. Shoulder-elbow length NA NA NA NA NA NA NA NA 23. Elbow- fingertip length 42 47 56 4,55 37 43 50 4,27 24. Upper limb length 68 76 84 6,39 62 70 77 4,69 25. Shoulder-grip length 56 65 73 6,29 54 60 68 4,3 26. Head length 17 20 24 2,21 15 18 22 3,95 27. Head breadth 15 18 22 2,06 14 17 21 2,48 28. Hand length 17 19 22 1,64 16 18 20 1,72 29. Hand breadth 7 9 11 1,09 6 8 10 4,85 30. Foot length 22 25 29 2,58 21 23 26 2,63 31.Footbreadth 8 10 12 3,96 7 9 11 2,2 32. Span 158 172 186 8,5 146 156 170 7,61 33. Elbow span 78 86 96 5,97 73 79 89 5,38 34. Vertical grip reach (standing) 192 206 221 10,54 174 186 204 9,1 35.Verticalgripreach(sitting) 112 122 136 7,9 101 113 124 7,2 36. Forward grip reach 64 73 81 5,89 61 67 76 4,39 37. Body weight (kg) 50 63 89,25 13,19 39,80 53 80 11,68 Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010). 2.4 Aspek Antropometri Dalam Desain Jok Menurut Pheasant (2003:75) aspek antropometri dalam desain jok terdiri dari : 1. Tinggi Kursi Kursi yang memiliki ketinggian yang meningkat di luar ketinggian politeal height/tinggin paha bawah pengguna, akan menimbulkan adanya tekanan pada bagian bawah paha. Hal ini dapat menyebabkan kesemutan, kaki bengkak dan ketidaknyamanan yang cukup besar. Efek buruk tersebut dapat diatasi dengan memperpendek kursi untuk meminimalkan tekanan pada bagian paha. Untuk berbagai tujuan sebaiknya tinggi kursi adalah 5 presentil perempuan (400 mm bersepatu).

2. Kedalaman Kursi Jika kedalaman kursi melebihi bokong lipatan dalam lutut (5 presentil wanita = 435 mm), maka pengguna kursi tidak akan mampu untuk bersandar. Batas bawah kedalaman kursi tidak mudah untuk ditentukan. 3. Lebar Kursi Lebar kursi dalam jarak sandaran lengan harus memadai pengguna kursi terbesar. 4. Dimensi Sandaran Kursi Semakin tinggi sandaran kursi maka akan semakin efektif dalam mendukung beban badan. Kita dapat membedakan jenis jenis sandaran sesuai dengan keadaan tertentu yaitu sandaran tingkat rendah, sandaran tingkat menengah, dan sandaran tingkat tinggi. Sandaran tingkat rendah menunjang untuk pinggang dan daerah tingkat rendah saja. Sandaran tingkat menengah menunjang punggung atas dan bagian bahu. Sedangkan sandaran tingkat tinggi umumnya lebih baik untuk sandaran yang berkontur dengan bentuk tulang belakang khususnya memberikan dukungan positif ke daerah pinggang. Untuk dimensi sandaran yang dirokemendasikan adalah 400 mm 750 mm. 5. Sudut Sandaran Kursi Sudut sandaran kursi yang meningkat dari proporsi yang lebih besar dari berat badan maka gaya tekan antara batang dan panggul berkurang. Biasanya sudut optimal akan berada pada 100⁰-110⁰ 6. Sudut Kuris (Miring) Sudut kursi yang positif membantu pengguna kursi untuk mempertahankan sentuhan yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap kecenderungan untuk bergeser dari kursi. 7. Penyangga Lengan Lengan kursi dapat memberikan bantuan postural tambahan. Lengan kursi harus mendukung bagian dari lengan bawah tetapi jika sangat baik pengguna tidak harus melibatkan bagian bagian tulang siku dekat permukaan. 11 Sumber: Pheasant, Stephen Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. (2003). Gambar 2.4 Dimensi Tempat Duduk

12 2.5 Klasifikasi Kendaraan Dalam Baariq (2013) mengklasifikasikan mobil terbagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut : 1. Mobil Convertible Mobil convertible adalah mobil kecil dengan atap yang dapat dilipat, sehingga memungkinkan pengguna untuk merubah mobil dari kendaraan tertutup ke tipe terbuka. 2. Mobil Coupe Mobil coupe merupakan mobil kecil dengan dua pintu mobil dan dua tempat duduk penumpang (seater), ada juga yang empat seater dengan atap yang biasanya cenderung ke arah belakang. 3. Mobil Hatcback Mobil hatcback adalah mobil yang menggabungkan ruang penumpang dengan ruang kargo sedemikian rupa. 4. Mobil Minivan Mobil minivan adalah mobil menengah, lebih tinggi dari sedan atau hatcback yang paling dikenal adalah interior luas mereka. 5. Mobil Sedan Sedan berkisar dari menengah untuk model besar, dan biasanya memiliki dua baris kursi dengan ruang yang cukup, tidak seperti jenis coupe. 6. Sports Car Mobil ini dikemas dengan dua tempat duduk, dirancang khusus untuk jam kecepatan luar biasa. 7. Sport Vehicle (SUV) Kendaraan ini sering disebut kendaraan yang dirancang untuk berkendara di jalan biasa serta medan off - road. 8. Station Wagon Station wagon adalah kendaraan penumpang yang menampilkan atap relatif panjang dan area kargo yang luas di bagian belakang. 2.6 RULA (Rapid Upper Limb Assessment) RULA adalah suatu metode observasi subjectif untuk analisa postur yang berfokus pada tubuh bagian atas (Dockrell, et. al 2011). Dalam Dockrell, Diedre, dan Rose (2010) rula melibatkan alokasi skor numerik untuk postur diamati dari bagian tubuh yang berbeda (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang dan kaki). Metode rula akan menghasilkan nilai dari hasil kalkulasi dimana hasilnya akan berupa angka 1 sampai 7, dan angka tersebut akan di akan di golongkan menjadi 4 tahap dimana setiap tahap mempunyai tindakan yang harus di ambil berdasarkan tingkatannya. RULA digunakan untuk menilai postur tubuh, gaya, dan pergerakan yang berkaitan dengan tugas yang menetap, seperti pekerjaan pada komputer, menufaktur atau pekerjaan dagang dimana pekerja bekerja pada kondisi duduk atau berdiri tanpa bergerak (Stanton, et. al 2005 :7-1). Penilaian dalam RULA untuk mengetahui resiko upper limb disorber atau gangguan pada tubuh bagian atas. Untuk postur tubuh yang diamati dalam metode RULA terbagi menjadi dua grup utama, yaitu : Postur grup A : Terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan Postur grup B : Terdiri dari leher, batang dan kaki.

13 Dari kedua postur tersebut dilakukan penilaian berdasarkan posisi bagian tubuh yang diamati Dari kondisi tersebut dapat dilakukan penilaian sesuai dengan gambar dibawah: Sumber: Dockrell, et al, An investigation of the reliability of Rapid Upper Limb Assessment (RULA) as a method of assessment of children s computing posture, (2012) Gambar 2.5 Penilaian Postur Grup A Sumber: Dockrell, et al, An investigation of the reliability of Rapid Upper Limb Assessment (RULA) as a method of assessment of children s computing posture, (2012) Gambar 2.6 Penilaian Postur Grup B

14 Tabel 2.2 Penilaian Postur Grup A Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003) Tabel 2.3 Penilaian Postur Grup B Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003) Setelah melakukan penilaian terhadap postur tubuh grup A & B maka tahap selanjutnya adalah melakukan kalkulasi terhadap penilaian tersebut dalam papan penilaian RULA, untuk nilai yang dihasilkan akan menjadi nilai total RULA. Dalam penilaian RULA terdapat poin tambahan pada kedua grup yaitu muscle & force. Untuk muscle ditambahkan nilai 1 apabila postur tubuh statis, atau menahan dalam jangka waktu lebih dari satu menit, Jika untuk postur tubuh tidak statis & tidak melakukan pengulangan maka nilai tambahnya 0, dan jika postur tubuh dengan pengulangan yang tinggi atau pengulangan lebih dari 6 kali/menit maka ditambahkan nilau 1. Sedangkan untuk force jika tidak ada beban atau kurang dari 2 Kg beban yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 0, jika beban 2-10 Kg beban yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 1, jika beban 2-10 Kg beban statis atau 2-10 Kg beban berulang atau lebih dari 10 Kg beban yang berselang (intermittent) maka tambahkan nilai 2, jika beban statis 10 Kg atau lebih atau beban pengulangan lebih dari 10 Kg maka tambahkan nilai 3. Adapun untuk kalkulasi penilaian RULA pada papan nilai RULA dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini :

15 Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003) Gambar 2.7 Papan nilai RULA (nilai total) Setelah dilakukan penilaian postur tubuh dengan mengguanakan papan penilai RULA maka akan didapat nilai total/grand score RULA pada bagian tengah papan nilai. Dari nilai RULA tersebut dapat ditentukan langkah-langkah apa yang harus dilakuka, terdapat 4 tingkata tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil nilai RULA, semakin besar nilai total RULA maka semakin besar pula tindakan perbaikan yang harus dilakukan karena semakin besar nilai RULA maka semakin besar tingkat resiko terhadap gangguan tubuh, begitu pula sebaliknya jika semakin kecil angka nilai total yang di dapatkan maka akan meminimalkan resiko terhadap gangguantubuh. Berikut ini adalah tabel untuk level kegiatan yang harus dilakukan berdasarkan nilai RULA. Tabel 2.8 Level Kegiatan Berdasarkan Nilai RULA Total Nilai Tingkatan Tindakan 1 Atau 2 1 3 Atau 4 2 5 Atau 6 3 7 Atau lebih 4 Tindakan Postur dapat diterima dan tidak perlu dilakukan perbaikan Perlu investgasi lebih lanjut. Memungkinkan dilakukan perubahan Perlu investgasi lebih lanjut dan dilakukan perubahan segera Investigasi dan diperlukan perubahan segera Sumber: Dockrell, et al, An investigation of the reliability of Rapid Upper Limb Assessment (RULA) as a method of assessment of children s computing posture, (2012)

16