IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, pertanian, perkebunan dan industri. Tata guna lahan ini merupakan cara penetapan keputusan yang terkait tentang lokasi dan kapasitas berupa pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Pemanfaatan setiap bidang tanah sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan melakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar kerusakan tanah dapat diminimalkan. Kerusakan lahan pertanian sebagian besar disebabkan oleh pemilihan dan penerapan teknologi yang salah tanpa memperhatikan nilainilai ekologi. Penanaman yang dilakukan secara terus menerus tanpa ada masa istirahat dan penerapan teknologi yang kurang baik dapat menyebabkan kandungan unsur hara di dalam tanah semakin lama akan semakin berkurang/menurun dan mengakibatkan produksi tanaman semakin menurun maka akan memberikan peluang erosi yang sangat besar. Tata guna lahan di Desa Cihideung Udik dapat terlihat pada Lampiran 1. Peta tersebut dapat terlihat penggunaan lahan di daerah Desa Cihideung Udik ini masih berpotensial pada daerah pertanian, selanjutnya disusul oleh pemukiman dan gedung-gedung di daerah tersebut kemudian penggunaan lahan digunakan untuk daerah perkebunan. Hal tersebut juga dapat diperlihatkan pada jumlah luasan lahan di daerah Desa Cihideung Udik yang terlihat pada Tabel 2 atau Tabel 3. Tata guna lahan di Desa Cihideung Ilir dapat terlihat pada Lampiran 1. Peta tersebut dapat terlihat penggunaan lahan di daerah Desa Cihideung Ilir ini masih berpotensial pada daerah pertanian, selanjutnya disusul oleh pemukiman dan gedung-gedung di daerah tersebut kemudian penggunaan lahan digunakan untuk daerah perkebunan. Hal tersebut juga dapat diperlihatkan pada jumlah luasan lahan di daerah Desa Cihideung Ilir yang terlihat pada Tabel 2 atau Tabel 3. Akan tetapi, ada peralihan fungsi di desa Cihideung Ilir ini. Terdapat peralihan fungsi 25
dari daerah pertanian menjadi daerah pemukiman dan industri, yaitu dibangunnya perumahan-perumahan dan pabrik-pabrik di daerah tersebut. Tabel 2. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan data profil desa Komponen Desa Cihideung Udik Desa Cihideung Ilir (ha) (%) (ha) (%) Pemukiman, kantor dan prasarana umum 72.3 25.46 55.5 31.18 Persawahan 183.0 64.44 93.0 52.25 Perkebunan 24.2 8.52 27.0 15.17 Kuburan dan pekarangan 4.5 1.58 2.5 1.40 Total 284.0 100 178.0 100 Sumber : - Profil Desa Desa Cihideung Udik, 2009 - Profil Desa Desa Cihideung Ilir, 2009 Tabel 3. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan Bakosurtanal Keterangan Cihideung Udik Cihideung Ilir (ha) (%) (ha) (%) Pemukiman 65.260 21.062 38.8 21.276 Persawahan 215.700 69.615 130.7 71.669 Perkebunan 24.370 7.865 7.437 4.078 Lain-lainnya 4.517 1.450 5.428 2.977 Jumlah 309.847 100 182.365 100 Sumber : Peta rupa bumi (Bakosurtanal), 2008 Berdasarkan data yang diperoleh, dapat terlihat perbedaan luasan tata guna lahan di masing-masing desa. Terdapat perubahan luas lahan hasil data yang diperoleh dari profil desa dengan data luas tata guna lahan berdasarkan peta rupa bumi (Bakosurtanal) (2008) memiliki luas persawahan baik Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir lebih besar dibandingkan dengan luas lahan yang diperoleh dari data profil desa (2009), sedangkan untuk pemukiman, luas pemukiman baik di Desa Cihideung Udik maupun Desa Cihideung Ilir pada hasil data peta rupa bumi (Bakosurtanal) (2008) memiliki luas lebih sedikit (luas Desa Cihideung Udik 65.26 ha dan Desa Cihideung Ilir 38.8 ha) dibandingkan dengan 26
data dari profil desa (2009) yaitu Desa Cihideung Udik 72.3 ha dan Desa Cihideung Ilir 55.5 ha. Hal tersebut memperlihatkan bahwa terjadi peralihan fungsi tata guna lahan dari tahun 2008 ke tahun 2009 sehingga terjadi perubahan luasan tata guna lahan. Terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi penggunaan lahan di dua desa yaitu Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir. Kedua desa tersebut termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Cihideung Udik terletak pada koordinat 6 33 35-6 36 15 LS dan 106 42 25-106 43 25 BT dan Desa Cihideung Ilir terletak pada koordinat 6 33 40-6 34 50 LS dan 106 42 50-106 43 55 BT dengan batasan desa terdapat pada Lampiran 3. Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (1979), jenis tanah untuk wilayah Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir sebagian besar termasuk dalam jenis tanah latosol. Jenis tanah ini memiliki sifat fisik tanah yaitu tekstur halus, drainase sedang, dan sesuai untuk ditanami padi, tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Peta jenis tanah kedua desa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2, dengan luasan lahan terdapat pada tabel di bawah ini. Petakan lahan pertanian sawah baik Desa Cihideung Udik maupun Cihideung Ilir yang dialiri air irigasi dari cut throat flume dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Tabel 4. Luas lahan berdasarkan jenis tanah Jenis Tanah Luas lahan (ha) Cihideung Udik Cihideung Ilir Aluvial coklat 98.6 44.59 Regosol coklat 3.0 44.66 Latosol coklat - 88.82 Latosol coklat kemerahan 182.4 - Jumlah 284.0 178.0 Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agro Klimat, 1979 Tanaman yang ditanam pada petakan di Desa Cihideung Udik terdiri atas padi, singkong, jagung, ubi, dan kacang panjang. Tanaman yang paling dominan 27
ditanam di desa tersebut yaitu padi sekitar 28.29 % dari jumlah luasan petakan sawah yang dialiri air irigasi dari cut throat flume yaitu 3.36375 ha, kemudian ubi sekitar 25.5 %, jagung sekitar 14.27 % dan singkong 14.02 %. Luasan lahan jenis tanaman Desa Cihideung Udik terdapat pada Lampiran 13. Terdapat juga tanaman yang ditanam dengan menggunakan sistem tumpang sari seperti jagung dan ubi, katuk dan pepaya, ubi dan pepaya, serta jambu dan katuk. Tanaman yang ditanam pada petakan di Desa Cihideung Ilir terdiri atas padi, singkong, jagung, ubi, dan kacang panjang. Tanaman yang paling dominan ditanam di desa tersebut yaitu ubi sekitar 42.36 % dari jumlah luasan petakan sawah yang dialiri air irigasi dari cut throat flume yaitu 5.07165 ha, kemudian jagung sekitar 32.75 % dan padi sekitar 16.76 %. Terdapat juga tanaman yang ditanam dengan menggunakan sistem tumpang sari seperti jagung dan ubi. Luasan lahan jenis tanaman Desa Cihideung Udik terdapat pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil kuesioner yang diambil di dua desa tersebut secara acak, dapat diketahui pola tanam para petani tahun 2009 yang pada umumnya menggunakan pola padi-palawija-palawija. Rencana tanam untuk 2010 dengan pola padi-padi-palawija, karena jumlah air irigasi yang mengalir di dua desa tersebut mencukupi untuk penanaman sesuai dengan pola tersebut. Pada umumnya, para petani menanam padi sawah jenis IR 64 dan Cisadane, sedangkan untuk jenis tanaman palawija di anataranya adalah ubi, jagung, singkong, kacang dan jenis sayuran daun. Jumlah hasil panen padi yang diperoleh sesuai dengan luas lahan penanaman padi tersebut, hasil panennya antara 2.1-4.5 kw. Hasil kuesioner dapat diketahui pada Lampian 11. B. Jaringan Irigasi Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali. Irigasi digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman berupa membasahi lahan (penggenangan) dan menghindari gangguan hama dalam tanah. Pemberian air irigasi ini kepada muka tanah dari bidang yang letaknya lebih tinggi. Jaringan irigasi yang terdapat di daerah Desa Cihideung Udik dan Cihideung Ilir merupakan jaringan irigasi semi teknis. Di kedua desa tersebut air 28
irigasi yang dialirkan ke sawah dapat diatur oleh petaninya sendiri sesuai dengan kebutuhan tanaman atau masa pertumbuhan tanaman yang sedang ditanam atau kondisi/umur tanamannya. Pembagian air dilakukan tidak dengan seksama karena pembagian air yang dilakukan di desa tersebut hanya sesuai dengan pemikiran sebagai seorang petani saja, sehingga bila ada petani yang membutuhkan banyak air irigasi untuk persawahannya maka aliran air akan diperbanyak menuju sawahnya. Gambar 10. Bendung Cihideung Jaringan irigasi di kedua desa tersebut dibagi dalam jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama yaitu bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama/bendung, saluran primer, saluran sekunder, bangunan bagi, bangunan sadap, saluran pembuangan dan bangunan pelengkap. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi mulai air keluar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter, saluran pembuang, serta bangunan pelengkap lain yang terdapat di petak tersier. Air irigasi yang sampai ke petakan sawah dialirkan melalui saluran saluran irigasi yang meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kuarter. Air irigasi yang mengairi persawahan di Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir bersumber dari sungai Cihideung dengan memanfaatkan bendung Cihideung yang berada di Desa Cihideung Udik. 29
Pada daerah irigasi (DI) Cihideung terdapat 1 bendung, 12 bangunan sadap, 4 bangunan terjun, 2 jembatan, 1 gorong-gorong, 1 got miring. Saluran irigasi terdiri atas sluran primer dengan panjang 5.6 km dan saluran sekunder dengan panjang 3 km. Daerah irigasi dalam wilayah UPT Leuwiliang ini terletak di Kecamatan Ciampea dan direncanakan dapat melayani areal seluas 166 Ha meliputi desa Cihideung Udik dan Cihideung Ilir (Bappeda Kabupaten Bogor, data tahun 2006). Saluran irigasi ini terdiri atas 1 buah saluran primer dan 1 buah saluran sekunder. Saluran primer memiliki panjang 5600 m, saluran sekunder memiliki panjang 3000 m. Titik awal saluran berada di Desa Cihideung Udik memanjang sampai dengan Desa Cihideung Ilir (Dinas Bina Marga dan Pengairan, 2010). Air irigasi yang mengalir sampai ke petakan sawah dikedua desa dialirkan melalui saluran saluran irigasi yang meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kuarter. Saluran primer dan sekunder yang ada, dikelola oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor, sedangkan saluran tersier dan saluran kuarter dikelola oleh masyarakat setempat. Gambar 11. Saluran primer 30
Gambar 12. Saluran kuarter Kerusakan-kerusakan pada saluran irigasi dan prasarananya dapat digolongkan menjadi rusak berat, rusak ringan, sedang dan baik. Saluran primer dan sekunder dapat dikatakan kondisinya masih cukup baik, sedangkan saluran tersier dan kuarter terdapat kerusakan-kerusakan kecil akibat kurangnya perawatan oleh masyarakat. C. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan atau pemakaian air setiap tanaman tidak sama pada setiap saat, tetapi sesuai dengan periode pertumbuhan tanaman (umur tanaman), suhu udara dan cuaca. Kebutuhan air untuk irigasi padi sawah terdiri dari : 1. Air untuk pengolahan/penyiapan lahan 2. Air untuk pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dengan besarnya evapotranspirasi yang berubah menurut umur tanaman dan iklim setempat. 3. Air untuk mengganti air yang hilang karena perkolasi, untuk penggenangan di petakan. Pada penelitian ini untuk mengetahui kebutuhan air irigasi digunakan software CROPWAT 8.0. Data iklim rerata bulanan selama satu tahun (2009) yang dibutuhkan untuk menghitung kebutuhan air irigasi tersebut diantaranya suhu udara maksimum dan minimum ( C), kelembaban relatif (%), kecepatan angin (km/hari), dan lama penyinaran matahari (jam) yang diperoleh dari Stasiun 31
Klimatologi Darmaga, Bogor. Perhitungan evapotranspirasi dalam program software CROPWAT ini menggunakan metode Penman-Monteith. Secara terinci besarnya evapotranspirasi disajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6. Data iklim tahun 2009 (Lampiran 4) digunakan untuk menghitung kebutuhan air dengan menggunakan software CROPWAT 8.0, maka diperoleh nilai evapotranspirasi acuan (mm/hari) untuk daerah sekitar Stasiun Klimatologi Darmaga rata-rata tahun 2009 adalah 3.53 dengan hujan efektif 1695.1 mm. Hujan efektif yang terjadi di daerah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan jumlah curah hujan pada tahun 2009 yaitu 3497.5 mm. Nilai evapotranspirasi (mm/hari) Desa Cihideung Udik adalah 452.1 mm/hari dan Desa Cihideung Ilir adalah 449.6 mm/hari. Tabel 5. Evapotranspirasi padi Desa Cihideung Udik berdasarkan perhitungan program software CROPWAT 8.0 Bulan Dekade ETc (mm/hari) Maret 2 3.11 Maret 3 2.94 April 1 4.02 April 2 3.62 April 3 2.95 Mei 1 3.37 Mei 2 3.69 Mei 3 4.08 Juni 1 4.08 Juni 2 4.14 Juni 3 2.66 Juli 1 3.67 Total 452.1 32
Tabel 6. Evapotranspirasi padi Desa Cihideung Ilir berdasarkan perhitungan program software CROPWAT 8.0 Bulan Dekade ETc (mm/hari) Maret 2 4.9 Maret 3 52.2 April 1 45.1 April 2 43.5 April 3 40.8 Mei 1 37.4 Mei 2 34.3 Mei 3 40.1 Juni 1 38.9 Juni 2 40.6 Juni 3 41.8 Juli 1 30.0 total 449.6 Pada umumnya masa penanaman padi adalah 105-120 hari, dihitung dari persemaian sampai panen. Masa persemaian selama 25 hari, pertumbuhan vegetatif selama 30 hari, pertumbuhan vegetatif selama 40 hari, dan pematangan selama 20 hari. Penanaman padi pada saat penelitian ini merupakan masa tanam (MT) II adalah pada pertengahan bulan Maret. Selama masa pertumbuhannya, padi diberi air irigasi pada dekade satu dan dekade tiga di bulan Maret, sedangkan sisanya tidak diperlukan irigasi karena curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Pola tanam yang dilakukan di kedua desa tersebut pada umumnya padipalawija-palawija, tetapi terdapat juga petani yang menggunakan pola tanam padipadi-palawija. Berdasarkan kuesioner yang dilakukan kepada petani di kedua desa tersebut, petani dengan menggunakan pola tersebut beralasan bahwa terdapat hama yang merusak padi sehingga menyebabkan kerugian bagi para petani sehingga untuk menganggulangi kerugian tersebut para petani menggunakan pola 33
tanam padi-padi-palawija. Hama yang sering mengganggu penanaman padi diantaranya adalah tikus, keong, wereng, serangga dan burung. Berdasarkan program CROPWAT, hasil perhitungan untuk total kebutuhan air irigasi pada MT II ini Desa Cihideung Udik diperoleh 0.743 mm/hari dengan luas sawah yang airnya berasal dari cut throat flume yaitu seluas 3.36375 ha, hasilnya adalah 0.07751 liter/detik. Dari perhitungan kebutuhan air irigasi dengan program CROPWAT, kebutuhan air irigasi hanya pada saat pengolahan tanah, sedangkan bulan bulan berikutnya tidak diperlukan irigasi karena curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Desa Cihideung Ilir, kebutuhan air irigasinya sebesar 1.843 mm/hari dengan luas sawah seluas 5.07165 ha sehingga total kebutuhan airnya adalah 0.29313 liter/detik. Setelah kebutuhan air irigasi diperoleh, kemudian dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada di desa tersebut. D. Ketersediaan Air Irigasi Ketersediaan air (air yang tersedia) adalah air yang berada di sungai, bendung, bendungan, waduk dan air yang berasal dari daerah yang mempunyai mata air. Ketersediaan air dapat digunakan dengan optimal bila luasan yang dialiri maksimal. Jumlah debit air irigasi yang tersedia dapat berubah setiap waktu tergantung pada besarnya curah hujan, faktor iklim serta daerah tangkapan hujan. Pada penelitian ini, ketersediaan air irigasi dapat diketahui dengan menggunakan cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Pengambilan data debit dilakukan selama tiga bulan, terhitung dari Februari-April 2010. Data yang diperoleh sesuai dengan ketinggian aliran selama tiga bulan yang melewati alat tersebut terlampir pada Lampiran 7. Selain itu, Pengukuran debit juga dilakukan dengan menggunakan current meter selama dua minggu. Pengukuran ini bertujuan untuk membandingkan debit hasil pengukuran dengan cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Ketersediaan air irigasi dengan terlihat pada besarnya debit aliran yang melewati alat tersebut dengan rata-rata debit harian untuk Desa Cihideung Udik adalah 22.36 liter/detik dan Desa Cihideung Ilir adalah 23.39 liter/detik. Besarnya debit tersebut telah mencukupi kebutuhan air irigasi di kedua desa tersebut. 34