BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian terbesar pada tahun 2020 (Murray & Lopez, 1997). Pada 2020 diperkirakan akan terdapat 25 juta kematian setiap tahun akibat penyakit kardiovaskuler dimana hampir setengahnya akibat penyakit jantung koroner. Pada tahun tersebut terdapat kenaikan angka mortalitas lebih dari 100% akibat penyakit jantung iskemi (Irawan, 2006). Salah satu manifestasi penyakit kardiovaskuler yang memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi adalah penyakit arteri koroner. Penyakit arteri koroner menyebabkan penyakit jantung iskemi yang mempunyai gambaran klinis beragam yaitu iskemi tanpa gejala (silent), angina pektoris stabil, angina tak stabil, infark miokard akut, gagal jantung dan sudden cardiac death (Bassand et al., 2007). Faktor risiko tradisional seperti merokok, hipertensi, diabetes, dislipidemia dilaporkan berpengaruh hanya 50 % dari seluruh prevalensi dan derajat penyakit jantung koroner. Bahkan pada tidak sedikit pasien penyakit jantung koroner yang memiliki kadar dislipidemia yang normal atau sedikit saja meningkat. Hal inilah yang mendorong banyak penelitian mengenai faktor resiko non-tradisional seperti 14
fibrinogen, homosistein, tissue plasminogen activator (t-pa) serta lipoprotein (a) (Rajasekhar et al., 2004). Lipoprotein(a) (Lp(a)) yang merupakan salah satu fraksi lipid yang disintesis di hati dan terdiri atas molekul apolipoprotein B yang berikatan kovalen dengan apolipoprotein a (Marcovina & Koschinsky, 1998). Keterkaitan Lp(a) dengan aterosklerosis dan sindrom koroner akut (SKA) diperantarai oleh: 1) adanya homologi parsial antara apo(a) dengan plasminogen, berkompetisi untuk berikatan dengan fibrin dan reseptor plasminogen di endothelium (Mc Lean et al., 1987), 2) proses oksidasi Lp(a) dan uptake Lp(a) oleh makrofag ke dalam dinding arteri sebagaimana proses yang terjadi pada Low Density Lipoprotein (LDL) (Miles et al., 1989). Penelitian Kamstrup et al., (2008), von Eckardstein et al., (2001), dan Bennet et al., (2010) menunjukkan bahwa Lp(a) merupakan faktor risiko SKA. Menurut Wang et al., (2009) konsentrasi Lp(a) serum meningkat pada penderita sindrom koroner akut dan berhubungan dengan derajat keparahan klinisnya. Bahkan pada penelitian Vidosava et al., (2011), Lp(a) disinyalir dapat menjadi marker tunggal untuk diagnosis unstable angina pectoris (UAP). Hal lain yang menarik adalah kadar Lp(a) juga mencerminkan derajat keparahan dan berhubungan dengan jumlah pembuluh darah koroner yang terlibat. Penelitian Orneck et al., (2011), Batalla et al., (2002), Rajasekhar et al., (2004), 15
Sokhanvar et al., (2011) juga menunjukkan hasil yang sejalan dimana kadar Lp(a) pada penderita dengan tiga pembuluh darah yang mengalami stenosis kadar serum Lp(a)-nya dua kali lebih tinggi daripada penderita dengan satu atau dua pembuluh darah yang terlibat saja. Penelitian Brunelli et al., (1995) menunjukkan bahwa kadar Lp(a) meningkat pada penderita sindroma koroner akut dan lebih tinggi pada penderita dengan lesi koroner yang signifikan ( 50%) tetapi memiliki korelasi lemah (r=0,106) dengan derajat keparahan lesi koronernya. Lima et al., (2005) menunjukkan terdapat perbedaan kadar Lp(a) yang bermakna antara pasien dengan hasil angiografi yang normal, stenosis ringan-sedang (30-70%) dan stenosis berat (> 70 %). Meskipun sebagian besar penelitian mendukung konsep Lp(a) sebagai faktor resiko utama aterosklerosis koroner, beberapa penelitian melaporkan tidak ada perbedaan antara pasien dengan atau tanpa lesi koroner dan pasien dengan keterlibatan satu, dua atau tiga pembuluh darah koroner (Brunelli et al., 1995). Beberapa referensi menunjukkan bahwa kadar Lp(a) tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor genetik salah satunya adalah polimorfisme apolipoprotein a yang dipengaruhi oleh perbedaan etnis. Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar Lp(a) yang cukup besar (19-70%) pada tujuh populasi etnis yang berbeda. Variasi Lp(a) tersebut dipengaruhi secara minimal oleh faktor lingkungan. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan di suatu negara belum tentu dapat diaplikasikan di negara lain yang etnisnya berbeda (Sandholtzer, 1991). 16
Hal ini yang menjadikan alasan perlu dilakukannya penelitian terkait dengan peran Lp(a) sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner di Indonesia hubungannya dengan kompleksitas lesi pembuluh darah koroner sesuai skor SYNTAX. B. Pertanyaan penelitian Pertanyaan penelitian ini apakah kadar Lp(a) berhubungan positif dengan kompleksitas lesi pembuluh darah koroner pada penderita jantung koroner di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif antara kadar Lp(a) dengan kompleksitas lesi pembuluh darah koroner pada penderita jantung koroner di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. D. Manfaat penelitian 1. Bagi pasien dapat memberikan gambaran prognosis perjalanan penyakitnya, dan sebagai pertimbangan untuk tindakan diagnosis invasif. 2. Bagi peneliti dapat mengetahui hubungan positif kadar Lp(a) dengan kompleksitas lesi pembuluh darah koroner pada penderita jantung koroner. 3. Bagi institusi dapat memberikan data mengenai hubungan positif kadar Lp(a) dengan kompleksitas lesi pembuluh darah koroner pada penderita jantung 17
koroner sehingga dapat dijadikan bahan acuan dan menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian penelitian Penelitian tentang hubungan antara kadar Lp(a) dengan jumlah lesi pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis ini telah dilakukan oleh Brunelli et al., (1995) pada 365 pasien di Italia menunjukkan bahwa kadar Lp(a) meningkat pada penderita sindroma koroner akut dan lebih tinggi pada penderita dengan lesi koroner yang signifikan ( 50%). Penelitian Battalla et al., (2002) pada 132 penderita di Spanyol dan penelitian Orneck et al., (2011) pada 365 penderita didapatkan hasil bahwa penderita dengan tiga pembuluh darah yang mengalami stenosis kadar serum Lp(a)-nya lebih tinggi daripada penderita dengan satu atau dua pembuluh darah yang terlibat saja. Penelitian Lima et al., (2005) pada 57 pasien di Brazil menunjukkan terdapat perbedaan kadar Lp(a) yang bermakna antara pasien dengan hasil angiografi yang normal, stenosis ringan-sedang (30-70%) dan stenosis berat (> 70 %). Penelitian Rajasekhar et al. (2004) pada 151 pasien di India penderita penyakit jantung koroner menunjukkan perbedaan yang bermakna kadar Lp(a) pada penderita dengan keterlibatan satu, dua atau tiga pembuluh darah koroner serta berkorelasi dengan derajat stenosisnya. 18
Penelitian Sokhanvar et al., (2011) pada 108 pasien di Iran yang menjalani angiografi, kadar Lp(a) lebih tinggi pada penderita dengan tiga pembuluh darah yang mengalami stenosis dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Sholehvar et al., (2012) pada 92 pasien yang menjalani angiografi menunjukkan kadar Lp(a) lebih tinggi pada pasien dengan keterlibatan dua pembuluh darah koroner dibandingkan dengan satu dan tiga pembuluh darah koroner yang terlibat, meski tidak didapatkan hubungan antara kadar Lp(a) dengan derajat stenosis koronernya. Penelitian Nieminen et al., (1992) melaporkan tidak ada perbedaan kadar konsentrasi Lp(a) pada pasien dengan atau tanpa lesi koroner. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hearn et al., (1992) dimana tidak ada perbedaan konsentrasi Lp(a) pada pasien dengan satu atau tiga pembuluh darah koroner yang terlibat. Penelitian Momiyama et al., (2010) pada 143 pasien di Jepang yang menjalani angiografi menunjukkan Lp(a) berkorelasi dengan stenosis > 25 % dengan r = 0.46. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif kadar Lp(a) dengan kompleksitas lesi koroner pada penderita penyakit jantung koroner di Indonesia. Dimana berbagai penelitian yang telah dilakukan masih menunjukkan kontroversi dan belum ada publikasi mengenai hal tersebut. 19
Selain itu, penilaian kompleksitas lesi koroner pada penelitian ini berdasarkan skor SYNTAX yang menggambarkan letak lesi koroner dalam 16 segmen sesuai anatomi pembuluh darah koroner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah subjek penelitian serta penilaian lesi koronernya yang lebih spesifik. 20