BAB I PENDAHULUAN. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal 1 ayat 11.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Maju

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal. 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anwar Hafid Dkk, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm

BAB I PENDAHULUAN. dengan lancar dan maksimal. Dan dalam proses pembelajaran tersebut seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1 M. Munir, 2009, Metode Dakwah, Kencana, Jakarta, hlm. 5

BAB I PENDAHULUAN. tertentu termasuk pendidikan yang ada di Indonesia. Tujuan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Pustakarya, 2012, Hlm Faturrahman, Lif Khoiru Ahmadi, dan Sofan Amri, Pengantar Pendidikan, PT. Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009, hal. 6

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Manajemen PAUD, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai. Maka yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup. terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Agama dan Budaya, Bandung: Pustaka Setia, hal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Sejak diturunkan kepada nabi Muhammad

Pendekatan Interdislipiner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 28 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I. masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan warganya. berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS. dan direkonstruksi dari waktu ke waktu, baik dalam arti mikro, seperti: tujuan, pada umumnya dicari pemecahannya melalui pendidikan.

( ). BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Nusa Media :

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. CV.Pustaka Setia. Bandung, hlm

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2008, hlm Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Roesdakarya,

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2013, hlm Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 202 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB I PENDAHULUAN. peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran. (Q.S. Al-Qomar:17). 1

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, yaitu Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan bekal kepada peserta didik untuk memahami Al-qur an dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengenalan dan penghayatan terhadap Al-asma, Al-husna, serta penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian yang bersifat umum dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Sebaliknya peserta didik juga dituntut keaktifannya dalam kegiatan

PENGUATAN MATA PELAJARAN AGAMA ISLAM DENGAN PENYULUHAN KURIKULUM KTSP UNTUK GURU MADRASAH DINIYAH DI MDTA MAMBAUL HIKAM SRAMBAH PROPPO, PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. dari segi intelektual maupun kemampuan dari segi spiritual. Dari segi

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Masalah. perkembangan zaman yang berdasarkan Undang-undang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

SITI MEGAWATI NIM:

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan lingkungan non formal atau masyarakat. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. al-qur an/hadits, Akidah dan Akhlak, Fikih/Ibadah dan Sejarah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Qur an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, ( Semarang: RaSAIL, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh perkembangan pendidikan bangsa itu. Firman Allah Swt. Dalam surah Al-Mujadillah ayat 11 yang berbunyi:

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kalamullah yang merupakan mu jizat yang diturunkan

al-musyarrāt Fī tasḥīh Dalāil al-khaīrāt, Menara

BAB I PENDAHULUAN. Islam yang akan menjadikan pendidikan berkualitas, individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan Allah swt. Semata. Al-Qur an juga mengandung nilai-nilai dan. ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia.

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH

BAB I PENDAHULUAN. Zulkarnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2008, hal.14 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan aktivitas berupa proses menuju pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan yang terjadi pada peserta didik dalam aktifitas pembelajaran dan pengajaran yang pada hasilnya dapat dinikmati setelah rentan waktu yang panjang, dibutuhkan berbagai usaha yang senantiasa perlu di evaluasi secara periodik dan berkesinambungan.1 Pendidikan juga merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat. Maka pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang di inginkan.2 Indonesia sudah lebih dari 64 tahun merdeka, tetapi belum memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Dewasa ini perkembangan pendidikan di Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya. Dengan berlandaskan kesatuan NKRI yang penduduknya sangat majemuk meliputi suku, ras, agama dan lain-lain, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan dengan membentuk berbagai lembaga pendidikan yang tujuannya sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Di antara lembaga pendidikan yang dibentuk pemerintah adalah lembaga pendidikan yang berbasis sekolah dan lembaga pendidikan yang berbasis madrasah. Lembaga pendidikan berbasis sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bersifat formal dan ditangani atau di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Sedangkan lembaga pendidikan berbasis 1 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2. 2 Tatang S, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, cet. Ke 1, Bandung, 2012, hlm. 17 1

2 madrasah merupakan lembaga pendidikan yang bersifat formal dan ditangani atau di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).3 Eksistensi antara lembaga pendidikan sekolah dengan madrasah dulu sangat tidak seimbang. Karena dulu masyarakat lebih condong dan percaya untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dibandingkan madrasah. Karena dulu lembaga pendidikan sekolah yang sejatinya adalah negeri dan langsung dinaungi Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional) lebih dipercaya untuk menghasilkan out put yang berkualitas. Dan juga manajemennya sudah terkenal bangus karena memiliki SDM yang memadai dibandingkan madrasah. Mereka berasumsi seperti itu karena kebanyakan pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan sekolah rata-rata sudah sarjana atau S1 (Strata 1). Berbeda dengan madrasah yang sejatinya merupakan lembaga pendidikan swasta, namun dibawah naungan Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama). Pada waktu dulu madrasah selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena pada waktu itu belum mampu memberikan bukti kepada masyarakat bahwa madrasah telah mampu menelurkan out put yang berkualitas. Dan juga pada waktu itu para pendidik dan tenaga kependidikan rata-rata belum mencapai S1. Ada yang masih D2, D3 dan sebagainya, bahkan ada seorang tokoh masyarakat yang hanya lulusan dari pondok pesantren. Namun sekarang sudah berbeda. Sekarang sudah banyak madrasah yang menunjukkan peningkatan pesat dan tidak kalah dengan lembaga pendidikan sekolah. Kerena pendidik dan tenaga kependidikan madrasah sekarang sudah banyak yang sudah S1. Maksud madrasah, dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30 %, di samping mata pelajaran umum.4 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional telah mengakui keberadaan madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, dan berdasarkan PP No. 28 dan 29 tahun 1989 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal 1 ayat 11. Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1975, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 037/U/1975, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 1975. 4

3 ditetapkan bahwa madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah adalah sama dengan kurikulum sekolah plus ciri khasnya.5 Sebagaimana dalam proses belajar mengajar secara formal, madrasah hampir mirip dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni sekolah agama, tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).6 Madrasah adalah bentuk perkembangan dalam model pendidikan Islam tradisional di Indonesia, yaitu pesantren. Dewasa ini, madrasah berdiri berdampingan dengan sistem persekolahan yang lain. Sebagian besar organisasi madrasah disusun serupa dengan organisasi persekolahan. Secara bertingkat ada MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah). Komponen mata pelajaran agama meliputi al-qur an, hadits, fiqih, aqidah, akhlak, sejarah kebudayaan Islam dan bahasa Arab. Termasuk juga komponen mata pelajaran eksakta maupun non eksakta.7 Madrasah mendidik peserta didik lebih komprehensif karena madrasah merupakan sekolah umum yang bercirikan agama sehingga muatan pendidikan agamanya jauh lebih cukup, apalagi madrasah tersebut berada di lingkungan pesantren. Madrasah dalam prakteknya memang ada yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al- ulumu al-diniyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyah. Kenyataan bahwa kata madrasah berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami madrasah sebagai lembaga 5 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, STAIN Kediri Press, Kediri, 2009, hlm. 24. 6 Khoiriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam, Teras, Yogyakarta, 2014, hlm. 184. 7 Ibid., hlm. 186.

4 pendidikan Islam, yakni tempat untuk belajar agama atau tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan.8 Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Peandidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun kurikulumnya.9 Madrasah yang ada selama ini masih bisa eksis di tengah gelombang perubahan gaya hidup dan peradaban modern disebabkan karena masih ada guru dan pengurus madrasah yang istiqamah untuk melestarikan madrasah. Sikap konsisten ini sebagian besarnya didasarkan pada komitmen perjuangan untuk kemajuan umat dan ibadah. Meskipun demikian, ada pula sebagian pihak yang mau berpartisipasi dalam madrasah karena kondisi dan atau merasa kasihan terhadap madrasah. Komitmen yang pertama merupakan potensi luar biasa untuk kemajuan sebuah lembaga jika dikelola dengan baik, sedangkan komitmen yang kedua merupakan bagian dari motivasi ekstrinsik yang bisa berimplikasi pada kualitas kerja yang rendah dan mudah putus asa. Pendidikan aqidah akhlak merupakan pendidikan yang sangat penting bagi peserta didik. Pendidikan aqidah akhlak dituntut untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berkarakter dan berakhlakul karimah. Untuk itu seorang guru harus mampu memberikan pembelajaran tentang ilmu agama dengan baik, dalam mengajarkan mata pelajaran aqidah akhlak sangatlah dibutuhkan suatu teori pembelajaran yang baik. Pelaksanaan pembelajaran Aqidah Akhlak di sekolah pastinya tidak terlepas dari guru sebagai fasilitator interaksi belajar mengajar. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya.10 Guru 8 Khoiriyah, Op. Cit., hlm. 184. Abdurrachman Mas ud dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 227. 10 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 31. 9

5 mata pelajaran aqidah akhlak di sekolah atau madrasah pada dasarnya adalah seorang yang membimbing siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta bersedia mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, selain itu juga membimbing siswa berakhlakul karimah dengan beberapa contoh diantaranya contoh teladan yang baik, karena keteladanan akan memberi pengaruh yang besar terhadap pendidikan akhlak siswa. Pembelajaran aqidah sebagai bagian integral dari pembelajaran Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Tetapi secara substansial pembelajaran Aqidah memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan Akhlakul Karimah dalam kehidupan sehari-hari. Dasar pembelajaran aqidah adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur an dan Hadits. Al Qur an dan Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar pembelajaran aqidah yang pertama dan utama adalah Al Qur an. Ketika ditanya tentang aqidah Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata. Dasar aqidah Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur an. Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur an. Karena Al Qur an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim. Dalam Surat Al- Maidah ayat 15-16 :

6 Artinya : Hai ahli kitab sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izinnya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus. (Q.S:Al- Maidah 15-16)11 Dasar pembelajaran aqidah yang kedua bagi seorang muslim adalah Hadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim). Pembelajaran Aqidah merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan, pembelajaran itu juga diarahkan pada peneguhan aqidah di satu sisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa. Materi pelajaran Aqidah Akhlak yang diberikan di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak dirasa masih kurang sempurna karena masih mengunakan LKS, maka dari itu kepala madrasah menambahkan materi pelajaran mulok berupa kitab salaf yang mengacu pada isi kandungan yang terdapat dalam kitab kuning, sehingga pimpinan madrasah tinggal menentukan kitab apa yang 11 Jabal, Al-Qur an dan Terjemahnya, Bandung, hlm. 110.

7 harus dipelajari oleh murid, dari beberapa kitab pimpinan madrasah mengunakan kitab Tauhid Assarqowi Alal hud- hudi yang mana kitab ini sebagai penunjang pelajaran aqidah akhlak yang ditetapkan oleh pemerintah, namun semua itu akan terasa kurang maksimal jika dalam proses pelaksanaan pembelajaran kitab masih mengunakan metode yang klasik, umumnya dimadrasah yang masih berbasis sallafiyah pelajaran kitab kuning di ampu oleh sesepuh atau istilahnya kiyai seperti hal nya dimadrasah ini diajar oleh kepala madrasah itu sendiri, jadi dalam hal metode ataupun strategi yang di gunakan masih mengunakan metode klasik dikhawatirkan hal ini yang membuat proses belajar mengajar kurang maksimal. Maka dari itulah peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul: Studi Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- hudi Yang Mendukung Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak Tahun Pelajaran 2016/2017. B. Fokus Penelitian Objek penelitian dalam penelitian kualitatif yang di observasi menurut Spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu Place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas)12. 1. Place, atau tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung. Dalam pendidikan bisa di madrasah ataupun pondok pesantren. 2. Aktor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu, seperti para kepala madrasah, guru dan murid. 3. Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung, seperti kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, maka sumber data yang digolongkan ke place adalah di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak, sedangkan yang 12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm. 314.

8 digolongkan ke aktor ialah kepala madrasah, guru dan murid di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak, serta yang digolongkan ke dalam activity yaitu semua prilaku yang terjadi pada murid di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, penulis merasa perlu membatasi masalah yang akan diteliti sehingga penelitian difokuskan pada pembahasan tentang pelaksanaan pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat ditarik beberapa permasalahan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak? 2. Bagaimana kontribusi pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak? 3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam pembelajaran kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penulisan ini secara singkat dapat penulis kemukakan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. 2. Untuk mengetahui kontribusi pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak 3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pembelajaran kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak.

9 E. Manfa at Penelitian Manfa at penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu manfa at secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis Adapun penelitian ini, secara teoretis memiliki manfa at sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai teoretis yang dapat menambah informasi dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pelaksanaan pembelajaran muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. b. Sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi pembelajaran kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. 2. Manfa at Praktis a. Bagi Madrasah Bagi lembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal maupun non formal, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam membuat suatu program kegiatan dalam membentuk kemampuan berfikir siswa mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. b. Bagi Guru Sebagai bahan untuk pembelajaran dan mengetahui tentang peserta didiknya dalam memahami materi pelajaran dan dapat digunakan sebagai evaluasi dan acuan dalam pelaksanaan muatan lokal kitab Tauhid Assarqowi Alal Hud- Hudi di MA Mazroatul Huda Wonorenggo Demak. c. Bagi Siswa 1) Mengamalkan ilmu yang telah didapat selama proses pembelajaran. 2) Sebagai motivasi siswa untuk meningkatkan pembelajarannya