BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era modern ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terus berkembang sehingga mendorong manusia untuk lebih memanfaatkan lingkungan alam yang ada serta menyebabkan munculnya berbagai gejala sosial dan perubahan dalam masyarakat, hal ini memerlukan kesiapan diri dari sumberdaya manusia. Segala sesuatu yang telah di ciptakan oleh manusia dalam berbagai aktifitasnya tidak akan lepas dari pengaruh sumberdaya, baik sumberdaya alam, sumber daya manusia, maupun meningkatkan kebutuhan ekonomi. Melalui ilmu pengetahuan dan teknologi manusia harus dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada semaksimal mungkin, dengan tidak merusaknya (Adhitya, 2008). Sumber daya alam harus dimanfaatkan sebaik mungkin termasuk tanah, karena tanah merupakan salah satu faktor pembentuk lahan dan berfungsi sosial. Lahan memiliki pengaruh penting dalam kehidupan manusia yang dapat di manfaatkan untuk tempat tinggal dan usaha pertanian (Adhitya, 2008). Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) di permukaan bumi yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/ relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi, (natural vegetation) yang semuanya semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sastrohartono, 2011). Perencanaan penggunaan lahan harus memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan secara berkesinambungan. Sebagian 1
lahan belum dikelola dengan baik hal ini di sebabkan karena persebaran penduduk yang tidak merata. Penggunaan lahan saat sekarang dan akan datang harus mempertimbangkan dalam evaluasi lahan (Adhitya, 2008). Evaluasi lahan merupakan suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil yang di dapat dari evaluasi lahan akan memberi informasi dan arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kemampuan dalam memanfaatkan lahan secara tepat yaitu dengan menggunaan lahan untuk pertanian disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahan. Kesesuaiana lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu, seperti kecocokan untuk jenis tanaman tertentu (Ritung, 2007). Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas. Luas Wilayah Kecamatan Pekuncen sebesar 8277.69 km² (Suwarno, 2014). Kecamatan Pekuncen terdiri atas 16 Desa yaitu: Cibangkong, Petahunan, Semedo, Cikawung, Karangklesem, Candinegara, Cikembulan, Tumiyang, Glempang, Pekuncen, Pasiraman Lor, Pasiraman Kidul, Banjaranyar, Karangkemiri, Kranggan, Krajan (BPS Banyumas, 2015). Kecamatan Pekuncen bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Ajibarang yang memiliki bentuklahan dan kemiringan yang berbeda. Berdasarkan peta bentuklahan dan peta lereng Suwarno (2014) Kecamatan Pekuncen memiliki bentuklahan struktural dan bentuklahan vulkanik dengan kemiringan > 45 %, sedangkan Kecamatan Ajibarang hanya memiliki bentuklahan struktural dan terdapat wilayah karst pegunungan gamping dengan kemringan < 45 %. 2
Berdasarkan data curah hujan dari Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit di Kecamatan Jatilawang data curah hujan sepuluh tahun terahir dari tahun 2002 sampai 2011 Kecamatan Pekuncen memiliki rata-rata curah hujan lebih tinggi yaitu sebesar 3176 mm dan Kecamatan Ajibarang sebesar 2502 mm yang akan berpengaruh terhadap keadaan vegetasi dan penggunaan lahan yang berbeda. Kecamatan Pekuncen dengan kondisi kemiringan lereng yang lebih curam dengan curah hujan yang lebih tinggi lebih rawan terhadap bencana tanah longsor dimana Kecamatan Pekuncen terdapat 99 titik kejadian longsorlahan (Suwarno, 2014) dan Kecamatan Ajibarang terdapat 62 titik kejadian longsorlahan (Suwarno dan Sutomo, 2012). Bahaya longsor merupakan bencana yang paling sering ditemukan di Indonesia khususnya yang terjadi di daerah perbukitan dan pegunungan (Habib, 2008). Berdasarkan buku RTRW Kabupaten Banyumas bahwa Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu Kecamatan yang wilayahnya rentan dengan bahaya tanah longsor. Salah satu pemicu terjadinya longsor adalah curah hujan yang tinggi dengan relief pegunungan (Risdianto, 2012). Curah hujan di Kecamatan Pekuncen termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan data curah hujan di Kecamatan Pekuncen, curah hujan tahunan setinggi 3306 mm dengan jumlah hari hujan 123 hari (Samsudin, 2015 hal:8). Menurut Fuchu (2002) sebagaimana dikutip dalam oleh Pareta (2012) pada wilayah pegunungan sering terjadi longsor setelah adanya hujan deras yang menyebabkan kerusakan lingkungan atau bangunan. Usaha untuk meminimalisir terjadinya tanah longsor maka sebaiknya wilayah tersebut ditanami tanaman tahunan yang memiliki akar 3
kuat penahan longsor terutama pohon-pohon besar seperti jati, mahoni, albasia yang memiliki akar tunggang penguat tanah yang dapat menahan longsor, sesuai dengan pendapat Sambas (2004) pohon mahoni secara ekologi memiliki perakaran yang baik sebagai penahan longsor. Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni merupakan tanaman yang dapat ditemukan dipinggir jalan, karena mahoni dapat menyaring polusi juga akarnya yang kuat dengan sistem perakaran tunggang yang dapat mencegah longsor (Sambas, 2004). Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu: Swietenia macrophyla (mahoni daun lebar) dan Swietenia mahagoni (mahoni daun sempit). Swietenia mahagoni kualitas kayunya lebih bagus dibanding Swietenia macrophilea (Susanto,2010). Tanaman mahoni sangat baik dibudidayakan di Indonesia, karena kondisi alam yang tropis. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 mdpl, dengan curah hujan 1500 4000 mm/tahun, suhu udara yang dibutuhkan tanaman mahoni minimum 21-35ºC (Khaerudin, 1999 dalam Sitepu, 2007). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas memotivasi peneliti untuk mengadakan penelitian berjudul Kajian Kesesuaian Lahan Untuk 4
Tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni) Di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik dan kualitas lahan di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas? 2. Bagaimana tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman mahoni di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik dan kualitas lahan di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. 2. Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman mahoni di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian Memberi masukan kepada masyarakat dan pemerintah daerah tentang kharakteristik lahan dan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Mahoni di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Sebagai salah satu tugas akhir skripsi untuk mendapatkan gelar Strata 1 (S1) dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang kesesuaian lahan. 5