BAB V KESIMPULAN & SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan. melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA)

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. PT. Angkasa Pura II (Persero) adalah salah satu badan usaha milik negara

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Bab IV huruf A angka 2 huruf a dan b

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2009 tentang Penerbangan

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

FASILITASI UDARA DIREKTUR ANGKUTAN UDARA. Rapat Koordinasi FAL ke- 7 Yogyakarta, 20 April 2016

Advisory Circular 92-01

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH II KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA YOGYAKARTA, 21 S.D 22 APRIL 2016

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH I DITJEN PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RAKOR FASILITASI (FAL) UDARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.04/2014 TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

a. Menerapkan secara praktis prinsip-prinsip dan praktek-praktek akuntansi yang sehat dalam perusahaannya, ekonomis dan praktis dapat dilaksanakan.

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

DUKUNGAN PEMERINTAH KEPADA INDUSTRI SEKTOR TERTENTU MELALUI KEBIJAKAN BMDTP TA 2012

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 35/BC/2000 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 104 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG


2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 9/KPPU/PDPT/IV/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 2 Agustus 2012 Kamis, 02 Agustus 2012

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

PENDAHULUAN. lainnya (Peraturan Menteri Nomor: PM.66 Tahun 2015). (kini bernama Bandara Internasional Jakarta Soekarno Hatta) dan Bandara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan e. Hasil penelitian hukum menemukan bahwa peran Agen Inspeksi (Regulated Agent) dalam menjamin keamanan kargo udara di Indonesia selama ini melanggar ketentuan Undang-Undang Penerbangan. Dalam praktiknya, pemeriksaan keamanan yang dilakukan oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent) di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta adalah diragukan hasilnya. Masih banyak ditemukan adanya barang barang berbahaya yang lolos dari pemeriksaan Agen Inspeksi (Regulated Agent) untuk diangkut dalam penerbangan dalam negeri dan luar negeri. Beberapa asosiasi, seperti: Asosiasi Logistik dan Freight/Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (ASPERINDO), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan PT Pos Indonesia telah memberikan pernyataan ditemukannya kargo dan pos yang mengandung bahan berbahaya yang lolos dari pemeriksaan Agen Inspeksi (Regulated Agent). Menurut hasil penyelidikan Ombudsman, penyebab lolosnya barang-barang berbahaya tersebut adalah: (i) belum lengkapnya infrastruktur yang dimiliki oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent); dan (ii) belum ada koordinasi yang baik dengan urusan kepabeanan 119

untuk jenis barang tertentu yang harus melalui Bea dan Cukai. Lebih lanjut, praktik pemeriksaan keamanan kargo melalui Agen Inspeksi (Regulated Agent) telah mengakibatkan dampak negatif berikut: (i) penumpukan barang yang akan diperiksa; (ii) mata rantai pemeriksaan yang lebih panjang; (iii) tambahan waktu dan biaya (terutama karena adanya proses pemeriksaan ulang). f. Dalam kegiatan usaha Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta ditemukan praktek persaingan usaha yang tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Praktek persaingan usaha yang tidak sehat tersebut nampak bila kita menyoroti 2 (dua) hal berikut: a. Penguasaan Pasar Berbentuk Monopoli Pada awal pemberlakuan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/255/IV/2011 hanya terdapat 3 (tiga) agen inspeksi (regulated agent) di Bandara Udara Soekarno-Hatta, yaitu: PT Duta Angkasa Prima Kargo, PT Ghita Avia Trans (Gatrans), dan PT Fajar Anugerah Sejahtera (FAS). Jumlah agen inspeksi (regulated agents) disini adalah tidak sebanding dengan total volume kargo udara yang dilayani. Terbatasnya jumlah agen inspeksi (regulated agent) dan praktek penetapan harga yang mereka lakukan mengarah pada bentuk penguasaan pasar monopoli. Setelah Peraturan Direktur Jenderal 120

Perhubungan Udara Nomor SKEP/255/IV/2011 direvisi menjadi Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152/2012, praktik penguasaan pasar yang berbentuk monopoli masih belum hilang. Hal ini ditandai oleh masih tingginya tarif pemeriksaan kargo udara. Seharusnya, sesuai dengan teori ekonomi, peningkatan jumlah penyedia jasa di pasar seharusnya diikuti oleh penurunan harga. b. Tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) Setelah diperkenalkannya agen inspeksi (regulated agent) biaya pengamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat terbang meningkat tajam dari Rp 60/kilogram menjadi Rp 850 hingga Rp 1,000 per kilogram. Pada saat ini, tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang berlaku dipasar berkisar antara Rp 450 per kilogram. Tarif tersebut merupakan kesepakatan harga antara pengirim dan Agen Inspeksi (Regulated Agent). Kenaikan yang mencolok ini sampai sejauh ini tidak diikuti dengan membaiknya proses pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang dikirim melalui pesawat udara, semakin panjangnya rantai proses pemeriksaan keamanan kargo dan pos, serta semakin lamanya waktu yang dibutuhkan. 3. Dalam upaya meningkatkan persaingan usaha yang sehat di bidang keamanan kargo udara di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, pemerintah mesti terlebih dahulu memperjelas dan memperbaiki kinerja 121

agen inspeksi (regulated agent) dalam meningkatkan keamanan kargo udara. Dalam hal ini pemerintah harus berperan aktif dalam mengawasi kinerja agen inspeksi (regulated agent) dan bahkan menerapkan sanksi administratif atau sanksi pidana bagi agen inspeksi (regulated agent) yang terus-menerus lalai dalam memeriksa keamanan kargo udara. Pengawasan yang dilakukan secara periodik dan penuh integritas diharapkan dapat meningkatkan efektivitas agen inspeksi (regulated agent) dalam menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Selanjutnya, pemerintah juga dapat menciptakan platform yang mendukung koordinasi lanjutan antara bea & cukai dan agen inspeksi (regulated agent). Diharapkan dengan komunikasi dan koordinasi yang baik, proses pemeriksaan keamanan kargo udara dapat berlangsung dengan lebih cepat sehingga tidak menimbulkan penumpukan dan biaya logistik yang lebih tinggi. Selain memperjelas dan memperbaiki kinerja agen inspeksi (regulated agent) dalam meningkatkan keamanan kargo udara, pemerintah juga dapat memberikan dorongan atau insentif untuk meningkatkan jumlah agen inspeksi (regulated agent) di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Insentif itu dapat diberikan melalui transparansi proses pendaftaran dan pendirian, transparansi dalam memberikan fasilitas. Pemerintah juga mesti mengawasi penetapan tarif inspeksi yang ditetapkan oleh agen inspeksi (regulated agent) untuk menghindari praktek kartek. Pengawasan lapangan yang terkoordinasi dan melibatkan pelaku usaha (terutama asosiasi) dapat membantu mendorong 122

terbentuknya tarif pemeriksaan keamanan kargo yang kompetitif. Karena layanan pemeriksaan kargo udara adalah demi kepentingan keamanan dan keselamatan penerbangan dapat digolongkan sebagai layanan publik, maka pemerintah sebaiknya mendorong pembentukan tarif yang tidak dimaksud untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya (profitable). B. Saran Sama seperti seluruh penelitian lainnya, penelitian ini pun tidak lepas dari berbagai keterbatasan. Oleh karena itu bagi penelitian serupa dimasa yang akan datang penulis menyarankan beberapa hal berikut: 1. Melakukan analisa terhadap ketiga belas Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang tercatat di website Kementerian Perhubungan RI, guna mengetahui tingkat penguasaan pasar, volume barang, pemasukan (revenue) dan pengeluaran (expenses). Dengan melakukan analisa ini maka dapat diketahui bentuk persaingan usaha dalam praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent). 2. Melakukan studi komparatif dengan membandingkan praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Indonesia dengan praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Penting juga untuk dapat membandingkan tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) antar 123

negara untuk memberikan gambaran efisiensi pemeriksaan keamanan kargo dan pos di Indonesia. 3. Melakukan in-depth interview dengan ahli atau staff senior dari ICAO untuk mengetahui relevansi praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) dengan mandat dalam ICAO Annex 17. 124