BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan e. Hasil penelitian hukum menemukan bahwa peran Agen Inspeksi (Regulated Agent) dalam menjamin keamanan kargo udara di Indonesia selama ini melanggar ketentuan Undang-Undang Penerbangan. Dalam praktiknya, pemeriksaan keamanan yang dilakukan oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent) di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta adalah diragukan hasilnya. Masih banyak ditemukan adanya barang barang berbahaya yang lolos dari pemeriksaan Agen Inspeksi (Regulated Agent) untuk diangkut dalam penerbangan dalam negeri dan luar negeri. Beberapa asosiasi, seperti: Asosiasi Logistik dan Freight/Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (ASPERINDO), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan PT Pos Indonesia telah memberikan pernyataan ditemukannya kargo dan pos yang mengandung bahan berbahaya yang lolos dari pemeriksaan Agen Inspeksi (Regulated Agent). Menurut hasil penyelidikan Ombudsman, penyebab lolosnya barang-barang berbahaya tersebut adalah: (i) belum lengkapnya infrastruktur yang dimiliki oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent); dan (ii) belum ada koordinasi yang baik dengan urusan kepabeanan 119
untuk jenis barang tertentu yang harus melalui Bea dan Cukai. Lebih lanjut, praktik pemeriksaan keamanan kargo melalui Agen Inspeksi (Regulated Agent) telah mengakibatkan dampak negatif berikut: (i) penumpukan barang yang akan diperiksa; (ii) mata rantai pemeriksaan yang lebih panjang; (iii) tambahan waktu dan biaya (terutama karena adanya proses pemeriksaan ulang). f. Dalam kegiatan usaha Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta ditemukan praktek persaingan usaha yang tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Praktek persaingan usaha yang tidak sehat tersebut nampak bila kita menyoroti 2 (dua) hal berikut: a. Penguasaan Pasar Berbentuk Monopoli Pada awal pemberlakuan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/255/IV/2011 hanya terdapat 3 (tiga) agen inspeksi (regulated agent) di Bandara Udara Soekarno-Hatta, yaitu: PT Duta Angkasa Prima Kargo, PT Ghita Avia Trans (Gatrans), dan PT Fajar Anugerah Sejahtera (FAS). Jumlah agen inspeksi (regulated agents) disini adalah tidak sebanding dengan total volume kargo udara yang dilayani. Terbatasnya jumlah agen inspeksi (regulated agent) dan praktek penetapan harga yang mereka lakukan mengarah pada bentuk penguasaan pasar monopoli. Setelah Peraturan Direktur Jenderal 120
Perhubungan Udara Nomor SKEP/255/IV/2011 direvisi menjadi Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152/2012, praktik penguasaan pasar yang berbentuk monopoli masih belum hilang. Hal ini ditandai oleh masih tingginya tarif pemeriksaan kargo udara. Seharusnya, sesuai dengan teori ekonomi, peningkatan jumlah penyedia jasa di pasar seharusnya diikuti oleh penurunan harga. b. Tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) Setelah diperkenalkannya agen inspeksi (regulated agent) biaya pengamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat terbang meningkat tajam dari Rp 60/kilogram menjadi Rp 850 hingga Rp 1,000 per kilogram. Pada saat ini, tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang berlaku dipasar berkisar antara Rp 450 per kilogram. Tarif tersebut merupakan kesepakatan harga antara pengirim dan Agen Inspeksi (Regulated Agent). Kenaikan yang mencolok ini sampai sejauh ini tidak diikuti dengan membaiknya proses pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang dikirim melalui pesawat udara, semakin panjangnya rantai proses pemeriksaan keamanan kargo dan pos, serta semakin lamanya waktu yang dibutuhkan. 3. Dalam upaya meningkatkan persaingan usaha yang sehat di bidang keamanan kargo udara di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, pemerintah mesti terlebih dahulu memperjelas dan memperbaiki kinerja 121
agen inspeksi (regulated agent) dalam meningkatkan keamanan kargo udara. Dalam hal ini pemerintah harus berperan aktif dalam mengawasi kinerja agen inspeksi (regulated agent) dan bahkan menerapkan sanksi administratif atau sanksi pidana bagi agen inspeksi (regulated agent) yang terus-menerus lalai dalam memeriksa keamanan kargo udara. Pengawasan yang dilakukan secara periodik dan penuh integritas diharapkan dapat meningkatkan efektivitas agen inspeksi (regulated agent) dalam menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Selanjutnya, pemerintah juga dapat menciptakan platform yang mendukung koordinasi lanjutan antara bea & cukai dan agen inspeksi (regulated agent). Diharapkan dengan komunikasi dan koordinasi yang baik, proses pemeriksaan keamanan kargo udara dapat berlangsung dengan lebih cepat sehingga tidak menimbulkan penumpukan dan biaya logistik yang lebih tinggi. Selain memperjelas dan memperbaiki kinerja agen inspeksi (regulated agent) dalam meningkatkan keamanan kargo udara, pemerintah juga dapat memberikan dorongan atau insentif untuk meningkatkan jumlah agen inspeksi (regulated agent) di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Insentif itu dapat diberikan melalui transparansi proses pendaftaran dan pendirian, transparansi dalam memberikan fasilitas. Pemerintah juga mesti mengawasi penetapan tarif inspeksi yang ditetapkan oleh agen inspeksi (regulated agent) untuk menghindari praktek kartek. Pengawasan lapangan yang terkoordinasi dan melibatkan pelaku usaha (terutama asosiasi) dapat membantu mendorong 122
terbentuknya tarif pemeriksaan keamanan kargo yang kompetitif. Karena layanan pemeriksaan kargo udara adalah demi kepentingan keamanan dan keselamatan penerbangan dapat digolongkan sebagai layanan publik, maka pemerintah sebaiknya mendorong pembentukan tarif yang tidak dimaksud untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya (profitable). B. Saran Sama seperti seluruh penelitian lainnya, penelitian ini pun tidak lepas dari berbagai keterbatasan. Oleh karena itu bagi penelitian serupa dimasa yang akan datang penulis menyarankan beberapa hal berikut: 1. Melakukan analisa terhadap ketiga belas Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang tercatat di website Kementerian Perhubungan RI, guna mengetahui tingkat penguasaan pasar, volume barang, pemasukan (revenue) dan pengeluaran (expenses). Dengan melakukan analisa ini maka dapat diketahui bentuk persaingan usaha dalam praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent). 2. Melakukan studi komparatif dengan membandingkan praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Indonesia dengan praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Penting juga untuk dapat membandingkan tarif Agen Inspeksi (Regulated Agent) antar 123
negara untuk memberikan gambaran efisiensi pemeriksaan keamanan kargo dan pos di Indonesia. 3. Melakukan in-depth interview dengan ahli atau staff senior dari ICAO untuk mengetahui relevansi praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) dengan mandat dalam ICAO Annex 17. 124